KPK Dalami Jatah Walkot Ambon Dari Berbagai Proyek SKPD

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan jatah untuk Wali Kota Ambon nonaktif Ambon Richard Louhenapessy dari berbagai pengadaan proyek di beberapa SKPD Pemkot Ambon.

Hal ini didalami penyidik komisi antirasuah saat menggarap empat saksi di Gedung Merah Putih KPK, Jl. Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (8/6).

Keempat saksi itu terdiri dari tiga orang Pokja Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (UKPBJ), yakni Andrissa R. Siwabessy, Michael O. Pattinama, Dan Johanis Rampa.

Serta, Bendahara Pengeluaran Dinas Pendidikan Lawalata. Mereka digarap dalam kasus dugaan suap persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail Alfamidi tahun 2020 di Kota Ambon.

“Melalui pengetahuan para saksi tersebut, Tim Penyidik terus melakukan pendalaman antara lain terkait dengan dugaan aliran sejumlah uang berupa “jatah” untuk tersangka RL dari berbagai pengadaan proyek di beberapa SKPD Pemkot Ambon,” ungkap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri lewat pesan singkat, Kamis (9/6).

Selain Richard, dalam perkara ini, KPK menetapkan Staf Tata Usaha Pimpinan pada Pemkot Ambon Andrew Erin Hehanussa, dan pegawai Alfamidi cabang Ambon, Amri sebagai tersangka.

Richard diduga menerima uang suap sebesar Rp 500 juta untuk menerbitkan dokumen perizinan pembangunan 20 gerai usaha retail AlfaMidi di Kota Ambon tahun 2020 dari Amri.

 

Dia diduga mematok harga Rp 25 juta untuk setiap dokumen perizinan. Atas perbuatannya, Richard dan Andrew disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 dan pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sedangkan Amri disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. ■

]]> Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan jatah untuk Wali Kota Ambon nonaktif Ambon Richard Louhenapessy dari berbagai pengadaan proyek di beberapa SKPD Pemkot Ambon.

Hal ini didalami penyidik komisi antirasuah saat menggarap empat saksi di Gedung Merah Putih KPK, Jl. Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (8/6).

Keempat saksi itu terdiri dari tiga orang Pokja Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (UKPBJ), yakni Andrissa R. Siwabessy, Michael O. Pattinama, Dan Johanis Rampa.

Serta, Bendahara Pengeluaran Dinas Pendidikan Lawalata. Mereka digarap dalam kasus dugaan suap persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail Alfamidi tahun 2020 di Kota Ambon.

“Melalui pengetahuan para saksi tersebut, Tim Penyidik terus melakukan pendalaman antara lain terkait dengan dugaan aliran sejumlah uang berupa “jatah” untuk tersangka RL dari berbagai pengadaan proyek di beberapa SKPD Pemkot Ambon,” ungkap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri lewat pesan singkat, Kamis (9/6).

Selain Richard, dalam perkara ini, KPK menetapkan Staf Tata Usaha Pimpinan pada Pemkot Ambon Andrew Erin Hehanussa, dan pegawai Alfamidi cabang Ambon, Amri sebagai tersangka.

Richard diduga menerima uang suap sebesar Rp 500 juta untuk menerbitkan dokumen perizinan pembangunan 20 gerai usaha retail AlfaMidi di Kota Ambon tahun 2020 dari Amri.

 

Dia diduga mematok harga Rp 25 juta untuk setiap dokumen perizinan. Atas perbuatannya, Richard dan Andrew disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 dan pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sedangkan Amri disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. ■
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories