Kasus Korupsi Ekspor Benur Eks Petinggi Polri Kok Mau Disuruh Bikin Surat “Pungli”
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan modus korupsi baru terkait ekspor benih lobster atau benur. Eksportir dipaksa menyetorkan jaminan atau bank garansi.
Edhy Prabowo menyuruh Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Antam Novambar membuat surat perintah penarikan jaminan atau bank garansi. Padahal, tidak ada dasar hukumnya. Praktik ini bisa dianggap sebagai pungli.
Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti instruksi Edhy Prabowo kepada Antam yang notabene mantan Wakil Kepala Bareskrim Polri itu.
“Maka dari itu, ICW mendesak agar KPK segera memanggil seluruh pihak yang disebutkan, termasuk Sekjen KKP, Antam Novambar,” kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana.
Lantaran surat yang dibikin Antam itu, eksportir benur ramai-ramai menyetorkan jaminan. Terkumpul Rp 52,3 miliar, uang ini akhirnya disita KPK.
“Bukan tidak mungkin uang yang disita KPK adalah bagian komitmen fee pihak swasta yang sebenarnya ditujukan ke pejabat-pejabat Kementerian,” ujarnya.
Kurnia pun meminta pemeriksaan terhadap Antam Novambar tidak diwarnai konflik kepentingan. Sebagaimana diketahui, Ketua KPK, Deputi Penindakan KPK hingga Direktur Penyidikan KPK berasal dari Polri.
“ICW juga turut mengingatkan jajaran KPK, terutama Pimpinan dan Deputi Penindakan, agar tidak menghalang-halangi proses penanganan perkara yang sedang dilakukan oleh penyidik,” kata Kurnia.
Dia berkaca dari pengusutan kasus suap pengadaan Bantuan Sosial (Bansos) Covid-19 Kementerian Sosial dan kasus suap Pergantian Antar Waktu Anggota DPR Harun Masiku yang terdapat kejanggalan. “Rangkaian kejanggalan itu diduga dilakukan oleh oknum internal KPK sendiri, yang tidak menginginkan pihak-pihak tertentu diproses hukum,” nilai Kurnia.
Sementara Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK, Ali Fikri mengatakan, modus korupsi dengan menggunakan bank garansi merupakan hal baru. Modus ini tak mudah dilacak.
Modus ini melibatkan salah satu perusahaan bank milik negara, yang memang menyediakan fasilitas bank garansi kepada perusahaan eksportir. Nah, Antam dianggap terlibat dalam praktik ini. Karena dia menerbitkan surat perintah tertulis mengenai penarikan jaminan bank tersebut.
Surat itu menyatakan, agar pihak bank mencairkan bank garansi dari masing-masing eksportir. Kemudian, diserahkan kepada Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan. Selanjutnya, diterima oleh Kepala Kantor Balai Karantina Besar Jakarta I Soekarno Hatta.
“Padahal, aturan mengenai penyerahan jaminan bank dari para eksportir tidak ada. Jadi, ini dugaannya sebagai bentuk komitmen dalam pelaksanaan ekspor benih-benih lobster di KKP,” kata Ali.
Dia menjelaskan, pemberian bank garansi sebenarnya sudah diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 212/PMK.05/2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Penerimaan dan Pengeluaran Negara Pada Akhir Tahun Anggaran 2014 dalam Implementasi Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara.
“Tapi (ketentuan) bank garansi itu adanya di dalam proses pengadaan barang dan jasa. Misalnya, vendor mengerjakan proyek tertentu. Kemudian ada bank garansi sebagai jaminan. Kalau ini kan prinsipnya izin ekspor,” kata Ali.
Dengan temuan ini, menurutnya, KPK akan mendalami modus bank garansi ini. Bukan tidak mungkin modus ini diterapkan pada pemberian izin ekspor lainnya.
Sementara Antam enggan berkomentar mengenai surat penarikan jaminan bank garansi yang ditandatangani.
“Saya hanya akan jawab ke penyidik,” kata Antam seperti dikutip detik.com. [BYU]
]]> Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan modus korupsi baru terkait ekspor benih lobster atau benur. Eksportir dipaksa menyetorkan jaminan atau bank garansi.
Edhy Prabowo menyuruh Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Antam Novambar membuat surat perintah penarikan jaminan atau bank garansi. Padahal, tidak ada dasar hukumnya. Praktik ini bisa dianggap sebagai pungli.
Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti instruksi Edhy Prabowo kepada Antam yang notabene mantan Wakil Kepala Bareskrim Polri itu.
“Maka dari itu, ICW mendesak agar KPK segera memanggil seluruh pihak yang disebutkan, termasuk Sekjen KKP, Antam Novambar,” kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana.
Lantaran surat yang dibikin Antam itu, eksportir benur ramai-ramai menyetorkan jaminan. Terkumpul Rp 52,3 miliar, uang ini akhirnya disita KPK.
“Bukan tidak mungkin uang yang disita KPK adalah bagian komitmen fee pihak swasta yang sebenarnya ditujukan ke pejabat-pejabat Kementerian,” ujarnya.
Kurnia pun meminta pemeriksaan terhadap Antam Novambar tidak diwarnai konflik kepentingan. Sebagaimana diketahui, Ketua KPK, Deputi Penindakan KPK hingga Direktur Penyidikan KPK berasal dari Polri.
“ICW juga turut mengingatkan jajaran KPK, terutama Pimpinan dan Deputi Penindakan, agar tidak menghalang-halangi proses penanganan perkara yang sedang dilakukan oleh penyidik,” kata Kurnia.
Dia berkaca dari pengusutan kasus suap pengadaan Bantuan Sosial (Bansos) Covid-19 Kementerian Sosial dan kasus suap Pergantian Antar Waktu Anggota DPR Harun Masiku yang terdapat kejanggalan. “Rangkaian kejanggalan itu diduga dilakukan oleh oknum internal KPK sendiri, yang tidak menginginkan pihak-pihak tertentu diproses hukum,” nilai Kurnia.
Sementara Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK, Ali Fikri mengatakan, modus korupsi dengan menggunakan bank garansi merupakan hal baru. Modus ini tak mudah dilacak.
Modus ini melibatkan salah satu perusahaan bank milik negara, yang memang menyediakan fasilitas bank garansi kepada perusahaan eksportir. Nah, Antam dianggap terlibat dalam praktik ini. Karena dia menerbitkan surat perintah tertulis mengenai penarikan jaminan bank tersebut.
Surat itu menyatakan, agar pihak bank mencairkan bank garansi dari masing-masing eksportir. Kemudian, diserahkan kepada Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan. Selanjutnya, diterima oleh Kepala Kantor Balai Karantina Besar Jakarta I Soekarno Hatta.
“Padahal, aturan mengenai penyerahan jaminan bank dari para eksportir tidak ada. Jadi, ini dugaannya sebagai bentuk komitmen dalam pelaksanaan ekspor benih-benih lobster di KKP,” kata Ali.
Dia menjelaskan, pemberian bank garansi sebenarnya sudah diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 212/PMK.05/2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Penerimaan dan Pengeluaran Negara Pada Akhir Tahun Anggaran 2014 dalam Implementasi Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara.
“Tapi (ketentuan) bank garansi itu adanya di dalam proses pengadaan barang dan jasa. Misalnya, vendor mengerjakan proyek tertentu. Kemudian ada bank garansi sebagai jaminan. Kalau ini kan prinsipnya izin ekspor,” kata Ali.
Dengan temuan ini, menurutnya, KPK akan mendalami modus bank garansi ini. Bukan tidak mungkin modus ini diterapkan pada pemberian izin ekspor lainnya.
Sementara Antam enggan berkomentar mengenai surat penarikan jaminan bank garansi yang ditandatangani.
“Saya hanya akan jawab ke penyidik,” kata Antam seperti dikutip detik.com. [BYU]
]]>.
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .