
KKB Mau Dijadikan Organisasi Teroris, Usman Hamid: Tak Akan Akhiri Pelanggaran HAM
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menolak wacana Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang berafiliasi dengan Operasi Papua Merdeka (OPM) dijadikan sebagai organisasi teroris.
“Mengklasifikasi kelompok bersenjata yang berafiliasi dengan OPM sebagai organisasi teroris tidak akan mengakhiri pelanggaran hak asasi manusia yang dialami oleh orang Papua, banyak di antaranya diduga dilakukan oleh aparat keamanan negara,” ujar Usman dalam keterangan yang diterima, Rabu (24/3).
Menurutnya, untuk tindakan kriminal bersenjata yang dilakukan oleh aktor non-negara, sebaiknya tetap dengan pendekatan hukum.
Sebelumnya, dalam rapat dengan Komisi III DPR, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Boy Rafli Amar mengatakan bahwa BNPT sedang mempertimbangkan menyebut kelompok bersenjata yang berafiliasi dengan OPM sebagai organisasi teroris.
“Kami sedang terus menggagas diskusi-diskusi dengan beberapa kementerian/lembaga berkaitan dengan masalah nomenklatur KKB, untuk kemungkinannya apakah ini bisa dikategorikan organisasi terorisme,” kata Boy dalam rapat tersebut.
Usman mengungkapkan, pihaknya khawatir bahwa pemberian label teroris akan dijadikan dalih untuk semakin membatasi kebebasan berekspresi dan berkumpul orang Papua melalui UU Terorisme.
UU ini sebelumnya sudah dikritik oleh Amnesty International karena berpotensi melanggar HAM.
Dalam tiga bulan pertama 2021 saja, kata Usman, sudah ada setidaknya tiga kasus dugaan pembunuhan di luar hukum (unlawful killing) oleh aparat keamanan, dengan total 5 korban.
“Pemerintah seharusnya fokus menginvestigasi kasus-kasus ini dan menghentikan pembunuhan di luar hukum dan pelanggaran HAM lainnya di Papua dan Papua Barat,” tegasnya.
Sementara, menurut catatan Amnesty International Indonesia, sejak Februari 2018 sampai Maret 2021 ada setidaknya 49 kasus dugaan pembunuhan di luar hukum oleh aparat keamanan dengan total 83 korban.
Tiga kasus yang terjadi pada tahun 2021, pertama kasus Janius Bagau, Soni Bagau dan Justinus Bagau di Puskesmas Bilogai, Yokatapa, Sugapa, Intan Jaya, Papua pada 15 Februari 2021.
Kedua, kasus Donatus Mirip di Distrik Sugapa, Intan Jaya, Papua pada 27 Februari 2021. Ketiga, kasus Melianus Nayagau di Distrik Sugapa, Intan Jaya, Papua pada 6 Maret 2021. [NDA]
]]> Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menolak wacana Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang berafiliasi dengan Operasi Papua Merdeka (OPM) dijadikan sebagai organisasi teroris.
“Mengklasifikasi kelompok bersenjata yang berafiliasi dengan OPM sebagai organisasi teroris tidak akan mengakhiri pelanggaran hak asasi manusia yang dialami oleh orang Papua, banyak di antaranya diduga dilakukan oleh aparat keamanan negara,” ujar Usman dalam keterangan yang diterima, Rabu (24/3).
Menurutnya, untuk tindakan kriminal bersenjata yang dilakukan oleh aktor non-negara, sebaiknya tetap dengan pendekatan hukum.
Sebelumnya, dalam rapat dengan Komisi III DPR, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Boy Rafli Amar mengatakan bahwa BNPT sedang mempertimbangkan menyebut kelompok bersenjata yang berafiliasi dengan OPM sebagai organisasi teroris.
“Kami sedang terus menggagas diskusi-diskusi dengan beberapa kementerian/lembaga berkaitan dengan masalah nomenklatur KKB, untuk kemungkinannya apakah ini bisa dikategorikan organisasi terorisme,” kata Boy dalam rapat tersebut.
Usman mengungkapkan, pihaknya khawatir bahwa pemberian label teroris akan dijadikan dalih untuk semakin membatasi kebebasan berekspresi dan berkumpul orang Papua melalui UU Terorisme.
UU ini sebelumnya sudah dikritik oleh Amnesty International karena berpotensi melanggar HAM.
Dalam tiga bulan pertama 2021 saja, kata Usman, sudah ada setidaknya tiga kasus dugaan pembunuhan di luar hukum (unlawful killing) oleh aparat keamanan, dengan total 5 korban.
“Pemerintah seharusnya fokus menginvestigasi kasus-kasus ini dan menghentikan pembunuhan di luar hukum dan pelanggaran HAM lainnya di Papua dan Papua Barat,” tegasnya.
Sementara, menurut catatan Amnesty International Indonesia, sejak Februari 2018 sampai Maret 2021 ada setidaknya 49 kasus dugaan pembunuhan di luar hukum oleh aparat keamanan dengan total 83 korban.
Tiga kasus yang terjadi pada tahun 2021, pertama kasus Janius Bagau, Soni Bagau dan Justinus Bagau di Puskesmas Bilogai, Yokatapa, Sugapa, Intan Jaya, Papua pada 15 Februari 2021.
Kedua, kasus Donatus Mirip di Distrik Sugapa, Intan Jaya, Papua pada 27 Februari 2021. Ketiga, kasus Melianus Nayagau di Distrik Sugapa, Intan Jaya, Papua pada 6 Maret 2021. [NDA]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .