Hapus Tes Keperawanan, Andika Lakukan Langkah Maju
Pengamat militer dan keamanan Susaningtyas Kertopati memuji langkah Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andika Perkasa yang menghapus tes keperawanan dalam rekrutmen TNI AD. Menurut Nuning, penghapusan itu adalah langkah tepat.
“Menurut saya, ini langkah maju,” kata mantan Anggota Komisi I DPR ini, dalam keterangan yang diterima redaksi, Rabu (10/8).
Dengan penghapusan itu, kata Nuning, proses pemeriksaan dalam rekrutmen calon prajurit TNI tidak lagi fokus ke hal-hal yang di luar tujuan. Yang harus difokuskan adalah, seorang prajurit, baik laki-laki maupun perempuan, memiliki keterampilan serta nilai akademik.
“Keterampilan berbagai bidang dan psikologi harus bagus sesuai dengan kualifikasi yang ditentukan pihak TNI AD. Seyogyanya TNI matra lain harus sama,” terangnya.
Nuning menambahkan, selama ini banyak organisasi perempuan menentang tes keperawanan. Sebab, di mata banyak perempuan, tes tersebut merupakan bentuk diskriminasi. “Sebuah langkah maju Jenderal TNI Andika Perkasa sebagai KSAD memutuskan untuk menghilangkan tes keperawanan tersebut,” ucapnya.
Menurut Nuning, tes keperawanan tak bisa menjadi ukuran moral seseorang. Contohnya, bisa saja seseorang kehilangan keperawanan karena kecelakaan jatuh dari kuda atau tangga. “Kan kasihan (kalau dijadikan ukuran moral),” imbuhnya.
Sebelumnya, Andika menerangkan, penghapusan tes keperawanan tersebut berdasarkan evaluasi proses rekrutmen TNI AD pada Mei lalu. Namun, pemeriksaan di bagian luar alat kelamin dan abdomen masih dilakukan dalam rangkaian tes kesehatan.
“Soal himen atau selaput dara, tadinya merupakan satu penilaian. Himennya utuh, himen ruptured (robek) sebagian, atau ruptured sampai habis. Sekarang tidak ada lagi penilaian itu,” kata Andika, dalam keterangan persnya, Rabu (10/8)
Secara umum, tambah Andika, perbaikan juga dilakukan terhadap tes buta warna, kelainan tulang belakang, dan kesehatan jantung. Evaluasi ini dilakukan agar proses seleksi lebih fokus, efektif, dan tepat. Misalnya dalam tes buta warna, TNI AD akan menerapkan dua instrumen tes. “Yang kami ubah dalam tes buta warna, kami tambah berat tesnya,” tuturnya.
Andika menyatakan, pada dasarnya, tes kesehatan dilakukan agar para calon prajurit terhindar dari peristiwa yang berpotensi menghilangkan nyawa mereka saat bertugas. Selain itu, tes kesehatan juga untuk menghindari penularan penyakit kepada prajurit-prajurit lain yang mengikuti pendidikan dan pelatihan.
“Karena dalam pelatihan kan bersama-sama, bisa menularkan ke yang lain. Jangan sampai ada infeksi serius yang bisa menyebabkan kegagalan organ. Karena ketika latihan akan ada pada kondisi fisik yang benar-benar mepet,” ujar Andika. [USU]
]]> Pengamat militer dan keamanan Susaningtyas Kertopati memuji langkah Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andika Perkasa yang menghapus tes keperawanan dalam rekrutmen TNI AD. Menurut Nuning, penghapusan itu adalah langkah tepat.
“Menurut saya, ini langkah maju,” kata mantan Anggota Komisi I DPR ini, dalam keterangan yang diterima redaksi, Rabu (10/8).
Dengan penghapusan itu, kata Nuning, proses pemeriksaan dalam rekrutmen calon prajurit TNI tidak lagi fokus ke hal-hal yang di luar tujuan. Yang harus difokuskan adalah, seorang prajurit, baik laki-laki maupun perempuan, memiliki keterampilan serta nilai akademik.
“Keterampilan berbagai bidang dan psikologi harus bagus sesuai dengan kualifikasi yang ditentukan pihak TNI AD. Seyogyanya TNI matra lain harus sama,” terangnya.
Nuning menambahkan, selama ini banyak organisasi perempuan menentang tes keperawanan. Sebab, di mata banyak perempuan, tes tersebut merupakan bentuk diskriminasi. “Sebuah langkah maju Jenderal TNI Andika Perkasa sebagai KSAD memutuskan untuk menghilangkan tes keperawanan tersebut,” ucapnya.
Menurut Nuning, tes keperawanan tak bisa menjadi ukuran moral seseorang. Contohnya, bisa saja seseorang kehilangan keperawanan karena kecelakaan jatuh dari kuda atau tangga. “Kan kasihan (kalau dijadikan ukuran moral),” imbuhnya.
Sebelumnya, Andika menerangkan, penghapusan tes keperawanan tersebut berdasarkan evaluasi proses rekrutmen TNI AD pada Mei lalu. Namun, pemeriksaan di bagian luar alat kelamin dan abdomen masih dilakukan dalam rangkaian tes kesehatan.
“Soal himen atau selaput dara, tadinya merupakan satu penilaian. Himennya utuh, himen ruptured (robek) sebagian, atau ruptured sampai habis. Sekarang tidak ada lagi penilaian itu,” kata Andika, dalam keterangan persnya, Rabu (10/8)
Secara umum, tambah Andika, perbaikan juga dilakukan terhadap tes buta warna, kelainan tulang belakang, dan kesehatan jantung. Evaluasi ini dilakukan agar proses seleksi lebih fokus, efektif, dan tepat. Misalnya dalam tes buta warna, TNI AD akan menerapkan dua instrumen tes. “Yang kami ubah dalam tes buta warna, kami tambah berat tesnya,” tuturnya.
Andika menyatakan, pada dasarnya, tes kesehatan dilakukan agar para calon prajurit terhindar dari peristiwa yang berpotensi menghilangkan nyawa mereka saat bertugas. Selain itu, tes kesehatan juga untuk menghindari penularan penyakit kepada prajurit-prajurit lain yang mengikuti pendidikan dan pelatihan.
“Karena dalam pelatihan kan bersama-sama, bisa menularkan ke yang lain. Jangan sampai ada infeksi serius yang bisa menyebabkan kegagalan organ. Karena ketika latihan akan ada pada kondisi fisik yang benar-benar mepet,” ujar Andika. [USU]
]]>.
Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID .