Kenaikan Harga Pangan Masih Berlangsung, Daging Sapi Turun Tipis .
Fluktuasi harga pangan sejak akhir tahun 2020 masih berlangsung hingga saat ini. Terjadinya fluktuasi dipengaruhi beberapa hal, seperti cuaca, distribusi, ketimpangan antara produksi dalam negeri dan juga permintaan.
“Serta tidak berjalan lancarnya penerbitan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dan Surat Perizinan Impor (SPI) untuk kebutuhan importasi komoditas tertentu,” imbuh Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Indra Setiawan dalam keterangan tertulisnya kepada RM.id, Selasa (20/4/2021)
Dikatakan, berdasarkan pantauan dan data Indeks Bulanan Rumah Tangga (Bu RT) Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) pada bulan Maret, terlihat adanya kenaikan harga pada beberapa komoditas, seperti ayam, bawang merah, bawang putih dan cabai merah.
Meskipun demikian, harga daging sapi mengalami penurunan tipis. Salah satu komoditas strategis yang menunjukkan tren peningkatan harga adalah daging ayam.
Indeks Bu RT menunjukkan peningkatan harga sebesar Rp 1.693 dari Rp 35.580 di bulan Februari menjadi Rp 37.273 di bulan Maret. Naiknya harga ayam turut andil terhadap kenaikan inflasi keseluruhan, yakni sebesar 0,01 persen.
”Kenaikan harga pakan menjadi salah satu penyebab naiknya harga daging ayam yang disebabkan oleh naiknya harga produksi, kesulitan peternak rakyat mendapatkan bibit Day Old Chicken (DOC) dan harga DOC yang merangkak naik,” terang Indra.
Kondisi serupa dapat ditemui di komoditas bawang, baik bawang merah maupun putih. Data Indeks Bu RT menunjukkan kenaikan harga bawang merah sebesar Rp 3.155 dari yang mulanya Rp 69.867 di bulan Februari kini menjadi Rp 73.022.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo sempat mengatakan kemungkinan naiknya harga bawang akibat tingginya permintaan menjelang puasa dan Idul Fitri 2021.
Menteri Pertanian juga menyampaikan alasan lain di balik naiknya harga bawang merah, yakni musim penghujan dan pandemi Covid-19.
Beriringan dengan bawang merah, lanjut Indra, harga bawang putih juga mengalami peningkatan. Indeks Bu RT mencatat kenaikan sebesar Rp 2.287 dari Rp 30.742 menjadi Rp 33.029 dalam kurun waktu satu bulan dari Februari ke Maret.
Salah satu alasan yang kemudian dapat menjelaskan kenaikan ini adalah Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dan SPI yang rumit.
Proses penerbitan RIPH dan SPI yang tidak transparan dan berbelit berpotensi memperlambat proses impor.
Menurutnya, pemerintah perlu mempertimbangkan untuk merelaksasi proses RIPH dan SPI, terutama untuk komoditas penting yang ketersediaannya sebagian besar berasal dari luar negeri, sebagaimana yang sempat dilakukan tahun lalu.
“Tentu saja tanpa mengabaikan proses pemeriksaaan,” terangnya.
Komoditas lainnya yang mengalami kenaikan adalah harga cabai rawit yang mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Dalam Indeks Bu RT, terlihat adanya kenaikan harga sebesar Rp 7.033 dari yang semula berkisar Rp 90.700 pada bulan Februari menjadi Rp 97.733.
Ada beragam faktor yang mempengaruhi harga cabai rawit ini, seperti cuaca ekstrem yang menyebabkan peningkatan serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT), kerusakan tanaman, dan banjir di beberapa wilayah sentra produksi.
Harga daging sapi turun tipis di bulan Maret. Jika pada bulan sebelumnya harganya berada di angka Rp 148.693, terjadi penurunan sebesar Rp 873 menjadi Rp 147.820.
Penurunan tipis ini kata Indra, menunjukkan harga daging sapi masih stabil tinggi. Salah satu pengaruh stabilnya harga dari komoditas strategis ini antara lain realisasi impor daging jenis lembu pada Januari dan Februari 2021 mencapai 84.142 ton.
Menurutnya, hal ini membuat kenaikan harga dapat diantisipasi dengan mencukupi persediaan daging menjelang Ramadan.
Disebutkan, tingginya harga daging sapi sempat menyebabkan pedagang daging sapi melakukan demonstrasi dan menolak berjualan.
Hal ini disebabkan oleh harga daging sapi yang melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah, yaitu sebesar Rp 120.000 per kilogram.
“Tingginya harga daging sapi perlu diatasi dengan melihat ke persoalan di hulu, salah satunya adalah rantai distribusi yang panjang yang bisa menimbulkan biaya tambahan yang tidak sedikit yang pada akhirnya berpengaruh kepada harga jual,” tandas Indra. [FAZ]
]]> .
Fluktuasi harga pangan sejak akhir tahun 2020 masih berlangsung hingga saat ini. Terjadinya fluktuasi dipengaruhi beberapa hal, seperti cuaca, distribusi, ketimpangan antara produksi dalam negeri dan juga permintaan.
“Serta tidak berjalan lancarnya penerbitan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dan Surat Perizinan Impor (SPI) untuk kebutuhan importasi komoditas tertentu,” imbuh Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Indra Setiawan dalam keterangan tertulisnya kepada RM.id, Selasa (20/4/2021)
Dikatakan, berdasarkan pantauan dan data Indeks Bulanan Rumah Tangga (Bu RT) Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) pada bulan Maret, terlihat adanya kenaikan harga pada beberapa komoditas, seperti ayam, bawang merah, bawang putih dan cabai merah.
Meskipun demikian, harga daging sapi mengalami penurunan tipis. Salah satu komoditas strategis yang menunjukkan tren peningkatan harga adalah daging ayam.
Indeks Bu RT menunjukkan peningkatan harga sebesar Rp 1.693 dari Rp 35.580 di bulan Februari menjadi Rp 37.273 di bulan Maret. Naiknya harga ayam turut andil terhadap kenaikan inflasi keseluruhan, yakni sebesar 0,01 persen.
”Kenaikan harga pakan menjadi salah satu penyebab naiknya harga daging ayam yang disebabkan oleh naiknya harga produksi, kesulitan peternak rakyat mendapatkan bibit Day Old Chicken (DOC) dan harga DOC yang merangkak naik,” terang Indra.
Kondisi serupa dapat ditemui di komoditas bawang, baik bawang merah maupun putih. Data Indeks Bu RT menunjukkan kenaikan harga bawang merah sebesar Rp 3.155 dari yang mulanya Rp 69.867 di bulan Februari kini menjadi Rp 73.022.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo sempat mengatakan kemungkinan naiknya harga bawang akibat tingginya permintaan menjelang puasa dan Idul Fitri 2021.
Menteri Pertanian juga menyampaikan alasan lain di balik naiknya harga bawang merah, yakni musim penghujan dan pandemi Covid-19.
Beriringan dengan bawang merah, lanjut Indra, harga bawang putih juga mengalami peningkatan. Indeks Bu RT mencatat kenaikan sebesar Rp 2.287 dari Rp 30.742 menjadi Rp 33.029 dalam kurun waktu satu bulan dari Februari ke Maret.
Salah satu alasan yang kemudian dapat menjelaskan kenaikan ini adalah Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dan SPI yang rumit.
Proses penerbitan RIPH dan SPI yang tidak transparan dan berbelit berpotensi memperlambat proses impor.
Menurutnya, pemerintah perlu mempertimbangkan untuk merelaksasi proses RIPH dan SPI, terutama untuk komoditas penting yang ketersediaannya sebagian besar berasal dari luar negeri, sebagaimana yang sempat dilakukan tahun lalu.
“Tentu saja tanpa mengabaikan proses pemeriksaaan,” terangnya.
Komoditas lainnya yang mengalami kenaikan adalah harga cabai rawit yang mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Dalam Indeks Bu RT, terlihat adanya kenaikan harga sebesar Rp 7.033 dari yang semula berkisar Rp 90.700 pada bulan Februari menjadi Rp 97.733.
Ada beragam faktor yang mempengaruhi harga cabai rawit ini, seperti cuaca ekstrem yang menyebabkan peningkatan serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT), kerusakan tanaman, dan banjir di beberapa wilayah sentra produksi.
Harga daging sapi turun tipis di bulan Maret. Jika pada bulan sebelumnya harganya berada di angka Rp 148.693, terjadi penurunan sebesar Rp 873 menjadi Rp 147.820.
Penurunan tipis ini kata Indra, menunjukkan harga daging sapi masih stabil tinggi. Salah satu pengaruh stabilnya harga dari komoditas strategis ini antara lain realisasi impor daging jenis lembu pada Januari dan Februari 2021 mencapai 84.142 ton.
Menurutnya, hal ini membuat kenaikan harga dapat diantisipasi dengan mencukupi persediaan daging menjelang Ramadan.
Disebutkan, tingginya harga daging sapi sempat menyebabkan pedagang daging sapi melakukan demonstrasi dan menolak berjualan.
Hal ini disebabkan oleh harga daging sapi yang melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah, yaitu sebesar Rp 120.000 per kilogram.
“Tingginya harga daging sapi perlu diatasi dengan melihat ke persoalan di hulu, salah satunya adalah rantai distribusi yang panjang yang bisa menimbulkan biaya tambahan yang tidak sedikit yang pada akhirnya berpengaruh kepada harga jual,” tandas Indra. [FAZ]
]]> .
Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID .