INA-TIME Bahas Peran Penting Riset Eliminir Tuberkulosis

The 4th Indonesia Tuberculosis International Meeting (INA-TIME) telah digelar di Bali, 8 hingga 10 September 2022. Acara dibuka dengan sambutan Menteri Kesehatan (Menkes), Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes, Wakil Gubernur Bali dan Rektor serta Dekan Fakultas Kesehatan (FK) Universitas Udayana.

INA-TIME kali ini membahas antara lain kesiapan kolaborasi untuk eliminasi tuberkulosis (TB), berbagai determinasi TB (seperti rokok & TB), keterlibatan praktisi swasta, dan juga peran penting riset.

Dalam kesempatan ini, Prof. Tjandra Yoga Aditama, Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI dan Guru Besar FKUI ini menyampaikan tentang riset operasional tuberkulosis. Ada lima hal penting.

Pertama, papar Prof. Tjandra, beberapa pengertian riset operasional TB, yang pada dasarnya berupa riset yang memberi dampak langsung pada program pengendalian TB di negara atau daerah penelitian.

Kedua, lanjutnya, berbagai ruang lingkup yang dapat meliputi aspek epidemiologik, klinik, ilmu dasar, prrogram di masyarakat, sosial ekonomi, dan pandemic preparedness.

“Juga saya bicarakan tentang bagaimana membuat dan menganalisa scoring system-nya untuk menentukan prioritas,” kata Prof. Tjandra dalam keterangannya kepada RM.id, Sabtu (10/9).

Ketiga, sambungnya, beberapa kebijakan global baru TB, seperti pengobatan empat bulan, pentingnya skrining, upaya mendapatkan vaksin baru, dan lainnya.

Kelima, lanjut dia, meskipun sekarang dalam pandemi Covid-19, tetapi TB tetap harus mendapat perhatian penting. Apalagi karena Indonesia merupakan negara dengan peringkat TB ketiga tertinggi di dunia.

Selain itu, ingat Prof. Tjandra, karena Presiden dalam Perpres 67 Tahun 2021 sudah mencanangkan eliminasi TB pada 2030.

“Target antara pencapaian program TB yang harusnya dapat dicapai pada 2022 nampaknya, belum akan tercapai,” prediksi eks Dirjen Pengendalian Penyakit serta Mantan Kabalitbangkes itu.

Target itu adalah penurunan insiden 20 persen, cakupan pengobatan 90 persen, angka kesembuhan 90 persen, serta cakupan terapi pencegahan kontak serumah 48 persen.

“Semoga INA-TIME 2022 ini dapat memberi peran penting untuk Indonesia dapat lebih baik menangani tuberkulosis bagi kesehatan bangsa,” tutup mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara ini. ■

]]> The 4th Indonesia Tuberculosis International Meeting (INA-TIME) telah digelar di Bali, 8 hingga 10 September 2022. Acara dibuka dengan sambutan Menteri Kesehatan (Menkes), Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes, Wakil Gubernur Bali dan Rektor serta Dekan Fakultas Kesehatan (FK) Universitas Udayana.

INA-TIME kali ini membahas antara lain kesiapan kolaborasi untuk eliminasi tuberkulosis (TB), berbagai determinasi TB (seperti rokok & TB), keterlibatan praktisi swasta, dan juga peran penting riset.

Dalam kesempatan ini, Prof. Tjandra Yoga Aditama, Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI dan Guru Besar FKUI ini menyampaikan tentang riset operasional tuberkulosis. Ada lima hal penting.

Pertama, papar Prof. Tjandra, beberapa pengertian riset operasional TB, yang pada dasarnya berupa riset yang memberi dampak langsung pada program pengendalian TB di negara atau daerah penelitian.

Kedua, lanjutnya, berbagai ruang lingkup yang dapat meliputi aspek epidemiologik, klinik, ilmu dasar, prrogram di masyarakat, sosial ekonomi, dan pandemic preparedness.

“Juga saya bicarakan tentang bagaimana membuat dan menganalisa scoring system-nya untuk menentukan prioritas,” kata Prof. Tjandra dalam keterangannya kepada RM.id, Sabtu (10/9).

Ketiga, sambungnya, beberapa kebijakan global baru TB, seperti pengobatan empat bulan, pentingnya skrining, upaya mendapatkan vaksin baru, dan lainnya.

Kelima, lanjut dia, meskipun sekarang dalam pandemi Covid-19, tetapi TB tetap harus mendapat perhatian penting. Apalagi karena Indonesia merupakan negara dengan peringkat TB ketiga tertinggi di dunia.

Selain itu, ingat Prof. Tjandra, karena Presiden dalam Perpres 67 Tahun 2021 sudah mencanangkan eliminasi TB pada 2030.

“Target antara pencapaian program TB yang harusnya dapat dicapai pada 2022 nampaknya, belum akan tercapai,” prediksi eks Dirjen Pengendalian Penyakit serta Mantan Kabalitbangkes itu.

Target itu adalah penurunan insiden 20 persen, cakupan pengobatan 90 persen, angka kesembuhan 90 persen, serta cakupan terapi pencegahan kontak serumah 48 persen.

“Semoga INA-TIME 2022 ini dapat memberi peran penting untuk Indonesia dapat lebih baik menangani tuberkulosis bagi kesehatan bangsa,” tutup mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara ini. ■
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories