Isu Capres Makin Liar Anies-Puan Bikin Geger
Upaya menjodohkan sejumlah tokoh menjadi capres-cawapres 2024 semakin marak, juga semakin liar. Yang terbaru, ada yang ingin “mengawinkan” Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dengan Ketua DPR Puan Maharani. Kalau duet ini terbentuk, bisa bikin geger jagat politik. Cebong, kampret dan kadrun, yang selama ini terus-terusan berantem, diyakini akan berada di “satu kolam” yang sama.
Wacana duet Anies-Puan sebenarnya sudah mengemuka sejak akhir Maret lalu. Wacana ini muncul ke permukaan dipantik pernyataan Puan saat diwawancara CNN Indonesia TV, 23 Maret 2022. Saat itu, Ketua DPP PDIP tersebut menyatakan membuka diri dengan siapa saja untuk berduet di Pilpres 2024, termasuk dengan Anies.
“Mungkin saja. Nggak ada yang tidak mungkin di politik. Semua dinamika itu bisa terjadi. Ya, tinggal kita lihat lagi tahun depan lah bagaimana ceritanya, cerita-cerita politik,” ucap putri bungsu Megawati Soekarnoputri tersebut.
Puan mengaku, selama ini sering bertemu dengan Anies. Ada yang disengaja, ada pula yang tidak.
Puan tidak menampik ada anggapan di masyarakat bahwa PDIP bermusuhan dengan Anies. Puan pun memastikan, anggapan itu tidak benar. Buktinya, komunikasi dirinya dengan Anies lancar-lancar saja. Saat bertemu di sebuah acara, dirinya berkomunikasi baik dengan Anies.
“Jika ada perlu, suka berkomunikasi. Jika ada acara, juga komunikasi. Kok, jadi kesannya saya musuhan gitu sama Pak Anies. Nggak lah,” tegas perempuan pertama yang menjabat Ketua DPR itu.
Puan juga memastikan, perbedaan dalam politik hal biasa. Namun, hal tersebut tidak membuatnya bermusuhan. “Untuk pertemanan, silaturahmi kekeluargaan, saya rasa, saya sama Pak Anies nggak ada masalah. Jadi, kenapa kayak ada musuhan ya? Nggak ada musuhan,” tegasnya lagi.
Pernyataan Puan itu, kemudian mendorong sekelompok relawan yang mengatasnamakan Perhimpunan Masyarakat Wong Cilik (PMWC) untuk mengawinkan Puan-Anies. Awalnya, kelompok yang namanya mirip dengan slogan PDIP ini, mendeklarasikan dukungan ke Anies.
“Elektabilitas Anies di berbagai survei juga berada di urutan atas sebagai capres. Itu juga yang menjadi pemikiran kami mendukungnya dan mendeklarasikan,” jelas Koordinator PMWC, Asep Suwandi, Sabtu (21/5).
Mereka lalu mencoba mengawinkan Anies dengan Puan. Alasannya, Anies-Puan akan menjadi pasangan komplet dan saling melengkapi. “Pantas pula kalau Anies didampingi oleh Puan Maharani untuk maju pada Pilpres 2024 mendatang,” ucapnya.
Dia melanjutkan, untuk maju di Pilpres 2024, Anies tidak cukup hanya disokong elektabilitasnya selama ini. Anies perlu didukung oleh pasangan cawapres dari partai besar dan kekuatan besar di Senayan, seperti Puan. Tujuannya, agar program kerja dan kebijakannya berjalan mulus.
“Kami mendukung Puan sebagai cawapres berpasangan dengan Anies. Anies dan Puan bisa dan mampu mewakili kelompok pemuda milenial, pelajar, guru, petani, mahasiswa, pedagang, buruh dan emak-emak,” tutur dia.
Pihak Anies tak mempermasalahkan usul penjodohan ini. Geisz Chalifah, loyalis Anies, mengatakan, tidak ada yang tidak mungkin dalam dunia politik. Anies terbuka kemungkinan berduet dengan siapa saja di Pilpres 2024, termasuk dengan Puan. “Iya (bisa duet dengan siapa saja),” imbuhnya.
Lalu, bagaimana peluang penjodohan Anies-Puan ini? Mungkinkah terwujud? Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurniasyah, memandang, Anies dan Puan punya perbedaan pemilih yang menonjol. Hal ini jelas akan menguntungkan jika keduanya berpasangan.
“Anies-Puan cocok karena asumsi pembagian suara yang jelas berbeda. Anies sasar pemilih rasional, kelompok Muslim moderat dan perkotaan. Sementara Puan bisa sasar sebaliknya, pemilih pedesaan, kelas masyarakat bawah, dan pemilih yang loyal pada PDIP,” jelas Dedi, kemarin.
Lebih dari itu, duet Anies-Puan juga bisa mengademkan polarisasi yang selama ini masih terjadi. “Pertemuan dua rivalitas politik itu, bisa meredam konflik sosial selama ini,” imbuhnya, sambil menyebut beberapa istilah yang selama ini sering dipakai masyarakat untuk menyerang lawan politiknya, seperti kata cebong, kampret dan kadrun. “Semua sebutan itu, bisa jadi bersatu jika duet Anies-Puan ini bersatu,” urainya, sambil terkekeh.
Pandangan berbeda disampaikan pengamat politik dari Saiful Mujani Research and Consulting, Saidiman Ahmad. Dia menilai, Anies-Puan sulit terwujud karena ada gap yang terlalu lebar.
“Anies di ujung kanan, Puan di ujung kiri. Kekuatan politik yang ada di antara itu, barangkali bisa membentuk poros, tapi akan sangat sulit untuk yang dari ujung bertemu dengan yang di ujung lainnya,” terang Saidiman, kemarin.
Secara terpisah, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengungkapkan, untuk menentukan capres-cawapres, Banteng tak akan asal tunjuk. “Kewenangan penetapan paslon berada di Ketua Umum PDI Perjuangan, Ibu Megawati Soekarnoputri,” ucap Hasto, kemarin.
Karena itu, pihaknya tak memusingkan upaya beberapa kalangan yang terus bicara copras-capres. Untuk saat ini, PDIP memilih menjalankan proses kaderisasi secara sistemik, berjenjang dan multi-approach.
“Pencalonan dalam tahapan Pemilu itu terjadi September 2023, cukup waktu untuk mempertimbangkan secara matang. Saat ini, yang penting itu, bergerak ke bawah dan menempatkan pengentasan Covid-19 dengan seluruh dampaknya sebagai skala prioritas utama,” pungkasnya.■
]]> Upaya menjodohkan sejumlah tokoh menjadi capres-cawapres 2024 semakin marak, juga semakin liar. Yang terbaru, ada yang ingin “mengawinkan” Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dengan Ketua DPR Puan Maharani. Kalau duet ini terbentuk, bisa bikin geger jagat politik. Cebong, kampret dan kadrun, yang selama ini terus-terusan berantem, diyakini akan berada di “satu kolam” yang sama.
Wacana duet Anies-Puan sebenarnya sudah mengemuka sejak akhir Maret lalu. Wacana ini muncul ke permukaan dipantik pernyataan Puan saat diwawancara CNN Indonesia TV, 23 Maret 2022. Saat itu, Ketua DPP PDIP tersebut menyatakan membuka diri dengan siapa saja untuk berduet di Pilpres 2024, termasuk dengan Anies.
“Mungkin saja. Nggak ada yang tidak mungkin di politik. Semua dinamika itu bisa terjadi. Ya, tinggal kita lihat lagi tahun depan lah bagaimana ceritanya, cerita-cerita politik,” ucap putri bungsu Megawati Soekarnoputri tersebut.
Puan mengaku, selama ini sering bertemu dengan Anies. Ada yang disengaja, ada pula yang tidak.
Puan tidak menampik ada anggapan di masyarakat bahwa PDIP bermusuhan dengan Anies. Puan pun memastikan, anggapan itu tidak benar. Buktinya, komunikasi dirinya dengan Anies lancar-lancar saja. Saat bertemu di sebuah acara, dirinya berkomunikasi baik dengan Anies.
“Jika ada perlu, suka berkomunikasi. Jika ada acara, juga komunikasi. Kok, jadi kesannya saya musuhan gitu sama Pak Anies. Nggak lah,” tegas perempuan pertama yang menjabat Ketua DPR itu.
Puan juga memastikan, perbedaan dalam politik hal biasa. Namun, hal tersebut tidak membuatnya bermusuhan. “Untuk pertemanan, silaturahmi kekeluargaan, saya rasa, saya sama Pak Anies nggak ada masalah. Jadi, kenapa kayak ada musuhan ya? Nggak ada musuhan,” tegasnya lagi.
Pernyataan Puan itu, kemudian mendorong sekelompok relawan yang mengatasnamakan Perhimpunan Masyarakat Wong Cilik (PMWC) untuk mengawinkan Puan-Anies. Awalnya, kelompok yang namanya mirip dengan slogan PDIP ini, mendeklarasikan dukungan ke Anies.
“Elektabilitas Anies di berbagai survei juga berada di urutan atas sebagai capres. Itu juga yang menjadi pemikiran kami mendukungnya dan mendeklarasikan,” jelas Koordinator PMWC, Asep Suwandi, Sabtu (21/5).
Mereka lalu mencoba mengawinkan Anies dengan Puan. Alasannya, Anies-Puan akan menjadi pasangan komplet dan saling melengkapi. “Pantas pula kalau Anies didampingi oleh Puan Maharani untuk maju pada Pilpres 2024 mendatang,” ucapnya.
Dia melanjutkan, untuk maju di Pilpres 2024, Anies tidak cukup hanya disokong elektabilitasnya selama ini. Anies perlu didukung oleh pasangan cawapres dari partai besar dan kekuatan besar di Senayan, seperti Puan. Tujuannya, agar program kerja dan kebijakannya berjalan mulus.
“Kami mendukung Puan sebagai cawapres berpasangan dengan Anies. Anies dan Puan bisa dan mampu mewakili kelompok pemuda milenial, pelajar, guru, petani, mahasiswa, pedagang, buruh dan emak-emak,” tutur dia.
Pihak Anies tak mempermasalahkan usul penjodohan ini. Geisz Chalifah, loyalis Anies, mengatakan, tidak ada yang tidak mungkin dalam dunia politik. Anies terbuka kemungkinan berduet dengan siapa saja di Pilpres 2024, termasuk dengan Puan. “Iya (bisa duet dengan siapa saja),” imbuhnya.
Lalu, bagaimana peluang penjodohan Anies-Puan ini? Mungkinkah terwujud? Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurniasyah, memandang, Anies dan Puan punya perbedaan pemilih yang menonjol. Hal ini jelas akan menguntungkan jika keduanya berpasangan.
“Anies-Puan cocok karena asumsi pembagian suara yang jelas berbeda. Anies sasar pemilih rasional, kelompok Muslim moderat dan perkotaan. Sementara Puan bisa sasar sebaliknya, pemilih pedesaan, kelas masyarakat bawah, dan pemilih yang loyal pada PDIP,” jelas Dedi, kemarin.
Lebih dari itu, duet Anies-Puan juga bisa mengademkan polarisasi yang selama ini masih terjadi. “Pertemuan dua rivalitas politik itu, bisa meredam konflik sosial selama ini,” imbuhnya, sambil menyebut beberapa istilah yang selama ini sering dipakai masyarakat untuk menyerang lawan politiknya, seperti kata cebong, kampret dan kadrun. “Semua sebutan itu, bisa jadi bersatu jika duet Anies-Puan ini bersatu,” urainya, sambil terkekeh.
Pandangan berbeda disampaikan pengamat politik dari Saiful Mujani Research and Consulting, Saidiman Ahmad. Dia menilai, Anies-Puan sulit terwujud karena ada gap yang terlalu lebar.
“Anies di ujung kanan, Puan di ujung kiri. Kekuatan politik yang ada di antara itu, barangkali bisa membentuk poros, tapi akan sangat sulit untuk yang dari ujung bertemu dengan yang di ujung lainnya,” terang Saidiman, kemarin.
Secara terpisah, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengungkapkan, untuk menentukan capres-cawapres, Banteng tak akan asal tunjuk. “Kewenangan penetapan paslon berada di Ketua Umum PDI Perjuangan, Ibu Megawati Soekarnoputri,” ucap Hasto, kemarin.
Karena itu, pihaknya tak memusingkan upaya beberapa kalangan yang terus bicara copras-capres. Untuk saat ini, PDIP memilih menjalankan proses kaderisasi secara sistemik, berjenjang dan multi-approach.
“Pencalonan dalam tahapan Pemilu itu terjadi September 2023, cukup waktu untuk mempertimbangkan secara matang. Saat ini, yang penting itu, bergerak ke bawah dan menempatkan pengentasan Covid-19 dengan seluruh dampaknya sebagai skala prioritas utama,” pungkasnya.■
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID .