Karena Darurat, MUI Izinkan Vaksin AstraZeneca Dipakai
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengizinkan penggunaan vaksin AstraZeneca meski mengandung tripsin dari babi. Alasannya, karena kondisinya darurat untuk menghadapi virus sialan, Covid-19.
Vaksin AstraZeneca telah mendarat di Indonesia sejak 8 Maret 2021 lalu. Vaksin ini rencananya akan digunakan untuk vaksinasi tahap kedua. Tahap pertama pemerintah menggunakan vaksin Sinovac.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sempat menunda rencana penggunaan vaksin AstraZeneca, karena beberapa negara melaporkan terjadinya pembekuan darah. Namun, setelah ada keputusan World Health Organization (WHO) yang menyebut vaksin tersebut aman, Kemenkes langsung tancap gas.
Kemarin, MUI juga sudah mengeluarkan fatwa penggunaan vaksin AstraZeneca.
Dalam Fatwa MUI Nomor 14/2021 tentang Hukum Penggunaan Vaksin Covid-19 Produk AstraZeneca menyebutkan, penggunaan vaksin AstraZeneca hukumnya haram karena bahannya mengandung babi, namun tetap dibolehkan karena kondisinya darurat.
“Hukumnya memang haram karena dalam tahapan produksi memanfaatkan tripsin yang berasal dari babi. Tapi untuk saat ini, hukumnya dibolehkan,” ungkap Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam dalam konferensi persnya, kemarin.
Ada lima alasan MUI memutuskan vaksin ini masih boleh digunakan. Alasan pertama, saat ini Indonesia sedang dalam kondisi darurat syari. “Ada keterangan dari ahli yang kompeten dan terpercaya tentang adanya bahaya atau risiko fatal jika tidak dilakukan vaksinasi Covid-19,” sebutnya.
Kemudian, ketersediaan vaksin Covid-19 yang halal dan suci tidak mencukupi untuk pelaksanaan vaksinasi. “Lalu, ada jaminan keamanan penggunaannya oleh pemerintah sesuai dengan penjelasan yang disampaikan pada saat rapat komisi fatwa,” tuturnya.
Alasan terakhir, pemerintah tidak memiliki keleluasaan memilih jenis vaksin Covid-19, mengingat keterbatasan vaksin yang tersedia. Baik di Indonesia maupun di tingkat global. “Pemerintah wajib terus mengikhtiarkan ketersediaan vaksin Covid-19 yang halal dan suci,” ujarnya.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga telah mengeluarkan izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization (EAU) untuk vaksin AstraZeneca di Indonesia. “Berdasarkan evaluasi terhadap data khasiat keamanan dan mutu vaksin, BPOM telah menerbitkan persetujuan penggunaan di masa darurat pada 22 Februari 2021,” ujar Juru Bicara Vaksin Covid-19 BPOM, Lucia Rizka Andalusia dalam konferensi pers, kemarin.
Lucia mengatakan, BPOM telah melakukan proses evaluasi untuk keamanan khasiat dan mutu dari vaksin itu. Proses evaluasi dilakukan bersama dengan tim ahli dari Komite Nasional Penilai Obat, The National Immunization Technical Advisory Group (NITAG), dan beberapa ahli terkait lainnya.
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi menyambut baik rekomendasi BPOM dan fatwa MUI yang membolehkan penggunaan vaksin AstraZeneca. “Kita berupaya membuat produk bersih dan baik untuk digunakan manusia di manapun, termasuk kita umat muslim di Indonesia,” tandasnya.
Bagaimana tanggapan Muhammadiyah? Muhammadiyah belum mengambil sikap resmi tentang hukum vaksin ini. Tapi Muhammadiyah berada di posisi mengikuti terhadap putusan MUI. “Prinsip kami sepanjang MUI dan BPOM tidak ada persoalan, Muhammadiyah akan menyesuaikan,” imbuh Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Mohammad Masudi, kemarin.
Dia menambahkan, pandangan Muhammadiyah akan serupa seperti menyikapi vaksin Sinovac. Sebagai organisasi, pihaknya akan mendorong MUI melakukan kajian dan BPOM memberi pernyataan resmi atas kajian MUI itu.
Lalu bagaimana dengan Nahdlatul Ulama (NU). Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur mendukung penggunaan vaksin AstraZeneca. Hal itu sesuai Hasil Keputusan PWNU Jawa Timur No 859/PW/A-II/L/III/2021 tentang Hukum Vaksinasi Covid-19 yang ditandatangani Ketua KH Marzuqi Mustamar, Sekretaris Prof. Akh. Muzakki Katib Drs.KH Syafrudin Syarif, dan Rais KH Anwar Manshur pada 10 Maret 2021 lalu.
“Jenis vaksin yang telah direkomendasikan Menteri Kesehatan Republik Indonesia adalah suci. Sebab, pada produk akhir, tidak ditemukan kandungan najis sama sekali. Sebagaimana AstraZeneca, Sinovac, dan lain-lain,” terang pernyataan tersebut.
Sementara, Epidemiolog Universitas Griffith Dicky Budiman mengaku, kaget mendengar AstraZeneca mengandung tripsin babi. Sebab, menurutnya, negara-negara Eropa termasuk Australia menyatakan vaksin ini halal. Bahkan sudah pada tahap penggunaan. [UMM]
]]> Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengizinkan penggunaan vaksin AstraZeneca meski mengandung tripsin dari babi. Alasannya, karena kondisinya darurat untuk menghadapi virus sialan, Covid-19.
Vaksin AstraZeneca telah mendarat di Indonesia sejak 8 Maret 2021 lalu. Vaksin ini rencananya akan digunakan untuk vaksinasi tahap kedua. Tahap pertama pemerintah menggunakan vaksin Sinovac.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sempat menunda rencana penggunaan vaksin AstraZeneca, karena beberapa negara melaporkan terjadinya pembekuan darah. Namun, setelah ada keputusan World Health Organization (WHO) yang menyebut vaksin tersebut aman, Kemenkes langsung tancap gas.
Kemarin, MUI juga sudah mengeluarkan fatwa penggunaan vaksin AstraZeneca.
Dalam Fatwa MUI Nomor 14/2021 tentang Hukum Penggunaan Vaksin Covid-19 Produk AstraZeneca menyebutkan, penggunaan vaksin AstraZeneca hukumnya haram karena bahannya mengandung babi, namun tetap dibolehkan karena kondisinya darurat.
“Hukumnya memang haram karena dalam tahapan produksi memanfaatkan tripsin yang berasal dari babi. Tapi untuk saat ini, hukumnya dibolehkan,” ungkap Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam dalam konferensi persnya, kemarin.
Ada lima alasan MUI memutuskan vaksin ini masih boleh digunakan. Alasan pertama, saat ini Indonesia sedang dalam kondisi darurat syari. “Ada keterangan dari ahli yang kompeten dan terpercaya tentang adanya bahaya atau risiko fatal jika tidak dilakukan vaksinasi Covid-19,” sebutnya.
Kemudian, ketersediaan vaksin Covid-19 yang halal dan suci tidak mencukupi untuk pelaksanaan vaksinasi. “Lalu, ada jaminan keamanan penggunaannya oleh pemerintah sesuai dengan penjelasan yang disampaikan pada saat rapat komisi fatwa,” tuturnya.
Alasan terakhir, pemerintah tidak memiliki keleluasaan memilih jenis vaksin Covid-19, mengingat keterbatasan vaksin yang tersedia. Baik di Indonesia maupun di tingkat global. “Pemerintah wajib terus mengikhtiarkan ketersediaan vaksin Covid-19 yang halal dan suci,” ujarnya.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga telah mengeluarkan izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization (EAU) untuk vaksin AstraZeneca di Indonesia. “Berdasarkan evaluasi terhadap data khasiat keamanan dan mutu vaksin, BPOM telah menerbitkan persetujuan penggunaan di masa darurat pada 22 Februari 2021,” ujar Juru Bicara Vaksin Covid-19 BPOM, Lucia Rizka Andalusia dalam konferensi pers, kemarin.
Lucia mengatakan, BPOM telah melakukan proses evaluasi untuk keamanan khasiat dan mutu dari vaksin itu. Proses evaluasi dilakukan bersama dengan tim ahli dari Komite Nasional Penilai Obat, The National Immunization Technical Advisory Group (NITAG), dan beberapa ahli terkait lainnya.
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi menyambut baik rekomendasi BPOM dan fatwa MUI yang membolehkan penggunaan vaksin AstraZeneca. “Kita berupaya membuat produk bersih dan baik untuk digunakan manusia di manapun, termasuk kita umat muslim di Indonesia,” tandasnya.
Bagaimana tanggapan Muhammadiyah? Muhammadiyah belum mengambil sikap resmi tentang hukum vaksin ini. Tapi Muhammadiyah berada di posisi mengikuti terhadap putusan MUI. “Prinsip kami sepanjang MUI dan BPOM tidak ada persoalan, Muhammadiyah akan menyesuaikan,” imbuh Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Mohammad Masudi, kemarin.
Dia menambahkan, pandangan Muhammadiyah akan serupa seperti menyikapi vaksin Sinovac. Sebagai organisasi, pihaknya akan mendorong MUI melakukan kajian dan BPOM memberi pernyataan resmi atas kajian MUI itu.
Lalu bagaimana dengan Nahdlatul Ulama (NU). Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur mendukung penggunaan vaksin AstraZeneca. Hal itu sesuai Hasil Keputusan PWNU Jawa Timur No 859/PW/A-II/L/III/2021 tentang Hukum Vaksinasi Covid-19 yang ditandatangani Ketua KH Marzuqi Mustamar, Sekretaris Prof. Akh. Muzakki Katib Drs.KH Syafrudin Syarif, dan Rais KH Anwar Manshur pada 10 Maret 2021 lalu.
“Jenis vaksin yang telah direkomendasikan Menteri Kesehatan Republik Indonesia adalah suci. Sebab, pada produk akhir, tidak ditemukan kandungan najis sama sekali. Sebagaimana AstraZeneca, Sinovac, dan lain-lain,” terang pernyataan tersebut.
Sementara, Epidemiolog Universitas Griffith Dicky Budiman mengaku, kaget mendengar AstraZeneca mengandung tripsin babi. Sebab, menurutnya, negara-negara Eropa termasuk Australia menyatakan vaksin ini halal. Bahkan sudah pada tahap penggunaan. [UMM]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .