Heboh Video Santri Tutup Kuping Dengerin Musik Saat Vaksin Covid Yenny: Jangan Mudah Bilang Radikal-radikul
Video puluhan santri menutup telinga saat mendengar musik di lokasi vaksinasi Covid-19, viral di media sosial. Ada yang memuji, Ada juga yang dengan lantang menuding para santri itu radikal. Kepada yang menuding radikal, Yenny Wahid, langsung angkat bicara. Putri Gus Dur itu meminta: jangan mudah nuduh radikal-radikul.
Video santri tersebut sudah merayap di linimasa Twitter, sejak akhir pekan lalu. Belum diketahui, di mana lokasi video itu diambil. Yang jelas, dalam video berdurasi 22 detik itu, para santri sedang duduk di kursi, menunggu giliran divaksin di sebuah gedung. Seperti umumnya tempat vaksin, panitia mendendangkan alunan musik sebagai hiburan, agar peserta tak bosan. Namun, bukannya menikmati alunan musik yang disediakan itu, para santri yang berseragam hitam putih dan berpeci ini, memilih menundukkan kepala sambil menutup kupingnya. Dalam video itu, perekam mengatakan, santrinya menutup kuping agar tidak mendengar suara musik.
Tak butuh waktu lama, video tersebut menyebar dan menuai polemik. Akun @david_wijaya03 misalnya, mengunggah ulang video tersebut di akunnya, sambil menuduh macam-macam. “Ada yang tahu ini dari santri mana? Lebay banget sampai menutup kupingnya. Indoktrinasi mengharamkan musik ini nggak beda jauh dengan Taliban, ISIS, Al Qaeda & Wahabi Takfiri,” kicaunya.
Polemik ini makin meluas setelah politisi yang juga Stafsus Presiden Jokowi, Diaz Hendropriyono, mengunggah video tersebut di akun Instagram @diaz.hendropriyono. Bukan cuma video itu yang diunggah. Mantan Ketua Umum PKPI ini menambahkan video orang Arab yang sedang menari. Di akhir video ada perempuan sedang menari perut dan beberapa pria ikut berjoget.
“Kasian, dari kecil sudah diberikan pendidikan yang salah. There’s nothing wrong to have a bit of fun!! (Tak ada salahnya untuk sedikit bersenang-senang),” tulis Diaz, pada keterangan unggahan videonya.
Sontak saja, unggahan putra AM Hendropriyono ini, memanaskan media sosial. Akun Diaz diserbu warganet. Sampai tadi malam, unggahannya sudah dikomentari 27 ribu kali. Sebagian besar mengkritik Diaz.
Sehari kemudian, Diaz kemudian mengunggah video yang menampilkan ulama kharismatik Habib Luthfi bin Yahya sedang bermain piano.
Melihat santri penghafal Al-Qur’an itu dituduh macam-macam, Yenny Wahid gerah. Pemilik nama asli Zannuba Ariffah Chafsoh itu, kemudian mengunggah video tersebut di akun Instagramnya, @yennywahid, sambil menuliskan catatan panjang lebar. Ia menyayangkan banyak yang mengkritik para santri dan tak sedikit menuduh mereka radikal.
Ada dua catatan yang ditulis Yenny. Pertama, ia senang, guru santri itu sudah mengajak para murid ikut vaksin. Kedua, menghafal Al-Qur’an bukan pekerjaan mudah. Ia menuturkan, seorang sahabatnya yang bernama Gus Fatir bahkan belajar menghafal Al-Qur’an sejak umur 5 tahun. Dan memang dibutuhkan suasana tenang dan hening agar lebih bisa berkonsentrasi dalam upaya menghafal Al-Qur’an.
“Jadi, kalau anak-anak ini oleh gurunya diprioritaskan untuk fokus pada penghafalan Qur’an dan diminta untuk tidak mendengar musik, itu bukanlah indikator bahwa mereka radikal,” jelas Yenny.
Ia pun mengajak masyarakat menilai lebih proporsional dan saling bertoleransi. Terakhir, ia memberikan semangat kepada para santri itu dan mendoakan agar mendapat berkah yang berlimpah. Di akhir tulisan, Yenny mencolek akun Diaz.
Ketua PP Muhammadiyah Prof Dadang Kahmad ikut berkomentar. Kata Guru Besar Sosiologi Agama UIN Bandung ini, tak ada yang salah dengan sikap para santri itu. Yang salah adalah yang mengolok-olok mereka. Karena tak paham arti toleransi.
“Keyakinan orang yang berbeda seharusnya dihargai. Bukan dijadikan tempat untuk merendahkan pendapat, minat, hingga keyakinan seseorang. Hargai kesenangan orang, minatnya. Itu kalau mau demokrasi ya,” kata Dadang, kemarin.
Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia, Prof Zubairi Djoerban ikutan bicara. Kata dia, menyalakan api pada isu-isu agama, seperti menuding santri penghafal Al-Qur’an radikal, adalah malapetaka. “Berhentilah bikin kacau. Selama kita bertengkar pada soal yang begini terus, bisa-bisa tak ada ruang tersisa untuk masalah nyata,” cuitnya, di akun @profesorzubairi.
Cendekiawan Nahdlatul Ulama Nadirsyah Hosen juga memberikan penjelasan panjang lebar mengenai hal ini di akun Twitter @na_dirs. Dengan hanya video tersebut, nggak harus buru-buru menuduh seseorang seperti Taliban. Kata dia, hukum mendengarkan musik itu ada perbedaan. Ada ulama yang bilang haram, ada juga ulama yang membolehkan. Kedua pendapat itu, punya dasar rujukan masing-masing.
“Sikap para santri di video yang menutup telinganya itu bagus. Mereka tidak ngamuk atau memaksa musik dimatikan. Justru di sana terlihat toleransi ustaz dan santri untuk memilih menutup telinga dan menjaga diri ketimbang memaksakan paham mereka dengan cara kekerasan,” ujarnya.
Pihak Istana ogah dibawa-bawa terkait unggahan Diaz. Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin mengatakan, uanggahan Diaz adalah pendapat pribadi. “Dia punya hak demokrasi untuk berpendapat di ruang publik. Bukan karena dia stafsus Presiden kemudian tidak boleh,” kata Ngabalin, kemarin. [BCG]
]]> Video puluhan santri menutup telinga saat mendengar musik di lokasi vaksinasi Covid-19, viral di media sosial. Ada yang memuji, Ada juga yang dengan lantang menuding para santri itu radikal. Kepada yang menuding radikal, Yenny Wahid, langsung angkat bicara. Putri Gus Dur itu meminta: jangan mudah nuduh radikal-radikul.
Video santri tersebut sudah merayap di linimasa Twitter, sejak akhir pekan lalu. Belum diketahui, di mana lokasi video itu diambil. Yang jelas, dalam video berdurasi 22 detik itu, para santri sedang duduk di kursi, menunggu giliran divaksin di sebuah gedung. Seperti umumnya tempat vaksin, panitia mendendangkan alunan musik sebagai hiburan, agar peserta tak bosan. Namun, bukannya menikmati alunan musik yang disediakan itu, para santri yang berseragam hitam putih dan berpeci ini, memilih menundukkan kepala sambil menutup kupingnya. Dalam video itu, perekam mengatakan, santrinya menutup kuping agar tidak mendengar suara musik.
Tak butuh waktu lama, video tersebut menyebar dan menuai polemik. Akun @david_wijaya03 misalnya, mengunggah ulang video tersebut di akunnya, sambil menuduh macam-macam. “Ada yang tahu ini dari santri mana? Lebay banget sampai menutup kupingnya. Indoktrinasi mengharamkan musik ini nggak beda jauh dengan Taliban, ISIS, Al Qaeda & Wahabi Takfiri,” kicaunya.
Polemik ini makin meluas setelah politisi yang juga Stafsus Presiden Jokowi, Diaz Hendropriyono, mengunggah video tersebut di akun Instagram @diaz.hendropriyono. Bukan cuma video itu yang diunggah. Mantan Ketua Umum PKPI ini menambahkan video orang Arab yang sedang menari. Di akhir video ada perempuan sedang menari perut dan beberapa pria ikut berjoget.
“Kasian, dari kecil sudah diberikan pendidikan yang salah. There’s nothing wrong to have a bit of fun!! (Tak ada salahnya untuk sedikit bersenang-senang),” tulis Diaz, pada keterangan unggahan videonya.
Sontak saja, unggahan putra AM Hendropriyono ini, memanaskan media sosial. Akun Diaz diserbu warganet. Sampai tadi malam, unggahannya sudah dikomentari 27 ribu kali. Sebagian besar mengkritik Diaz.
Sehari kemudian, Diaz kemudian mengunggah video yang menampilkan ulama kharismatik Habib Luthfi bin Yahya sedang bermain piano.
Melihat santri penghafal Al-Qur’an itu dituduh macam-macam, Yenny Wahid gerah. Pemilik nama asli Zannuba Ariffah Chafsoh itu, kemudian mengunggah video tersebut di akun Instagramnya, @yennywahid, sambil menuliskan catatan panjang lebar. Ia menyayangkan banyak yang mengkritik para santri dan tak sedikit menuduh mereka radikal.
Ada dua catatan yang ditulis Yenny. Pertama, ia senang, guru santri itu sudah mengajak para murid ikut vaksin. Kedua, menghafal Al-Qur’an bukan pekerjaan mudah. Ia menuturkan, seorang sahabatnya yang bernama Gus Fatir bahkan belajar menghafal Al-Qur’an sejak umur 5 tahun. Dan memang dibutuhkan suasana tenang dan hening agar lebih bisa berkonsentrasi dalam upaya menghafal Al-Qur’an.
“Jadi, kalau anak-anak ini oleh gurunya diprioritaskan untuk fokus pada penghafalan Qur’an dan diminta untuk tidak mendengar musik, itu bukanlah indikator bahwa mereka radikal,” jelas Yenny.
Ia pun mengajak masyarakat menilai lebih proporsional dan saling bertoleransi. Terakhir, ia memberikan semangat kepada para santri itu dan mendoakan agar mendapat berkah yang berlimpah. Di akhir tulisan, Yenny mencolek akun Diaz.
Ketua PP Muhammadiyah Prof Dadang Kahmad ikut berkomentar. Kata Guru Besar Sosiologi Agama UIN Bandung ini, tak ada yang salah dengan sikap para santri itu. Yang salah adalah yang mengolok-olok mereka. Karena tak paham arti toleransi.
“Keyakinan orang yang berbeda seharusnya dihargai. Bukan dijadikan tempat untuk merendahkan pendapat, minat, hingga keyakinan seseorang. Hargai kesenangan orang, minatnya. Itu kalau mau demokrasi ya,” kata Dadang, kemarin.
Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia, Prof Zubairi Djoerban ikutan bicara. Kata dia, menyalakan api pada isu-isu agama, seperti menuding santri penghafal Al-Qur’an radikal, adalah malapetaka. “Berhentilah bikin kacau. Selama kita bertengkar pada soal yang begini terus, bisa-bisa tak ada ruang tersisa untuk masalah nyata,” cuitnya, di akun @profesorzubairi.
Cendekiawan Nahdlatul Ulama Nadirsyah Hosen juga memberikan penjelasan panjang lebar mengenai hal ini di akun Twitter @na_dirs. Dengan hanya video tersebut, nggak harus buru-buru menuduh seseorang seperti Taliban. Kata dia, hukum mendengarkan musik itu ada perbedaan. Ada ulama yang bilang haram, ada juga ulama yang membolehkan. Kedua pendapat itu, punya dasar rujukan masing-masing.
“Sikap para santri di video yang menutup telinganya itu bagus. Mereka tidak ngamuk atau memaksa musik dimatikan. Justru di sana terlihat toleransi ustaz dan santri untuk memilih menutup telinga dan menjaga diri ketimbang memaksakan paham mereka dengan cara kekerasan,” ujarnya.
Pihak Istana ogah dibawa-bawa terkait unggahan Diaz. Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin mengatakan, uanggahan Diaz adalah pendapat pribadi. “Dia punya hak demokrasi untuk berpendapat di ruang publik. Bukan karena dia stafsus Presiden kemudian tidak boleh,” kata Ngabalin, kemarin. [BCG]
]]>.
Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID .