Kasus PSU Pilkada Boven Digoel Perludem: Bawaslu Yang Paling Bertanggung Jawab .

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dinilai pihak yang paling bertanggung jawab atas digelarnya Pemilihan Suara Ulang (PSU) di Pilkada Boven Digoel. Pasalnya, lembaga pengawas itu telah membuat tafsir sendiri atas bunyi pasal tentang pencalonan bagi mantan terpidana.

Hal itu disampaikan peneliti Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil, kemarin.

Menurutnya, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas sengketa Pilkada Boven Digoel, didapati fakta bahwa Bawaslu telah memberi pemaknaan sendiri atas frasa ‘(pencalonan) bagi mantan terpidana. Yakni telah melewati jangka waktu 5 tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.’

Fadli menjelaskan, dalam tafsir Bawaslu, status ‘bebas bersyarat’ dianggap telah memenuhi frasa selesai menjalani pidana penjara. Sehingga, perhitungan waktu tunggu 5 tahun dihitung sejak subjek berstatus bebas bersyarat bukan bebas murni.

Aksi main tafsir Bawaslu ini, lanjut Fadli, pada akhirnya bertabrakan dengan keputusan MK tentang syarat pencalonan bagi mantan terpidana. Dalam putusannya, Majelis Hakim MK mencoret peraih suara tebanyak di Pilkada Boven Digoel 2020, yakni Yusak Yaluwo-Yakob Waremba, serta memerintahkan KPU menggelar PSU.

Seharusnya, Bawaslu berpedoman apa yang sudah diatur dalam ketentuan administrasi Pemilu, dalam hal ini Peratuan KPU (PKPU) dan Peraturan MK.

“Ini sangat disayangkan karena Bawaslu memberi pemaknaan sendiri terkait mantan terpidana yang telah menjalani masa penjara,” ujar Fadli.

Menurutnya, kasus Pilkada Boven Digoel harus jadi pelajaran berharga bagi Bawaslu. Institusi pengawas itu tidak boleh lagi melampaui kewenangannya dengan membuat tafsir hukum sendiri. “Ini problem serius terkait sengketa pencalonan. Apa yang harus dirujuk Bawaslu seharusnya syarat pencalonan Pemilu, tidak usah membuat tafsir sendiri,” tandasnya.

Diketahui, sengketa Pilkada Boven Digoel diajukan Pasangan Calon (Paslon) nomor urut 3 Martinus Wagi-Isak Bangri. Keduanya mempersoalkan proses pencalonan Paslon Yusak Yaluwo-Yacob.

Martinus menilai, semestinya salah satu calon Yusak Yaluwo baru dapat mendaftar sebagai peserta Pilkada di tahun 2022. Pasalnya, Yusak baru berstatus bebas murni pada 2017.

Sementara, pada 2014 bersangkutan hanya berstatus bebas bersyarat. Pasangan Yusak-Yacob sempat didiskualifikasi KPU dengan alasan belum memenuhi syarat sebagai pasangan calon. Tapi, putusan ini dianulir Bawaslu.

Di hari penghitungan suara, pasangan nomor urut 4 Yusak-Yacob ditetapkan meraih suara terbanyak pada Pilkada Boven Digoel dengan 16.319 suara. Sedangkan Martinus Wagi-Isak Bangri memperoleh 9.156 suara.

Tapi, hasil penghtiungan suara ini dibawa ke MK. Dan Majelis Hakim MK memutuskan Yusak belum memenuhi syarat karena baru bebas murni di 2017. Putusan lainnya adalah memerintahkan KPU melakukan PSU di Pilkada Boven Digoel. [SSL]

]]> .
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dinilai pihak yang paling bertanggung jawab atas digelarnya Pemilihan Suara Ulang (PSU) di Pilkada Boven Digoel. Pasalnya, lembaga pengawas itu telah membuat tafsir sendiri atas bunyi pasal tentang pencalonan bagi mantan terpidana.

Hal itu disampaikan peneliti Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil, kemarin.

Menurutnya, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas sengketa Pilkada Boven Digoel, didapati fakta bahwa Bawaslu telah memberi pemaknaan sendiri atas frasa ‘(pencalonan) bagi mantan terpidana. Yakni telah melewati jangka waktu 5 tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.’

Fadli menjelaskan, dalam tafsir Bawaslu, status ‘bebas bersyarat’ dianggap telah memenuhi frasa selesai menjalani pidana penjara. Sehingga, perhitungan waktu tunggu 5 tahun dihitung sejak subjek berstatus bebas bersyarat bukan bebas murni.

Aksi main tafsir Bawaslu ini, lanjut Fadli, pada akhirnya bertabrakan dengan keputusan MK tentang syarat pencalonan bagi mantan terpidana. Dalam putusannya, Majelis Hakim MK mencoret peraih suara tebanyak di Pilkada Boven Digoel 2020, yakni Yusak Yaluwo-Yakob Waremba, serta memerintahkan KPU menggelar PSU.

Seharusnya, Bawaslu berpedoman apa yang sudah diatur dalam ketentuan administrasi Pemilu, dalam hal ini Peratuan KPU (PKPU) dan Peraturan MK.

“Ini sangat disayangkan karena Bawaslu memberi pemaknaan sendiri terkait mantan terpidana yang telah menjalani masa penjara,” ujar Fadli.

Menurutnya, kasus Pilkada Boven Digoel harus jadi pelajaran berharga bagi Bawaslu. Institusi pengawas itu tidak boleh lagi melampaui kewenangannya dengan membuat tafsir hukum sendiri. “Ini problem serius terkait sengketa pencalonan. Apa yang harus dirujuk Bawaslu seharusnya syarat pencalonan Pemilu, tidak usah membuat tafsir sendiri,” tandasnya.

Diketahui, sengketa Pilkada Boven Digoel diajukan Pasangan Calon (Paslon) nomor urut 3 Martinus Wagi-Isak Bangri. Keduanya mempersoalkan proses pencalonan Paslon Yusak Yaluwo-Yacob.

Martinus menilai, semestinya salah satu calon Yusak Yaluwo baru dapat mendaftar sebagai peserta Pilkada di tahun 2022. Pasalnya, Yusak baru berstatus bebas murni pada 2017.

Sementara, pada 2014 bersangkutan hanya berstatus bebas bersyarat. Pasangan Yusak-Yacob sempat didiskualifikasi KPU dengan alasan belum memenuhi syarat sebagai pasangan calon. Tapi, putusan ini dianulir Bawaslu.

Di hari penghitungan suara, pasangan nomor urut 4 Yusak-Yacob ditetapkan meraih suara terbanyak pada Pilkada Boven Digoel dengan 16.319 suara. Sedangkan Martinus Wagi-Isak Bangri memperoleh 9.156 suara.

Tapi, hasil penghtiungan suara ini dibawa ke MK. Dan Majelis Hakim MK memutuskan Yusak belum memenuhi syarat karena baru bebas murni di 2017. Putusan lainnya adalah memerintahkan KPU melakukan PSU di Pilkada Boven Digoel. [SSL]
]]> .
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories