ICW Desak KPK Tuntut Maksimal Mantan Mensos Juliari Batubara .

Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menuntut maksimal mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara dalam kasus suap bansos Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020. 

Permintaan itu dilontarkan Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menjelang sidang pembacaan surat tuntutan terhadap Juliari Batubara, hari ini.

“ICW mendesak KPK menuntut maksimal, yakni seumur hidup penjara, kepada mantan Menteri Sosial, Juliari Batubara, dalam persidangan perkara korupsi suap pengadaan bantuan sosial Covid-19,” ujar Kurnia melalui pesan singkat, Rabu (28/7).

Dia membeberkan empat alasan ICW mendesak JPU KPK untuk menuntut maksimal Juliari. Pertama, Juliari memanfaatkan jabatan publiknya saat melakukan korupsi. Maka, berdasarkan Pasal 52 KUHP, pemberatan hukuman mesti diakomodir oleh jaksa.

Kedua, Juliari melakukan praktik suap-menyuap di tengah kondisi pandemi Covid-19 sedang melanda Indonesia.

“Praktik culas ini tentu tidak bisa dimaafkan, dapat dibayangkan. Kala itu, empat hari sebelum tangkap tangan KPK (1 Desember 2020) setidaknya 543 ribu orang telah terinfeksi Covid-19 dan 17 ribu nyawa melayang,” bebernya.

Tidak hanya itu, Kurnia juga mengingatkan Indonesia juga resmi mengalami resesi akibat pandemi Covid-19 pada awal November. Sebagai Menteri Sosial, kata Kurnia, tentu Juliari seharusnya memahami situasi tersebut.

Ketiga, saat proses persidangan berlangsung, Juliari belum pernah sekali mengakui perbuatannya. Padahal, dibeberkan Kurnia, pengadilan telah memutus bersalah pihak penyuap Juliari, salah satunya Ardian Iskandar Maddanatja.

Keempat, tindak pidana korupsi yang dilakukan Juliari langsung berdampak pada masyarakat. Mulai dari tidak mendapatkan bansos, kualitas bahan makanan buruk, hingga kuantitas penerimaan berbeda dengan masyarakat lain.

Juliari didakwa menerima Rp 32,48 miliar dalam kasus suap pengadaan bansos Covid-19. Jaksa penuntut umum (JPU) pada KPK menguraikan uang suap itu diterima dari sejumlah pihak.

Rinciannya, sebesar Rp 1,28 miliar diterima dari Harry van Sidabukke, kemudian Rp 1,95 miliar dari Ardian Iskandar M, dan Rp 29,25 miliar dari beberapa vendor bansos Covid-19 lainnya.

 

Uang tersebut diterima Juliari lewat dua Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemensos yakni Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso.

Jaksa menyebut duit tersebut diterima Juliari terkait dengan penunjukan PT Pertani (Persero), PT Mandala Hamonangan Sude dan PT Tigapilar Agro Utama serta beberapa vendor lainnya dalam pengadaan bansos sembako untuk penanganan Covid-19 pada Direktorat PSKBS Kementerian Sosial Tahun 2020.

Secara terperinci, jaksa menyebutkan uang dengan total Rp 29,25 miliar diterima dari setidaknya 123 perusahaan vendor bansos Covid-19.

Sebanyak 123 vendor itu memberikan uang dengan jumlah paling kecil Rp 25 juta hingga Rp 1,2 miliar. Setidaknya terdapat 13 kali penerimaan terhadap Juliari dari perusahaan-perusahaan tersebut.

Atas perbuatannya, Juliari didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. [OKT]

]]> .
Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menuntut maksimal mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara dalam kasus suap bansos Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020. 

Permintaan itu dilontarkan Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menjelang sidang pembacaan surat tuntutan terhadap Juliari Batubara, hari ini.

“ICW mendesak KPK menuntut maksimal, yakni seumur hidup penjara, kepada mantan Menteri Sosial, Juliari Batubara, dalam persidangan perkara korupsi suap pengadaan bantuan sosial Covid-19,” ujar Kurnia melalui pesan singkat, Rabu (28/7).

Dia membeberkan empat alasan ICW mendesak JPU KPK untuk menuntut maksimal Juliari. Pertama, Juliari memanfaatkan jabatan publiknya saat melakukan korupsi. Maka, berdasarkan Pasal 52 KUHP, pemberatan hukuman mesti diakomodir oleh jaksa.

Kedua, Juliari melakukan praktik suap-menyuap di tengah kondisi pandemi Covid-19 sedang melanda Indonesia.

“Praktik culas ini tentu tidak bisa dimaafkan, dapat dibayangkan. Kala itu, empat hari sebelum tangkap tangan KPK (1 Desember 2020) setidaknya 543 ribu orang telah terinfeksi Covid-19 dan 17 ribu nyawa melayang,” bebernya.

Tidak hanya itu, Kurnia juga mengingatkan Indonesia juga resmi mengalami resesi akibat pandemi Covid-19 pada awal November. Sebagai Menteri Sosial, kata Kurnia, tentu Juliari seharusnya memahami situasi tersebut.

Ketiga, saat proses persidangan berlangsung, Juliari belum pernah sekali mengakui perbuatannya. Padahal, dibeberkan Kurnia, pengadilan telah memutus bersalah pihak penyuap Juliari, salah satunya Ardian Iskandar Maddanatja.

Keempat, tindak pidana korupsi yang dilakukan Juliari langsung berdampak pada masyarakat. Mulai dari tidak mendapatkan bansos, kualitas bahan makanan buruk, hingga kuantitas penerimaan berbeda dengan masyarakat lain.

Juliari didakwa menerima Rp 32,48 miliar dalam kasus suap pengadaan bansos Covid-19. Jaksa penuntut umum (JPU) pada KPK menguraikan uang suap itu diterima dari sejumlah pihak.

Rinciannya, sebesar Rp 1,28 miliar diterima dari Harry van Sidabukke, kemudian Rp 1,95 miliar dari Ardian Iskandar M, dan Rp 29,25 miliar dari beberapa vendor bansos Covid-19 lainnya.

 

Uang tersebut diterima Juliari lewat dua Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemensos yakni Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso.

Jaksa menyebut duit tersebut diterima Juliari terkait dengan penunjukan PT Pertani (Persero), PT Mandala Hamonangan Sude dan PT Tigapilar Agro Utama serta beberapa vendor lainnya dalam pengadaan bansos sembako untuk penanganan Covid-19 pada Direktorat PSKBS Kementerian Sosial Tahun 2020.

Secara terperinci, jaksa menyebutkan uang dengan total Rp 29,25 miliar diterima dari setidaknya 123 perusahaan vendor bansos Covid-19.

Sebanyak 123 vendor itu memberikan uang dengan jumlah paling kecil Rp 25 juta hingga Rp 1,2 miliar. Setidaknya terdapat 13 kali penerimaan terhadap Juliari dari perusahaan-perusahaan tersebut.

Atas perbuatannya, Juliari didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. [OKT]
]]> .
Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories