Komisi X Bentuk Panja Pengangkatan Guru Honorer Terganjal Anggaran Daerah

Komisi X DPR menemukan banyak persoalan terkait Program Pengangkatan 1 Juta Guru Honorer yang diprakarsai oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Hal itu terungkap dalam rapat Panja Pengangkatan Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer Menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Wakil Ketua Komisi X DPR Agustina Wilujeng Pramestuti mengatakan, sejatinya Panja ini dibentuk sebagai bentuk pengawasan parlemen terhadap upaya pemerintah menyelesaikan masalah Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) melalui Program Pengangkatan Satu Juta Guru melalui rekrutmen Perjanjian Pemerintah dengan Perjanjian Kerja atau P3K.

“Selain itu, dibentuknya Panja ini juga dikarenakan belum selesainya pengangkatan guru yang telah lolos seleksi P3K pada tahun-tahun sebelumnya,” kata Wilujeng saat membuka rapat dengar pendapat bersama 11 Asosiasi Guru di Gedung Parlemen, Jakarta, kemarin.

Agustina menjelaskan, Panja telah melakukan rapat dengar pendapat dengan para pemangku kepentingan terkait masalah pengangkatan guru ini. Panja bahkan telah melakukan kunjungan lapangan untuk melihat dan mendengar secara langsung aspirasi dan para guru honorer di tiga kabupaten yakni Sragen, Bekasi dan Banyuasin.

Dari kegiatan tersebut, Panja menemukan beberapa masalah dan substansi. Antara lain, Program 1 Juta Guru P3K ini hanya diumumkan hanya secara lisan oleh Kemendikbud bersama Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), dan Badan Kepegawaian Nasional pada 23 November 2020.

Politisi perempuan PDIP ini bilang, Kemendikbud bersama Kemendagri, Kementerian PANRB dan BKN sejatinya telah melakukan sosialisasi tatap muka di empat wilayah. Yakni Makassar, Batam, Semarang dan Yogyakarta dari 30 November hingga 18 Desember 2020.

Sayangnya, hingga batas waktu pengumpulan formasi kuota yang terisi hanya 523.120 pendaftar. Sementara 27 daerah tidak mengajukan formasi, serta sebanyak 165 daerah mengusulkan formasi kurang dari 50 persen kuota.

“Penyebab terjadinya hal-hal tersebut adalah sosialisasi yang tidak optimal, serta belum adanya pemberitahuan secara tertulis oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah terkait skema penganggaran untuk gaji dan tunjangan ASN yang diangkat melalui Program 1 juta Guru P3K,” katanya.

Selain itu, Panja menemukan Pemda merasa terbebani dengan pengangkatan guru P3K ini karena APBD membengkak lantaran harus membayar gaji dan tunjangannya kelak.

Sementara pemerintah tidak memberikan tambahan Dana Alokasi Umum (DAU) untuk gaji dan tunjangan guru P3K yang diangkat pada Tahun 2021.

“Berdasarkan Keppres Nomor 98 Tahun 2020 tentang gaji dan tunjangan P3K, Pemda khawatir tidak mampu membayar gaji dan tunjangan guru P3K jika mengusulkan sesuai kuota,” jelas Agustina.

Pemerintah juga tidak membuat kebijakan afirmasi untuk guru honorer dengan usia 35 tahun ke atas. Padahal saat ini sangat banyak guru honorer telah mengabdi sangat lama, lebih dari tiga tahun. Tidak ada juga kebijakan afirmasi untuk pengangkatan guru yang mengabdi di daerah 3T yakni, terluar, terpencil, dan tertinggal. [KAL]

]]> Komisi X DPR menemukan banyak persoalan terkait Program Pengangkatan 1 Juta Guru Honorer yang diprakarsai oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Hal itu terungkap dalam rapat Panja Pengangkatan Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer Menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Wakil Ketua Komisi X DPR Agustina Wilujeng Pramestuti mengatakan, sejatinya Panja ini dibentuk sebagai bentuk pengawasan parlemen terhadap upaya pemerintah menyelesaikan masalah Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) melalui Program Pengangkatan Satu Juta Guru melalui rekrutmen Perjanjian Pemerintah dengan Perjanjian Kerja atau P3K.

“Selain itu, dibentuknya Panja ini juga dikarenakan belum selesainya pengangkatan guru yang telah lolos seleksi P3K pada tahun-tahun sebelumnya,” kata Wilujeng saat membuka rapat dengar pendapat bersama 11 Asosiasi Guru di Gedung Parlemen, Jakarta, kemarin.

Agustina menjelaskan, Panja telah melakukan rapat dengar pendapat dengan para pemangku kepentingan terkait masalah pengangkatan guru ini. Panja bahkan telah melakukan kunjungan lapangan untuk melihat dan mendengar secara langsung aspirasi dan para guru honorer di tiga kabupaten yakni Sragen, Bekasi dan Banyuasin.

Dari kegiatan tersebut, Panja menemukan beberapa masalah dan substansi. Antara lain, Program 1 Juta Guru P3K ini hanya diumumkan hanya secara lisan oleh Kemendikbud bersama Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), dan Badan Kepegawaian Nasional pada 23 November 2020.

Politisi perempuan PDIP ini bilang, Kemendikbud bersama Kemendagri, Kementerian PANRB dan BKN sejatinya telah melakukan sosialisasi tatap muka di empat wilayah. Yakni Makassar, Batam, Semarang dan Yogyakarta dari 30 November hingga 18 Desember 2020.

Sayangnya, hingga batas waktu pengumpulan formasi kuota yang terisi hanya 523.120 pendaftar. Sementara 27 daerah tidak mengajukan formasi, serta sebanyak 165 daerah mengusulkan formasi kurang dari 50 persen kuota.

“Penyebab terjadinya hal-hal tersebut adalah sosialisasi yang tidak optimal, serta belum adanya pemberitahuan secara tertulis oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah terkait skema penganggaran untuk gaji dan tunjangan ASN yang diangkat melalui Program 1 juta Guru P3K,” katanya.

Selain itu, Panja menemukan Pemda merasa terbebani dengan pengangkatan guru P3K ini karena APBD membengkak lantaran harus membayar gaji dan tunjangannya kelak.

Sementara pemerintah tidak memberikan tambahan Dana Alokasi Umum (DAU) untuk gaji dan tunjangan guru P3K yang diangkat pada Tahun 2021.

“Berdasarkan Keppres Nomor 98 Tahun 2020 tentang gaji dan tunjangan P3K, Pemda khawatir tidak mampu membayar gaji dan tunjangan guru P3K jika mengusulkan sesuai kuota,” jelas Agustina.

Pemerintah juga tidak membuat kebijakan afirmasi untuk guru honorer dengan usia 35 tahun ke atas. Padahal saat ini sangat banyak guru honorer telah mengabdi sangat lama, lebih dari tiga tahun. Tidak ada juga kebijakan afirmasi untuk pengangkatan guru yang mengabdi di daerah 3T yakni, terluar, terpencil, dan tertinggal. [KAL]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories

Generated by Feedzy