Etika Politik Nabi Muhammad Saw (46) Menjauhi Pengkhianat (2) .

Perjanjian yang terjadi antara dua orang atau lebih, wajib ditepati. Allah akan menanyai setiap orang yang suka melanggar perjanjian. Karenanya, Islam menekankan agar tidak meremehkan perjanjian yang sudah disepakati. Allah memberikan sifat yang baik kepada para hamba-Nya yang memelihara amanah dan janjinya.

Sebaliknya, orang yang suka melanggar janjinya, tidak tergolong sebagai orang beriman. Karena orang yang melanggar janji adalah salah satu sifat orang munafik.

Alquran memberikan perumpamaan, orang yang suka melanggar janji seperti seorang perempuan tua, bodoh dan lemah, mengotak-atik hasil kain yang sudah dipintal dengan baik, seperti yang disebutkan dalam surat Al-Nahl:

Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi tercerai berai kembali. Kamu menjadikan sumpah perjanjianmu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu.” (Q.S. al-Nahl/16:92).

Dalam sejarah disebutkan, bahwa Nabi seusai menandatangani perjanjian Hudaibiah dengan Suhail bin Amru, tiba-tiba Abu Jandal bin Suhail bin Amru mendatanginya, karena lari dari tahanan kaum musyrikin. Ketika Suhail melihat Abu Jandal, dia menamparnya dan memegang erat leher bajunya sambil mengatakan:

“Hai Muhammad, kita telah mengadakan perjanjian sebelum Abu Jandal mendatangimu.”

Nabi menjawab, “Benar apa yang engkau katakan”, sambil memegang Abu Jandal untuk dikembalikan ke kaum Quraiys, sehingga Abu Jandal berteriak seraya mengatakan:

“Hai orang-orang Islam, apakah engkau ridha kalau aku diserahkan kembali kepada kaum musyrikin?”

Nabi mengatakan, “Wahai Abu Jandal, bersabarlah engkau, sesungguhnya Allah akan memberikan jalan keluar untukmu dan orang-orang yang ada bersamamu. Kami telah mengadakan perjanjian damai dengan mereka, dan kami pun telah berjanji untuk mematuhi dan menepatinya dan tidak akan mengingkarinya.”

Memelihara komitmen dengan cara memelihara nilai-nilai perjanjian telah dijadikan sebagai landasan di kehidupan bernegara dalam Islam, baik ketika berbicara tentang hubungan antara sesama warga, maupun ketika berbicara tentang hubungan diplomatik antara negara.

]]> .
Perjanjian yang terjadi antara dua orang atau lebih, wajib ditepati. Allah akan menanyai setiap orang yang suka melanggar perjanjian. Karenanya, Islam menekankan agar tidak meremehkan perjanjian yang sudah disepakati. Allah memberikan sifat yang baik kepada para hamba-Nya yang memelihara amanah dan janjinya.

Sebaliknya, orang yang suka melanggar janjinya, tidak tergolong sebagai orang beriman. Karena orang yang melanggar janji adalah salah satu sifat orang munafik.

Alquran memberikan perumpamaan, orang yang suka melanggar janji seperti seorang perempuan tua, bodoh dan lemah, mengotak-atik hasil kain yang sudah dipintal dengan baik, seperti yang disebutkan dalam surat Al-Nahl:

“Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi tercerai berai kembali. Kamu menjadikan sumpah perjanjianmu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu.” (Q.S. al-Nahl/16:92).

Dalam sejarah disebutkan, bahwa Nabi seusai menandatangani perjanjian Hudaibiah dengan Suhail bin Amru, tiba-tiba Abu Jandal bin Suhail bin Amru mendatanginya, karena lari dari tahanan kaum musyrikin. Ketika Suhail melihat Abu Jandal, dia menamparnya dan memegang erat leher bajunya sambil mengatakan:

“Hai Muhammad, kita telah mengadakan perjanjian sebelum Abu Jandal mendatangimu.”

Nabi menjawab, “Benar apa yang engkau katakan”, sambil memegang Abu Jandal untuk dikembalikan ke kaum Quraiys, sehingga Abu Jandal berteriak seraya mengatakan:

“Hai orang-orang Islam, apakah engkau ridha kalau aku diserahkan kembali kepada kaum musyrikin?”

Nabi mengatakan, “Wahai Abu Jandal, bersabarlah engkau, sesungguhnya Allah akan memberikan jalan keluar untukmu dan orang-orang yang ada bersamamu. Kami telah mengadakan perjanjian damai dengan mereka, dan kami pun telah berjanji untuk mematuhi dan menepatinya dan tidak akan mengingkarinya.”

Memelihara komitmen dengan cara memelihara nilai-nilai perjanjian telah dijadikan sebagai landasan di kehidupan bernegara dalam Islam, baik ketika berbicara tentang hubungan antara sesama warga, maupun ketika berbicara tentang hubungan diplomatik antara negara.
]]> .
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories