Kemenperin Perkuat TKDN, Impor Ponsel Turun Drastis .

Pemberlakuan Tingkat Kandungan Lokal Dalam Negeri (TKDN) wajib untuk produk Handphone, Komputer Genggam, dan Tablet (HKT) dengan teknologi 4G/LTE berhasil menurunkan impor dan meningkatkan jumlah produksi ponsel dalam negeri. Pada 2020, impor ponsel hanya mencapai 3,9 juta unit, dibandingkan dengan produksi yang mencapai 97,5 juta unit.

Aturan TKDN yang dimaksud adalan Permenkominfo No 27/2015, serta tata cara penghitungan TKDN pada Permenperin No 29/2017.

Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, TKDN merupakan suatu bentuk regulasi yang terbukti dapat menurunkan nilai impor secara efektif dan strategis seperti yang terlihat pada produk ponsel. Ponsel yang tadinya diimpor secara utuh dapat mulai diproduksi di dalam negeri.

“Hal ini tentunya sejalan dengan program Substitusi Impor hingga 35 persen sampai akhir tahun 2022 yang digagas pemerintah,” katanya Selasa (27/4).

Berlakunya TKDN wajib tidak menutup impor secara penuh. Terdapat dua skema yang memungkinkan dilakukannya impor ponsel, yaitu dengan skema TKDN Produk Tertentu (software), dimana produk ponsel diimpor tanpa terinstall Operating System yang kemudian diinstall di Indonesia. 

Atau dengan skema TKDN Pusat Inovasi, dimana pemegang merek melakukan investasi membuat Pusat Inovasi di dalam negeri sehingga dapat melakukan importasi ponsel secara utuh.

Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, Taufiek Bawazier mengatakan, penerapan TKDN yang dilakukan secara strategis untuk ponsel terbukti dapat memberikan dampak yang sangat positif bagi negara sehingga kedepannya tidak menutup kemungkinan jika akan diberlakukan untuk produk strategis lainnya.

“Melalui penerapan TKDN, industri ponsel dalam negeri dapat tumbuh dan membuka banyak sekali lapangan pekerjaan. Sehubungan dengan program Substitusi Impor Pemerintah, produk-produk elektronika dan telematika yang memiliki nilai impor tinggi tentu menjadi perhatian kami untuk nantinya dapat diterapkan ketentuan serupa,” ujar Taufiek.

Pada 2020, pengajuan Tanda Pendaftaran Produk (TPP) impor untuk produk 4G/LTE yang dimiliki Kemenperin hanya mencapai 4,1 juta unit, yang didominasi ponsel Apple sebesar 3,8 juta unit karena menggunakan skema TKDN Pusat Inovasi. Sehingga, impor murni tanpa adanya investasi dalam negeri hanya 300 ribu unit atau 7,3 persen.

Namun, penurunan nilai impor ponsel diikuti dengan meningkatnya nilai impor komponen ponsel yang dipakai industri untuk membuat ponsel di dalam negeri. Menanggapi hal ini, Taufiek mengatakan, penerapan TKDN wajib masih dapat dimaksimalkan agar industri ponsel dalam negeri dapat tumbuh hingga ke komponen-komponennya. 

“Kami terus melakukan evaluasi dan monitoring terhadap tata cara penghitungan TKDN yang tertuang dalam Permenperin No 29/2017. Tumbuhnya industri ponsel seharusnya dapat diikuti dengan munculnya industri komponen ponsel sehingga industri ponsel Indonesia dapat memiliki daya saing yang tinggi di pasar internasional,” tutur Taufiek.

Berdasarkan rekapitulasi TPP Impor Kemenperin, pada tahun 2020 tidak tercatat adanya impor dari Vietnam, khususnya untuk ponsel merek Korea Selatan. Importasi ponsel merek Korea Selatan dilakukan langsung dari Korea Selatan menggunakan skema TKDN Produk Tertentu (software) dengan total pengajuan hanya 30 ribu unit. 

Di sisi lain, ponsel dengan teknologi 2G/3G belum diberlakukan ketentuan TKDN sehingga masih tercatat adanya impor yang berasal dari Vietnam walaupun jumlahnya relatif kecil jika dibandingkan dengan jumlah yang diproduksi di dalam negeri.

Menurut Direktur Industri Elektronika dan Telematika Kemenperin, Ali Murtopo Simbolon, tidak adanya impor ponsel dari Vietnam bukan berarti Pemerintah melarang atau menutup impor dari suatu negara tertentu. Pemerintah memperhatikan neraca perdagangan suatu produk dalam menentukan regulasi atau kebijakan yang akan diambil.

“Performa neraca perdagangan suatu produk menjadi indikator bagi kami dalam menentukan produk-produk yang menjadi perhatian utama. Kita sifatnya terbuka dalam perdagangan internasional, termasuk impor, apalagi terhadap produk dengan neraca perdagangan yang masih positif,” papar Ali. [DIT]

]]> .
Pemberlakuan Tingkat Kandungan Lokal Dalam Negeri (TKDN) wajib untuk produk Handphone, Komputer Genggam, dan Tablet (HKT) dengan teknologi 4G/LTE berhasil menurunkan impor dan meningkatkan jumlah produksi ponsel dalam negeri. Pada 2020, impor ponsel hanya mencapai 3,9 juta unit, dibandingkan dengan produksi yang mencapai 97,5 juta unit.

Aturan TKDN yang dimaksud adalan Permenkominfo No 27/2015, serta tata cara penghitungan TKDN pada Permenperin No 29/2017.

Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, TKDN merupakan suatu bentuk regulasi yang terbukti dapat menurunkan nilai impor secara efektif dan strategis seperti yang terlihat pada produk ponsel. Ponsel yang tadinya diimpor secara utuh dapat mulai diproduksi di dalam negeri.

“Hal ini tentunya sejalan dengan program Substitusi Impor hingga 35 persen sampai akhir tahun 2022 yang digagas pemerintah,” katanya Selasa (27/4).

Berlakunya TKDN wajib tidak menutup impor secara penuh. Terdapat dua skema yang memungkinkan dilakukannya impor ponsel, yaitu dengan skema TKDN Produk Tertentu (software), dimana produk ponsel diimpor tanpa terinstall Operating System yang kemudian diinstall di Indonesia. 

Atau dengan skema TKDN Pusat Inovasi, dimana pemegang merek melakukan investasi membuat Pusat Inovasi di dalam negeri sehingga dapat melakukan importasi ponsel secara utuh.

Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, Taufiek Bawazier mengatakan, penerapan TKDN yang dilakukan secara strategis untuk ponsel terbukti dapat memberikan dampak yang sangat positif bagi negara sehingga kedepannya tidak menutup kemungkinan jika akan diberlakukan untuk produk strategis lainnya.

“Melalui penerapan TKDN, industri ponsel dalam negeri dapat tumbuh dan membuka banyak sekali lapangan pekerjaan. Sehubungan dengan program Substitusi Impor Pemerintah, produk-produk elektronika dan telematika yang memiliki nilai impor tinggi tentu menjadi perhatian kami untuk nantinya dapat diterapkan ketentuan serupa,” ujar Taufiek.

Pada 2020, pengajuan Tanda Pendaftaran Produk (TPP) impor untuk produk 4G/LTE yang dimiliki Kemenperin hanya mencapai 4,1 juta unit, yang didominasi ponsel Apple sebesar 3,8 juta unit karena menggunakan skema TKDN Pusat Inovasi. Sehingga, impor murni tanpa adanya investasi dalam negeri hanya 300 ribu unit atau 7,3 persen.

Namun, penurunan nilai impor ponsel diikuti dengan meningkatnya nilai impor komponen ponsel yang dipakai industri untuk membuat ponsel di dalam negeri. Menanggapi hal ini, Taufiek mengatakan, penerapan TKDN wajib masih dapat dimaksimalkan agar industri ponsel dalam negeri dapat tumbuh hingga ke komponen-komponennya. 

“Kami terus melakukan evaluasi dan monitoring terhadap tata cara penghitungan TKDN yang tertuang dalam Permenperin No 29/2017. Tumbuhnya industri ponsel seharusnya dapat diikuti dengan munculnya industri komponen ponsel sehingga industri ponsel Indonesia dapat memiliki daya saing yang tinggi di pasar internasional,” tutur Taufiek.

Berdasarkan rekapitulasi TPP Impor Kemenperin, pada tahun 2020 tidak tercatat adanya impor dari Vietnam, khususnya untuk ponsel merek Korea Selatan. Importasi ponsel merek Korea Selatan dilakukan langsung dari Korea Selatan menggunakan skema TKDN Produk Tertentu (software) dengan total pengajuan hanya 30 ribu unit. 

Di sisi lain, ponsel dengan teknologi 2G/3G belum diberlakukan ketentuan TKDN sehingga masih tercatat adanya impor yang berasal dari Vietnam walaupun jumlahnya relatif kecil jika dibandingkan dengan jumlah yang diproduksi di dalam negeri.

Menurut Direktur Industri Elektronika dan Telematika Kemenperin, Ali Murtopo Simbolon, tidak adanya impor ponsel dari Vietnam bukan berarti Pemerintah melarang atau menutup impor dari suatu negara tertentu. Pemerintah memperhatikan neraca perdagangan suatu produk dalam menentukan regulasi atau kebijakan yang akan diambil.

“Performa neraca perdagangan suatu produk menjadi indikator bagi kami dalam menentukan produk-produk yang menjadi perhatian utama. Kita sifatnya terbuka dalam perdagangan internasional, termasuk impor, apalagi terhadap produk dengan neraca perdagangan yang masih positif,” papar Ali. [DIT]
]]> .
Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories