Kemristek Jadi Nggak Efektif Perpres BRIN Jangan Ditunda, Belanja Riset Masih Ngecer
Keberadaan Peraturan Presiden (Perpres) untuk Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang berada di bawah naungan Kementerian Ristek dan Teknologi (Kemristek) dirasakan semakin mendesak.
Sebab, hingga saat ini, belanja riset di lembaga yang menjadi salah satu ujung tombak dalam penanganan pandemi Covid-19 itu masih belum terintegrasi. Masih tersebar kecil-kecil alias ngecer di berbagai kementerian/lembaga.
“Keberadaan Perpres BRIN ini menjadi strategis dan penting untuk menjadi jawaban atas kegundahan Bapak Presiden, mengenai belanja riset yang tidak terorganisasi sama sekali dan cenderung kecil-kecil menyebar. Sehingga akhirnya, hanya berupa penyerapan anggaran tanpa output yang jelas. Karena itu, beliau berharap ada integrasi melalui BRIN untuk memperbaiki kualitas belanja riset,” kata Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala BRIN Bambang PS Brodjonegoro dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI, Jakarta, Selasa (30/3).
Dasar hukum pelaksanaan tugas dan fungsi Kemristek/BRIN saat ini hanya berpedoman pada Perpres Nomor 50 Tahun 2020 tentang Kementerian Riset dan Teknologi yang diundangkan pada 31 Maret 2020. Namun, hingga saat ini, Perpres tersebut belum diundangkan.
“Pengundangan harusnya dilakukan secara otomatis oleh Kemenkum HAM terhadap semua bentuk produk hukum. Baik itu Undang-undang, Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden. Namun, sampai hari ini, Perpres tersebut belum diundangkan. Sehingga, organisasi kami praktis tidak ada,” jelas Bambang.
“Kalau diperhatikan tanggalnya – karena seharusnya diundangkan pada 30 Maret 2020 -, besok genap setahun kami tidak memiliki organisasi. Atau genap setahun Perpres tersebut tidak diundangkan,” imbuh Bambang.
Meski dengan kapasitas terbatas, BRIN tetap bisa melakukan atau membentuk konsorsium yang sudah melahirkan berbagai produk.
Keberadaan dan kejelasan dasar hukum pengaturan mengenai BRIN sangat strategis dan penting dalam rangka memenuhi mandat konstitusi, mendukung perwujudan visi dan misi Presiden RI, mendukung percepatan penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional. Serta mengoptimalkan peran riset dan inovasi dalam pembangunan nasional.
Kondisi ketiadaan dasar hukum Perpres BRIN juga berdampak pada tidak efektif dan tidak optimalnya pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Riset dan Teknologi (Kemristek), karena kelembagaan Kemristek dibentuk menjadi satu kesatuan dengan BRIN. “Sehingga, sulit sekali bagi kami untuk mencoba memenuhi apa yang menjadi key performace index dari Kemristek/BRIN,” kata Bambang. [HES]
]]> Keberadaan Peraturan Presiden (Perpres) untuk Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang berada di bawah naungan Kementerian Ristek dan Teknologi (Kemristek) dirasakan semakin mendesak.
Sebab, hingga saat ini, belanja riset di lembaga yang menjadi salah satu ujung tombak dalam penanganan pandemi Covid-19 itu masih belum terintegrasi. Masih tersebar kecil-kecil alias ngecer di berbagai kementerian/lembaga.
“Keberadaan Perpres BRIN ini menjadi strategis dan penting untuk menjadi jawaban atas kegundahan Bapak Presiden, mengenai belanja riset yang tidak terorganisasi sama sekali dan cenderung kecil-kecil menyebar. Sehingga akhirnya, hanya berupa penyerapan anggaran tanpa output yang jelas. Karena itu, beliau berharap ada integrasi melalui BRIN untuk memperbaiki kualitas belanja riset,” kata Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala BRIN Bambang PS Brodjonegoro dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI, Jakarta, Selasa (30/3).
Dasar hukum pelaksanaan tugas dan fungsi Kemristek/BRIN saat ini hanya berpedoman pada Perpres Nomor 50 Tahun 2020 tentang Kementerian Riset dan Teknologi yang diundangkan pada 31 Maret 2020. Namun, hingga saat ini, Perpres tersebut belum diundangkan.
“Pengundangan harusnya dilakukan secara otomatis oleh Kemenkum HAM terhadap semua bentuk produk hukum. Baik itu Undang-undang, Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden. Namun, sampai hari ini, Perpres tersebut belum diundangkan. Sehingga, organisasi kami praktis tidak ada,” jelas Bambang.
“Kalau diperhatikan tanggalnya – karena seharusnya diundangkan pada 30 Maret 2020 -, besok genap setahun kami tidak memiliki organisasi. Atau genap setahun Perpres tersebut tidak diundangkan,” imbuh Bambang.
Meski dengan kapasitas terbatas, BRIN tetap bisa melakukan atau membentuk konsorsium yang sudah melahirkan berbagai produk.
Keberadaan dan kejelasan dasar hukum pengaturan mengenai BRIN sangat strategis dan penting dalam rangka memenuhi mandat konstitusi, mendukung perwujudan visi dan misi Presiden RI, mendukung percepatan penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional. Serta mengoptimalkan peran riset dan inovasi dalam pembangunan nasional.
Kondisi ketiadaan dasar hukum Perpres BRIN juga berdampak pada tidak efektif dan tidak optimalnya pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Riset dan Teknologi (Kemristek), karena kelembagaan Kemristek dibentuk menjadi satu kesatuan dengan BRIN. “Sehingga, sulit sekali bagi kami untuk mencoba memenuhi apa yang menjadi key performace index dari Kemristek/BRIN,” kata Bambang. [HES]
]]>.
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .