
Kok, Jalan Sabang Tetap Rame Sih
Dua pekan lalu saya ada urusan di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Kira-kira pukul 7 malam, saya pulang lewat Jalan Sabang, Jakarta Pusat. Ketika lewat, ada yang bikin saya heran dan geleng-geleng kepala. Kawasan kuliner malam ini justru ramai pengunjung, tanpa protokol kesehatan dengan menjaga jarak.
Awalnya, saya kira kawasan ini akan sepi dan lengang. Sebab, saat ini kita masih dalam suasana pademi Covid-19. Ternyata, tidak demikian.
Kawasan Sabang memang jadi tempat nongkrong favorit anak muda dan pekerja kantoran di sekitaran Thamrin dan Sudirman. Sabang terkenal dengan banyaknya kafe, restoran, sampai jajanan kaki lima.
Saat saya lewat, terlihat pemandangan pedagang makanan gerobak berjejer di kawasan Sabang. Dalam tenda, tempat duduk penuh pelanggan yang makan di tempat, tanpa jaga jarak.
Lewat dari arah Menteng melalui Jalan Sabang, keramaian ditambah dengan padatnya lalu lintas kendaraan. Kemacetan terjadi biasanya karena ada mobil yang ingin parkir dan keluar dari kawasan itu.
Dalam benak saya, kondisi ini mengherankan. Padahal, Jalan Sabang berada di kawasan pusat kota dan berada di ring 1 Balai Kota, tempat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berkantor. Kenapa mereka dibiarkan menumpuk makan di sana?
Pikir saya, harusnya kawasan itu masuk dalam pengawasan Pemprov DKI Jakarta. Namun, seolah dibiarkan. Dalam hati saya bergumam, apa mereka tak takut kena Covid-19? Padahal kalau dilihat, rata-rata pembeli merupakan pekerja kantor kawasan Thamrin-Sudirman yang saya rasa mereka paham dan well educated.
Tepat pekan lalu, saya kembali lewat Jalan Sabang. Ternyata, hal yang sama masih saja terjadi. Saya sih bukannya kepengin itu orang yang jualan dibubarkan. Karena mereka juga butuh cari uang di saat pandemi. Tapi, tolonglah, pembeli dan penjual sama-sama sadar akan protokol kesehatan. Kan bisa tetap jualan tapi posisi bangku antarpengunjung diatur dan diberi jarak. Nggak ngumpul-ngumpul gerombolan kayak satu geng. Ya, tapi entahlah. [Dwi Ilhami/Wartawan Rakyat Merdeka]
]]> Dua pekan lalu saya ada urusan di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Kira-kira pukul 7 malam, saya pulang lewat Jalan Sabang, Jakarta Pusat. Ketika lewat, ada yang bikin saya heran dan geleng-geleng kepala. Kawasan kuliner malam ini justru ramai pengunjung, tanpa protokol kesehatan dengan menjaga jarak.
Awalnya, saya kira kawasan ini akan sepi dan lengang. Sebab, saat ini kita masih dalam suasana pademi Covid-19. Ternyata, tidak demikian.
Kawasan Sabang memang jadi tempat nongkrong favorit anak muda dan pekerja kantoran di sekitaran Thamrin dan Sudirman. Sabang terkenal dengan banyaknya kafe, restoran, sampai jajanan kaki lima.
Saat saya lewat, terlihat pemandangan pedagang makanan gerobak berjejer di kawasan Sabang. Dalam tenda, tempat duduk penuh pelanggan yang makan di tempat, tanpa jaga jarak.
Lewat dari arah Menteng melalui Jalan Sabang, keramaian ditambah dengan padatnya lalu lintas kendaraan. Kemacetan terjadi biasanya karena ada mobil yang ingin parkir dan keluar dari kawasan itu.
Dalam benak saya, kondisi ini mengherankan. Padahal, Jalan Sabang berada di kawasan pusat kota dan berada di ring 1 Balai Kota, tempat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berkantor. Kenapa mereka dibiarkan menumpuk makan di sana?
Pikir saya, harusnya kawasan itu masuk dalam pengawasan Pemprov DKI Jakarta. Namun, seolah dibiarkan. Dalam hati saya bergumam, apa mereka tak takut kena Covid-19? Padahal kalau dilihat, rata-rata pembeli merupakan pekerja kantor kawasan Thamrin-Sudirman yang saya rasa mereka paham dan well educated.
Tepat pekan lalu, saya kembali lewat Jalan Sabang. Ternyata, hal yang sama masih saja terjadi. Saya sih bukannya kepengin itu orang yang jualan dibubarkan. Karena mereka juga butuh cari uang di saat pandemi. Tapi, tolonglah, pembeli dan penjual sama-sama sadar akan protokol kesehatan. Kan bisa tetap jualan tapi posisi bangku antarpengunjung diatur dan diberi jarak. Nggak ngumpul-ngumpul gerombolan kayak satu geng. Ya, tapi entahlah. [Dwi Ilhami/Wartawan Rakyat Merdeka]
]]>.
Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID .