KLB Moeldoko Ditolak Pemerintah, Pengamat : Polemik Partai Demokrat Harusnya Berakhir

Pakar politik jebolan NTU (Nanyang Technological University), Singapura, M. Isnaini menilai, polemik Partai Demokrat seharusnya sudah berakhir karena kubu Kongres Luar Biasa (KLB) Moeldoko dianggap tidak sah/tidak diakui oleh pemerintah.

“Ditambah lagi dengan mundurnya pengacara Razman Nasution sebagai kuasa hukum mereka,” tutur Isnaini dalam keterangannya sekaligus menanggapi gugatan sekelompok orang atas AD/ART Partai Demokrat 2020 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Menurut Isnaini, sepertinya Razman, sebagai koordinator tim hukum KLB Moeldoko tidak menduga Menkumham akan menolak hasil KLB ilegal dengan alasan berkas tidak lengkap, sesuai ketentuan pemerintah.

Dari kejadian itu saja, lanjut Isnaini, nampak bahwa kubu rival AHY masih terlalu nekat dalam bermanuver politik. Isnaini juga mengingatkan sisa-sisa kubu KLB Moeldoko, masih berupaya untuk menyebar hoax ala Paul Joseph Goebbels.

Goebbels adalah Menteri Penerangan Publik dan Propaganda Nazi di era Perang Dunia II, yang pertama kali secara sistematis melakukan praktek manipulasi kebohongan dalam dunia modern sebagai salah satu strategi peperangan.

Goebbels menyebarluaskan berita bohong melalui media massa sebanyak dan sesering mungkin. Hal tersebut terus menerus dilakukan hingga kebohongan itu dianggap sebagai suatu kebenaran.

Goebbels juga menciptakan praktek komunikasi sesat yang digunakan oleh banyak orang saat ini dengan lebih dahsyat, karena menggunakan platform dunia digital.

Tak hanya fenomena post-truth, ada satu fenomena lain yang sekarang ini berkembang, yang kita kenal dengan fenomena half-truth. Half-truth adalah kebenaran atau fakta yang disampaikan hanya sebagian.

Karena itu, cara-cara seperti itu harus dilawan, agar masyarakat juga tidak mudah asal menerima segala macam informasi yang belum terverifikasi kebenarannya.

Dalam konteks konflik Demokrat adalah contohnya soal kubu Moeldoko yang mengatakan bahwa penolakan oleh Kemenkumham adalah upaya pemerintah melempar persoalan ke Pengadilan. Supaya kubu Moeldoko bisa memenangkannya di Pengadilan.

“Saya pikir ini pemikiran sesat,” kata Isnaini.

Menurut Isnaini, pernyataan ini sama saja dengan menganggap Pemerintah tidak bekerja maksimal. Padahal Pemerintah sudah bekerja dengan sungguh-sungguh untuk menegakkan hukum dengan sebenar-benarnya dan seadil-adilnya berdasarkan data dan fakta.

“Jangan pernah menganggap hukum di negeri ini, dalam hal ini pengadilan, bisa dibeli dengan uang dan tidak menggunakan akal sehat,” ujarnya.

Belum lagi lanjutnya soal gugatan AD/ART Partai Demokrat 2020. Sesuai Undang-undang Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pasal. 55, batas waktu untuk menggugat AD/ART itu 90 hari setelah disahkannya AD/ART oleh Menkumham.

Artinya kata dia, peluang ini sudah kadaluwarsa, AD/ART 2020 sudah disahkan oleh Kemenkumham setahun lalu.

Isnaini juga mengingatkan, “Pelajaran dari ini semua adalah pangkat, jabatan, harta dan kekuasaan, yang selama ini diraih pasti akan membawa kegagalan dan kehancuran jika dilakukan untuk mencapai tujuan dengan cara-cara yang kotor dan licik,” katanya. [WE]

]]> Pakar politik jebolan NTU (Nanyang Technological University), Singapura, M. Isnaini menilai, polemik Partai Demokrat seharusnya sudah berakhir karena kubu Kongres Luar Biasa (KLB) Moeldoko dianggap tidak sah/tidak diakui oleh pemerintah.

“Ditambah lagi dengan mundurnya pengacara Razman Nasution sebagai kuasa hukum mereka,” tutur Isnaini dalam keterangannya sekaligus menanggapi gugatan sekelompok orang atas AD/ART Partai Demokrat 2020 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Menurut Isnaini, sepertinya Razman, sebagai koordinator tim hukum KLB Moeldoko tidak menduga Menkumham akan menolak hasil KLB ilegal dengan alasan berkas tidak lengkap, sesuai ketentuan pemerintah.

Dari kejadian itu saja, lanjut Isnaini, nampak bahwa kubu rival AHY masih terlalu nekat dalam bermanuver politik. Isnaini juga mengingatkan sisa-sisa kubu KLB Moeldoko, masih berupaya untuk menyebar hoax ala Paul Joseph Goebbels.

Goebbels adalah Menteri Penerangan Publik dan Propaganda Nazi di era Perang Dunia II, yang pertama kali secara sistematis melakukan praktek manipulasi kebohongan dalam dunia modern sebagai salah satu strategi peperangan.

Goebbels menyebarluaskan berita bohong melalui media massa sebanyak dan sesering mungkin. Hal tersebut terus menerus dilakukan hingga kebohongan itu dianggap sebagai suatu kebenaran.

Goebbels juga menciptakan praktek komunikasi sesat yang digunakan oleh banyak orang saat ini dengan lebih dahsyat, karena menggunakan platform dunia digital.

Tak hanya fenomena post-truth, ada satu fenomena lain yang sekarang ini berkembang, yang kita kenal dengan fenomena half-truth. Half-truth adalah kebenaran atau fakta yang disampaikan hanya sebagian.

Karena itu, cara-cara seperti itu harus dilawan, agar masyarakat juga tidak mudah asal menerima segala macam informasi yang belum terverifikasi kebenarannya.

Dalam konteks konflik Demokrat adalah contohnya soal kubu Moeldoko yang mengatakan bahwa penolakan oleh Kemenkumham adalah upaya pemerintah melempar persoalan ke Pengadilan. Supaya kubu Moeldoko bisa memenangkannya di Pengadilan.

“Saya pikir ini pemikiran sesat,” kata Isnaini.

Menurut Isnaini, pernyataan ini sama saja dengan menganggap Pemerintah tidak bekerja maksimal. Padahal Pemerintah sudah bekerja dengan sungguh-sungguh untuk menegakkan hukum dengan sebenar-benarnya dan seadil-adilnya berdasarkan data dan fakta.

“Jangan pernah menganggap hukum di negeri ini, dalam hal ini pengadilan, bisa dibeli dengan uang dan tidak menggunakan akal sehat,” ujarnya.

Belum lagi lanjutnya soal gugatan AD/ART Partai Demokrat 2020. Sesuai Undang-undang Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pasal. 55, batas waktu untuk menggugat AD/ART itu 90 hari setelah disahkannya AD/ART oleh Menkumham.

Artinya kata dia, peluang ini sudah kadaluwarsa, AD/ART 2020 sudah disahkan oleh Kemenkumham setahun lalu.

Isnaini juga mengingatkan, “Pelajaran dari ini semua adalah pangkat, jabatan, harta dan kekuasaan, yang selama ini diraih pasti akan membawa kegagalan dan kehancuran jika dilakukan untuk mencapai tujuan dengan cara-cara yang kotor dan licik,” katanya. [WE]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories