Kasus Rasuah Penyidik AKP Robin KPK Usut Permintaan Duit Kepada Wali Kota Cimahi .

Permintaan uang yang dilakukan oknum KPK kepada Wali Kota Cimahi, Ajay Muhammad Priatna ternyata bukan isapan jempol. KPK akhirnya menelusuri informasi yang terkuak pada sidang perkara Ajay itu.

“Kita lakukan pemeriksaan, pendalaman atas informasi adanya dugaan suap penanganan perkara di wilayah Cimahi,” kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK, Ali Fikri.

KPK pun menyatroni kantor Wali Kota Cimahi. Sejumlah pejabat dimintai keterangan. Mulai Sekretaris Daerah (Sekda), Dikdik Suratno Nugrahawan; Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Hella Haerani; Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Meity Mustika; Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Muhammad Roni, hingga Asisten Sekda Bidang Ekonomi dan Pembangunan, Ahmad Nuryana.

Kelima pejabat diperiksa sebagai saksi untuk perkara Ajun Komisaris Polisi (AKP) Stepanus Robin Pattuju. Penyidik KPK dari kepolisian itu diketahui menerima suap dari Wali Kota Tanjungbalai, Muhammad Syahrial Rp 1,3 miliar.

Rasuah itu agar KPK tidak melanjutkan pengusutan kasus dugaan korupsi di Pemerintah Kota Tanjungbalai. Belang Robin akhirnya terbongkar. Ia ditetapkan sebagai tersangka dan dijebloskan ke tahanan.

Nama Robin ada kemiripan dengan oknum KPK yang disebutkan meminta uang kepada Ajay. Orang itu mengaku bernama Roni.

Saat dihadirkan di persidangan perkara Ajay, Sekretaris Daerah (Sekda), Dikdik Suratno Nugrahawan menuturkan, permintaan fulus itu sebelum Ajay terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK.

“Pak Wali Kota diminta sejumlah uang oleh orang yang mengaku dari KPK, beliau mengatakan (dimintai) Rp 1 miliar. Saya bilang, ‘aduh mahal banget, kita uang dari mana’,” tutur Dikdik.

Dikdik mengungkapkan, oknum itu datang menemui Ajay membawa identitas. Sempat terjadi negosiasi. Uang yang diminta turun menjadi Rp 500 juta supaya Ajay tidak di-OTT.

“Pak Ajay meminta bantuan kepada saya, supaya disampaikan kepada Kepala SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah—red) untuk ‘iuran’ sukarela,” tutur Dikdik.

Uang “iuran” dikumpulkan di Asisten Sekda Bidang Ekonomi dan Pembangunan Ahmad Nuryana. Terkumpul Rp 200 juta. Selanjutnya uang diserah­kan kepada Yanti, pegawai di perusahaan Ajay untuk diteruskan kepada oknum KPK itu.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Budi Nugraha mencecar Dikdik kenapa tidak melaporkan permintaan uang ini ke KPK ataupun kepolisian. Menurut JPU, tidak ada nama Roni di Bidang Penindakan KPK.

 

Meski menduga Ajay kena tipu KPK gadungan, JPU akan menelusurinya. Pasalnya, modus penipuan seperti ini sudah sering terjadi. Pelakunya mengaku-aku dari KPK bisa membantu menyelesaikan kasus yang tengah diusut lembaga antirasuah.

Kenyataannya, Ajay tetap terjaring OTT lantaran menerima suap dari Komisaris Rumah Sakit Kasih Bunda (RSU KB), Hutama Yonathan. Kini, perkara Ajay tengah disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung.

KPK memastikan akan mengusut tuntas kasus yang mencoreng citra lembaga yang dipimpin Komisaris Jenderal Polisi Firli Bahuri ini.

Perkara Robin bermula ketika KPK melakukan pengusutan perkara dugaan jual beli jabatan di Pemerintahan Kota Tanjungbalai. Kasus ini diduga melibatkan Wali Kota, M Syahrial.

Merasa sedang dibidik KPK, pada Oktober 2020 Syahrial menemui Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin. Keduanya sama-sama berasal dari Partai Golkar. “MS (M Syahrial), menyampaikan permasalahan adanya penyelidikan yang sedang dilakukan KPK di Pemerintahan Kota Tanjungbalai,” Ketua KPK Firli Bahuri dalam keterangan pers.

Azis kemudian memerintahkan ajudannya menghubungi Robin meminta supaya datang. Robin meluncur ke rumah dinas Azis di Jakarta Selatan. Azis memperkenalkan Syahrial dengan Robin. Syahrial pun mengutarakan keinginan agar perkara yang melibatkan dirinya tidak naik ke penyidikan.

“MS meminta agar SRP (Stepanus Robin Pattuju) dapat membantu supaya nanti permasalahan penyelidikan tersebut tidak ditindaklanjuti oleh KPK,” kata Firli.

Untuk menindaklanjuti permintaan itu, Robin memperkenalkan Syahrial dengan pengacara Maskur Husain. Disepakati biaya Rp 1,5 miliar untuk menyetop pengusutan kasus jual beli jabatan di Pemkot Tanjungbalai.

Syahrial kemudian mentransfer uang secara bertahap seban­yak 59 kali ke rekening milik Riefka Amalia, teman Robin. Rekening ini sudah disiapkan untuk menampung rasuah.

Total, Robin sudah menerima Rp 1,3 miliar. Ia membagi Rp 325 juta dan Rp 200 juta kepada Maskur.

KPK menetapkan Robin, Maskur dan Syahrial sebagai tersangka. Robin dan Maskur lebih dulu dijebloskan ke sel. Syahrial menyusul dijemput dan diterbangkan ke ibu kota. Usai pemeriksaan di Gedung Merah Putih, Syahril ditahan. [GPG]

]]> .
Permintaan uang yang dilakukan oknum KPK kepada Wali Kota Cimahi, Ajay Muhammad Priatna ternyata bukan isapan jempol. KPK akhirnya menelusuri informasi yang terkuak pada sidang perkara Ajay itu.

“Kita lakukan pemeriksaan, pendalaman atas informasi adanya dugaan suap penanganan perkara di wilayah Cimahi,” kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK, Ali Fikri.

KPK pun menyatroni kantor Wali Kota Cimahi. Sejumlah pejabat dimintai keterangan. Mulai Sekretaris Daerah (Sekda), Dikdik Suratno Nugrahawan; Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Hella Haerani; Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Meity Mustika; Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Muhammad Roni, hingga Asisten Sekda Bidang Ekonomi dan Pembangunan, Ahmad Nuryana.

Kelima pejabat diperiksa sebagai saksi untuk perkara Ajun Komisaris Polisi (AKP) Stepanus Robin Pattuju. Penyidik KPK dari kepolisian itu diketahui menerima suap dari Wali Kota Tanjungbalai, Muhammad Syahrial Rp 1,3 miliar.

Rasuah itu agar KPK tidak melanjutkan pengusutan kasus dugaan korupsi di Pemerintah Kota Tanjungbalai. Belang Robin akhirnya terbongkar. Ia ditetapkan sebagai tersangka dan dijebloskan ke tahanan.

Nama Robin ada kemiripan dengan oknum KPK yang disebutkan meminta uang kepada Ajay. Orang itu mengaku bernama Roni.

Saat dihadirkan di persidangan perkara Ajay, Sekretaris Daerah (Sekda), Dikdik Suratno Nugrahawan menuturkan, permintaan fulus itu sebelum Ajay terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK.

“Pak Wali Kota diminta sejumlah uang oleh orang yang mengaku dari KPK, beliau mengatakan (dimintai) Rp 1 miliar. Saya bilang, ‘aduh mahal banget, kita uang dari mana’,” tutur Dikdik.

Dikdik mengungkapkan, oknum itu datang menemui Ajay membawa identitas. Sempat terjadi negosiasi. Uang yang diminta turun menjadi Rp 500 juta supaya Ajay tidak di-OTT.

“Pak Ajay meminta bantuan kepada saya, supaya disampaikan kepada Kepala SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah—red) untuk ‘iuran’ sukarela,” tutur Dikdik.

Uang “iuran” dikumpulkan di Asisten Sekda Bidang Ekonomi dan Pembangunan Ahmad Nuryana. Terkumpul Rp 200 juta. Selanjutnya uang diserah­kan kepada Yanti, pegawai di perusahaan Ajay untuk diteruskan kepada oknum KPK itu.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Budi Nugraha mencecar Dikdik kenapa tidak melaporkan permintaan uang ini ke KPK ataupun kepolisian. Menurut JPU, tidak ada nama Roni di Bidang Penindakan KPK.

 

Meski menduga Ajay kena tipu KPK gadungan, JPU akan menelusurinya. Pasalnya, modus penipuan seperti ini sudah sering terjadi. Pelakunya mengaku-aku dari KPK bisa membantu menyelesaikan kasus yang tengah diusut lembaga antirasuah.

Kenyataannya, Ajay tetap terjaring OTT lantaran menerima suap dari Komisaris Rumah Sakit Kasih Bunda (RSU KB), Hutama Yonathan. Kini, perkara Ajay tengah disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung.

KPK memastikan akan mengusut tuntas kasus yang mencoreng citra lembaga yang dipimpin Komisaris Jenderal Polisi Firli Bahuri ini.

Perkara Robin bermula ketika KPK melakukan pengusutan perkara dugaan jual beli jabatan di Pemerintahan Kota Tanjungbalai. Kasus ini diduga melibatkan Wali Kota, M Syahrial.

Merasa sedang dibidik KPK, pada Oktober 2020 Syahrial menemui Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin. Keduanya sama-sama berasal dari Partai Golkar. “MS (M Syahrial), menyampaikan permasalahan adanya penyelidikan yang sedang dilakukan KPK di Pemerintahan Kota Tanjungbalai,” Ketua KPK Firli Bahuri dalam keterangan pers.

Azis kemudian memerintahkan ajudannya menghubungi Robin meminta supaya datang. Robin meluncur ke rumah dinas Azis di Jakarta Selatan. Azis memperkenalkan Syahrial dengan Robin. Syahrial pun mengutarakan keinginan agar perkara yang melibatkan dirinya tidak naik ke penyidikan.

“MS meminta agar SRP (Stepanus Robin Pattuju) dapat membantu supaya nanti permasalahan penyelidikan tersebut tidak ditindaklanjuti oleh KPK,” kata Firli.

Untuk menindaklanjuti permintaan itu, Robin memperkenalkan Syahrial dengan pengacara Maskur Husain. Disepakati biaya Rp 1,5 miliar untuk menyetop pengusutan kasus jual beli jabatan di Pemkot Tanjungbalai.

Syahrial kemudian mentransfer uang secara bertahap seban­yak 59 kali ke rekening milik Riefka Amalia, teman Robin. Rekening ini sudah disiapkan untuk menampung rasuah.

Total, Robin sudah menerima Rp 1,3 miliar. Ia membagi Rp 325 juta dan Rp 200 juta kepada Maskur.

KPK menetapkan Robin, Maskur dan Syahrial sebagai tersangka. Robin dan Maskur lebih dulu dijebloskan ke sel. Syahrial menyusul dijemput dan diterbangkan ke ibu kota. Usai pemeriksaan di Gedung Merah Putih, Syahril ditahan. [GPG]
]]> .
Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories