
Garap Edhy Prabowo, Penyidik KPK Dalami Soal Bank Garansi
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa empat tersangka kasus suap izin ekspor benur alias benih lobster, Selasa (16/3). “Masing-masing diperiksa dalam kapasitas untuk saling menjadi saksi,” ungkap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri lewat pesan singkat, Rabu (17/3).
Dari Edhy Prabowo, penyidik mendalami perintah dan kebijakan soal bank garansi bagi para eksportir benur.
“Tersangka EP dikonfirmasi terkait dengan perintah dan kebijakan untuk dibuatkannya bank garansi bagi para eksportir yang mendapatkan izin ekspor benih bening lobster di KKP tahun 2020,” ungkap Ali.
Sebelumnya, tim penyidik KPK melakukan penyitaan aset berupa uang tunai sekitar Rp 52, 3 miliar yang diduga berasal dari para eksportir yang telah mendapatkan izin dari KKP untuk melakukan ekspor benih bening lobster tahun 2020.
Komisi antirasuah menduga, Edhy Prabowo memerintahkan Sekjen KKP Antam Novambar agar membuat surat perintah tertulis terkait dengan penarikan jaminan bank (Bank Garansi) dari para eksportir benih lobster kepada Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Rina.
Selanjutnya, Kepala BKIPM memerintahkan Kepala Kantor Balai Karantina Besar Jakarta I Soekarno Hatta untuk menerima Bank Garansi tersebut.
Padahal, aturan penyerahan jaminan bank dari para eksportir sebagai bentuk komitmen dari pelaksanaan ekspor benih bening lobster tersebut diduga tidak pernah ada. Untuk mengklarifikasi soal itu, hari ini, Antam dipanggil KPK, bersama Irjen KKP, M. Yusuf.
Sementara tersangka Ainul Faqih, staf khusus istri Edhy, Iis Rosita Dewi, didalami soal aliran dana suap ke berbagai pihak. Kemudian, dua staf khusus Edhy, Andreau Pribadi Misanta dan Safri, saling dikonfrontir. “Terkait dengan aliran sejumlah dana yang diterima tersangka EP (Edhy Prabowo),” imbuhnya.
Sementara seorang saksi dari pihak swasta, Ade Mulyana Saleh, tidak memenuhi panggilan. “Kami mengimbau untuk kooperatif hadir sesuai dengan panggilan patut yang akan segera dikirimkan kepada yang bersangkutan,” tegas Ali.
Edhy Prabowo disebut menerima suap dari Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito sebesar 103 ribu dolar AS atau setara Rp 1,48 miliar dan Rp 760 juta, dalam kurun waktu Mei hingga November 2020.
Pemberian suap tersebut bertujuan agar Edhy Prabowo mempercepat proses rekomendasi persetujuan pemberian izin budidaya sebagai salah satu syarat pemberian izin ekspor benur kepada PT DPPP milik Suharjito.
Uang suap itu diberikan melalui perantara. Di antaranya lewat dua staf khusus menteri KKP, Andreau Pribadi Misanta dan Safri; kemudian Amiril Mukminin selaku sekretaris pribadi Edhy, dan Ainul Faqih selaku staf pribadi Iis Rosita Dewi, istri Edhy yang juga anggota DPR. [OKT]
]]> Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa empat tersangka kasus suap izin ekspor benur alias benih lobster, Selasa (16/3). “Masing-masing diperiksa dalam kapasitas untuk saling menjadi saksi,” ungkap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri lewat pesan singkat, Rabu (17/3).
Dari Edhy Prabowo, penyidik mendalami perintah dan kebijakan soal bank garansi bagi para eksportir benur.
“Tersangka EP dikonfirmasi terkait dengan perintah dan kebijakan untuk dibuatkannya bank garansi bagi para eksportir yang mendapatkan izin ekspor benih bening lobster di KKP tahun 2020,” ungkap Ali.
Sebelumnya, tim penyidik KPK melakukan penyitaan aset berupa uang tunai sekitar Rp 52, 3 miliar yang diduga berasal dari para eksportir yang telah mendapatkan izin dari KKP untuk melakukan ekspor benih bening lobster tahun 2020.
Komisi antirasuah menduga, Edhy Prabowo memerintahkan Sekjen KKP Antam Novambar agar membuat surat perintah tertulis terkait dengan penarikan jaminan bank (Bank Garansi) dari para eksportir benih lobster kepada Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Rina.
Selanjutnya, Kepala BKIPM memerintahkan Kepala Kantor Balai Karantina Besar Jakarta I Soekarno Hatta untuk menerima Bank Garansi tersebut.
Padahal, aturan penyerahan jaminan bank dari para eksportir sebagai bentuk komitmen dari pelaksanaan ekspor benih bening lobster tersebut diduga tidak pernah ada. Untuk mengklarifikasi soal itu, hari ini, Antam dipanggil KPK, bersama Irjen KKP, M. Yusuf.
Sementara tersangka Ainul Faqih, staf khusus istri Edhy, Iis Rosita Dewi, didalami soal aliran dana suap ke berbagai pihak. Kemudian, dua staf khusus Edhy, Andreau Pribadi Misanta dan Safri, saling dikonfrontir. “Terkait dengan aliran sejumlah dana yang diterima tersangka EP (Edhy Prabowo),” imbuhnya.
Sementara seorang saksi dari pihak swasta, Ade Mulyana Saleh, tidak memenuhi panggilan. “Kami mengimbau untuk kooperatif hadir sesuai dengan panggilan patut yang akan segera dikirimkan kepada yang bersangkutan,” tegas Ali.
Edhy Prabowo disebut menerima suap dari Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito sebesar 103 ribu dolar AS atau setara Rp 1,48 miliar dan Rp 760 juta, dalam kurun waktu Mei hingga November 2020.
Pemberian suap tersebut bertujuan agar Edhy Prabowo mempercepat proses rekomendasi persetujuan pemberian izin budidaya sebagai salah satu syarat pemberian izin ekspor benur kepada PT DPPP milik Suharjito.
Uang suap itu diberikan melalui perantara. Di antaranya lewat dua staf khusus menteri KKP, Andreau Pribadi Misanta dan Safri; kemudian Amiril Mukminin selaku sekretaris pribadi Edhy, dan Ainul Faqih selaku staf pribadi Iis Rosita Dewi, istri Edhy yang juga anggota DPR. [OKT]
]]>.
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .