Eksklusif Rakyat Merdeka Dengan Menkes Budi G Sadikin Kita Kuat, Pasti Bisa Merdeka Dari Corona .
Indonesia pasti bisa merdeka dari virus Corona. Pasti. Kita termasuk bangsa yang kuat. Negara kita sudah berulang kali mengalami ujian dan krisis. Berkaca dari pengalaman, tiap kali mengalami kesulitan, kita bisa bangkit lagi.
Indonesia sudah 75 tahun merdeka. Teruji berulang kali jatuh bangun. Saya optimis, pasti bisa,” kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, saat dialog virtual eksklusif dengan Rakyat Merdeka, Senin (16/8/2021) malam.
Apakah bebas dari Corona bisa jadi hadiah kemerdekaan kita tahun ini? Nah, menjawab pertanyaan begini, Menkes terdiam beberapa saat. Dia lalu merespon perlahan. “Hmm, dengan segala kerendahan hati, saya mengatakan belum tahu,” ujarnya.
Feeling-nya? Menkes bilang, tidak mau mendahului. “Saya membaca banyak analisa epidemiolog sejak awal pandemi. Ada yang mengatakan, akan selesai bulan X, ternyata tidak. Lalu mundur lagi, eh ternyata belum juga. Banyak yang salah prediksinya,” kata Menkes. Jadi, ya dengan segala kerendahan hati, memang kita belum tahu kapan Corona ini akan berakhir di Indonesia.
Bahkan, sebetulnya, sekarang pun kita belum tahu, di negara kita, Corona-nya sedang gelombang keberapa. Pandemi, menurut Menkes, gelombang puncaknya tidak selalu dua kali. Melihat pengalaman pandemi flu Spanyol, misalnya, puncak kasusnya berlangsung 3-4 gelombang.
Bukankah kasus aktif di beberapa wilayah, khususnya Jakarta mulai turun? Menkes bilang, sebaiknya kita tidak terlalu jumawa dengan kondisi sekarang. Amerika yang merasa sudah bisa mengendalikan Covid pun, belakangan kewalahan lagi. Juga beberapa negara lain. “Jadi, mereka ternyata too early to predict,” katanya.
Kasus aktif di Jakarta turun, itu benar. Kita senang melihat kondisi tersebut. Tapi, jangan sampai sikap kita kayak keledai. Jatuh di lubang yang sama, akibat ngendorin protokol kesehatan. “Hati-hatilah mengglorifikasi kemenangan yang belum sempurna,” ingat Menkes. Kasus yang turun itu, baiknya dianggap sebagai small win. Lebih baik kita maju selangkah demi selangkah tapi pasti. Daripada langsung lari 100 langkah, eh ujung-ujungnya malah harus mundur ribuan langkah.
Menyikapi small win tanpa glorifikasi, kata Menkes, artinya kita tetap harus waspada. “Kita belum tahu, ke depan, apakah bakal muncul varian baru lagi? Mutasinya bagaimana? Maka, lebih baik kita semua berhati-hati,” pesannya.
Satu hal yang menyebabkan pandemi sulit ditangani, karena 3T (tracing, testing dan treatment) belum maksimal dilakukan. Kelihatannya sulit banget ya mencapai 400 ribu tes per hari? Menurut Menkes, testing tracing bukan sekedar scientific action, tapi juga political and social action. Ada kepala daerah yang takut rating-nya turun kalau bikin tes banyak. Ada tes-tes yang tidak dilaporkan, ada juga beberapa daerah tidak mau melakukan tes. “Inilah dinamika Indonesia. Misal, kepala wilayahnya bilang kasus aktif mencapai 100, eh di provinsi kok dilaporin cuma 2,” katanya.
Untuk menurunkan kurva pandemi, sekarang ini Pemerintah menggenjot vaksinasi. Sudah 83 juta dosis disuntikkan, dengan rincian yang disuntik vaksinasi pertama mencapai 25-an persen, dan vaksinasi kedua 12,6 persen dari total sasaran 208 juta dosis.
“Kecepatan kita 1 juta orang yang disuntik per hari sudah sering. Malah pernah 1,6 juta perhari pada Kamis (12/7/2021) lalu. Target baru dari Bapak Presiden, yang disuntik 2 juta per hari. Kita sekarang kejar itu. Di wilayah aglomerasi Jakarta dan sekitarnya, serta Bali diharapkan lekas 100 persen,” papar Menkes.
Kecepatan suntik pada Januari sampai Juli 2020, mencapai 50 juta dosis. Lalu, Juli sampai Agustus 2021, juga tercapai 50 juta dosis. Menkes yakin, seluruh sasaran bisa tercapai dengan cepat. Dulu, ada yang bilang, vaksinasi di Indonesia akan selesai sampai 10 tahun. “Kita nggak sebodoh itulah,” katanya.
Dia membandingkan kecepatan vaksinasi Indonesia dengan sejumlah negara lain di dunia. Tercepat China (1,85 miliar), disusul India (543,83 juta) lalu Amerika (355,77 juta), Brazil (163,45 juta), Jepang (108,18 juta), Jerman (97,26 juta) dan UK (87,63 juta). Indonesia, dengan kecepatan vaksin seperti sekarang, maka bulan ini bisa menyusul Turki (82,87 juta) ke urutan 8 dunia. Stok vaksin tidak perlu khawatir kekurangan. Tiap hari, Menkes mengecek ketersediaan vaksin dan distribusinya ke sejumlah daerah. Memang, ada sejumlah daerah yang terkesan kekurangan stok vaksinasi, bahkan sampai ada kerumunan dan insiden.
Apa memang benar ada yang jadikan vaksinasi sebagai ajang cari panggung? Menkes menjawab dengan kalimat idiom yang pernah dipopulerkan John F Kennedy: success has many fathers failure is an orphan. Maknanya kira-kira, saat ada kesuksesan bakal banyak yang mengklaim. Sedangkan saat gagal, sendirian. Soal vaksinasi, kata Menkes, mungkin saja banyak pihak ingin jadikan ini sebagai bagian dari panggung politik. “Silakan saja kalau ada yang begitu. Bagi saya, yang terpenting vaksinasi bisa mencapai target,” ujarnya.
Hal lain tentang harga tes PCR (Polymerase Chain Reaction) yang sudah turun jadi Rp 450 ribu-500 ribu. Dia bilang, sesungguhnya tarif PCR di Indonesia tidak termasuk yang termahal di bandingkan di Jepang, Amerika dan sejumlah negara Eropa. Dia memperlihatkan data harga PCR di bandara-bandara dunia. Termahal, sekitar 400 dolar AS di Bandara Kansai, Helsinki, Stockholm, Tokyo Narita, San Fransisco, New York, Chicago dan sejumlah negara Eropa. PCR di Singapura kisaran harganya tak jauh beda dengan Viena, Dublin dan London Heathrow. Harga PCR kisaran 100 dolar AS ada di Hong Kong, Sao Paulo, Madrid dan Icheon, Korea.
Sebelum soal ini ramai, sebetulnya Kemenkes sudah me-review harga PCR, bersama BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan). Sehingga, ketika Presiden memerintahkan agar harga tes PCR diturunkan, pihaknya sudah siap.
“Untungnya, kami sudah review beberapa minggu sebelumnya. Ada persiapan. Jadi, begitu Bapak Presiden nanya, kami sudah siap,” imbuhnya.
Mungkinkah harga PCR bisa semurah di India? Menkes sempat memperlihatkan variabel dalam harga PCR. Komponen termahalnya Kit PCR dan Ekstraksi tidak mungkin dikurangi lagi. Dan itu adalah impor. Sedangkan di India, bisa murah karena bahannya diproduksi sendiri.
Ngobrol virtual dengan Menkes berakhir hampir tengah malam. Banyak hal diceritakan. Meskipun mukanya nampak kelelahan, tapi dia tetap semangat. Sehari-hari, dia masih turun ke sejumlah lokasi vaksinasi dan rumah sakit. Mengecek ketersediaan obat, oksigen dan rapat dengan banyak kalangan.
Ngobrol dipandu Direktur Rakyat Merdeka, Kiki Iswara. Semua pertanyaan dijawab Menkes. Tidak sekedar omongan, tapi banyak data disajikan.
Terakhir, soal waktu yang tepat mendeklarasikan kemerdekaan dari Corona, Menkes mengatakan, cepat atau lambat, ya tergantung kita sendiri. “Kuncinya, jalanin protokol kesehatan dengan baik, maka kita bisa merdeka dengan cepat. Kalau nggak, ya bakal tertunda kemerdekaannya,” cetus dia. Optimis, badai pasti berlalu. [Ratna Susilowati/Khairul Umam]
]]> .
Indonesia pasti bisa merdeka dari virus Corona. Pasti. Kita termasuk bangsa yang kuat. Negara kita sudah berulang kali mengalami ujian dan krisis. Berkaca dari pengalaman, tiap kali mengalami kesulitan, kita bisa bangkit lagi.
Indonesia sudah 75 tahun merdeka. Teruji berulang kali jatuh bangun. Saya optimis, pasti bisa,” kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, saat dialog virtual eksklusif dengan Rakyat Merdeka, Senin (16/8/2021) malam.
Apakah bebas dari Corona bisa jadi hadiah kemerdekaan kita tahun ini? Nah, menjawab pertanyaan begini, Menkes terdiam beberapa saat. Dia lalu merespon perlahan. “Hmm, dengan segala kerendahan hati, saya mengatakan belum tahu,” ujarnya.
Feeling-nya? Menkes bilang, tidak mau mendahului. “Saya membaca banyak analisa epidemiolog sejak awal pandemi. Ada yang mengatakan, akan selesai bulan X, ternyata tidak. Lalu mundur lagi, eh ternyata belum juga. Banyak yang salah prediksinya,” kata Menkes. Jadi, ya dengan segala kerendahan hati, memang kita belum tahu kapan Corona ini akan berakhir di Indonesia.
Bahkan, sebetulnya, sekarang pun kita belum tahu, di negara kita, Corona-nya sedang gelombang keberapa. Pandemi, menurut Menkes, gelombang puncaknya tidak selalu dua kali. Melihat pengalaman pandemi flu Spanyol, misalnya, puncak kasusnya berlangsung 3-4 gelombang.
Bukankah kasus aktif di beberapa wilayah, khususnya Jakarta mulai turun? Menkes bilang, sebaiknya kita tidak terlalu jumawa dengan kondisi sekarang. Amerika yang merasa sudah bisa mengendalikan Covid pun, belakangan kewalahan lagi. Juga beberapa negara lain. “Jadi, mereka ternyata too early to predict,” katanya.
Kasus aktif di Jakarta turun, itu benar. Kita senang melihat kondisi tersebut. Tapi, jangan sampai sikap kita kayak keledai. Jatuh di lubang yang sama, akibat ngendorin protokol kesehatan. “Hati-hatilah mengglorifikasi kemenangan yang belum sempurna,” ingat Menkes. Kasus yang turun itu, baiknya dianggap sebagai small win. Lebih baik kita maju selangkah demi selangkah tapi pasti. Daripada langsung lari 100 langkah, eh ujung-ujungnya malah harus mundur ribuan langkah.
Menyikapi small win tanpa glorifikasi, kata Menkes, artinya kita tetap harus waspada. “Kita belum tahu, ke depan, apakah bakal muncul varian baru lagi? Mutasinya bagaimana? Maka, lebih baik kita semua berhati-hati,” pesannya.
Satu hal yang menyebabkan pandemi sulit ditangani, karena 3T (tracing, testing dan treatment) belum maksimal dilakukan. Kelihatannya sulit banget ya mencapai 400 ribu tes per hari? Menurut Menkes, testing tracing bukan sekedar scientific action, tapi juga political and social action. Ada kepala daerah yang takut rating-nya turun kalau bikin tes banyak. Ada tes-tes yang tidak dilaporkan, ada juga beberapa daerah tidak mau melakukan tes. “Inilah dinamika Indonesia. Misal, kepala wilayahnya bilang kasus aktif mencapai 100, eh di provinsi kok dilaporin cuma 2,” katanya.
Untuk menurunkan kurva pandemi, sekarang ini Pemerintah menggenjot vaksinasi. Sudah 83 juta dosis disuntikkan, dengan rincian yang disuntik vaksinasi pertama mencapai 25-an persen, dan vaksinasi kedua 12,6 persen dari total sasaran 208 juta dosis.
“Kecepatan kita 1 juta orang yang disuntik per hari sudah sering. Malah pernah 1,6 juta perhari pada Kamis (12/7/2021) lalu. Target baru dari Bapak Presiden, yang disuntik 2 juta per hari. Kita sekarang kejar itu. Di wilayah aglomerasi Jakarta dan sekitarnya, serta Bali diharapkan lekas 100 persen,” papar Menkes.
Kecepatan suntik pada Januari sampai Juli 2020, mencapai 50 juta dosis. Lalu, Juli sampai Agustus 2021, juga tercapai 50 juta dosis. Menkes yakin, seluruh sasaran bisa tercapai dengan cepat. Dulu, ada yang bilang, vaksinasi di Indonesia akan selesai sampai 10 tahun. “Kita nggak sebodoh itulah,” katanya.
Dia membandingkan kecepatan vaksinasi Indonesia dengan sejumlah negara lain di dunia. Tercepat China (1,85 miliar), disusul India (543,83 juta) lalu Amerika (355,77 juta), Brazil (163,45 juta), Jepang (108,18 juta), Jerman (97,26 juta) dan UK (87,63 juta). Indonesia, dengan kecepatan vaksin seperti sekarang, maka bulan ini bisa menyusul Turki (82,87 juta) ke urutan 8 dunia. Stok vaksin tidak perlu khawatir kekurangan. Tiap hari, Menkes mengecek ketersediaan vaksin dan distribusinya ke sejumlah daerah. Memang, ada sejumlah daerah yang terkesan kekurangan stok vaksinasi, bahkan sampai ada kerumunan dan insiden.
Apa memang benar ada yang jadikan vaksinasi sebagai ajang cari panggung? Menkes menjawab dengan kalimat idiom yang pernah dipopulerkan John F Kennedy: success has many fathers failure is an orphan. Maknanya kira-kira, saat ada kesuksesan bakal banyak yang mengklaim. Sedangkan saat gagal, sendirian. Soal vaksinasi, kata Menkes, mungkin saja banyak pihak ingin jadikan ini sebagai bagian dari panggung politik. “Silakan saja kalau ada yang begitu. Bagi saya, yang terpenting vaksinasi bisa mencapai target,” ujarnya.
Hal lain tentang harga tes PCR (Polymerase Chain Reaction) yang sudah turun jadi Rp 450 ribu-500 ribu. Dia bilang, sesungguhnya tarif PCR di Indonesia tidak termasuk yang termahal di bandingkan di Jepang, Amerika dan sejumlah negara Eropa. Dia memperlihatkan data harga PCR di bandara-bandara dunia. Termahal, sekitar 400 dolar AS di Bandara Kansai, Helsinki, Stockholm, Tokyo Narita, San Fransisco, New York, Chicago dan sejumlah negara Eropa. PCR di Singapura kisaran harganya tak jauh beda dengan Viena, Dublin dan London Heathrow. Harga PCR kisaran 100 dolar AS ada di Hong Kong, Sao Paulo, Madrid dan Icheon, Korea.
Sebelum soal ini ramai, sebetulnya Kemenkes sudah me-review harga PCR, bersama BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan). Sehingga, ketika Presiden memerintahkan agar harga tes PCR diturunkan, pihaknya sudah siap.
“Untungnya, kami sudah review beberapa minggu sebelumnya. Ada persiapan. Jadi, begitu Bapak Presiden nanya, kami sudah siap,” imbuhnya.
Mungkinkah harga PCR bisa semurah di India? Menkes sempat memperlihatkan variabel dalam harga PCR. Komponen termahalnya Kit PCR dan Ekstraksi tidak mungkin dikurangi lagi. Dan itu adalah impor. Sedangkan di India, bisa murah karena bahannya diproduksi sendiri.
Ngobrol virtual dengan Menkes berakhir hampir tengah malam. Banyak hal diceritakan. Meskipun mukanya nampak kelelahan, tapi dia tetap semangat. Sehari-hari, dia masih turun ke sejumlah lokasi vaksinasi dan rumah sakit. Mengecek ketersediaan obat, oksigen dan rapat dengan banyak kalangan.
Ngobrol dipandu Direktur Rakyat Merdeka, Kiki Iswara. Semua pertanyaan dijawab Menkes. Tidak sekedar omongan, tapi banyak data disajikan.
Terakhir, soal waktu yang tepat mendeklarasikan kemerdekaan dari Corona, Menkes mengatakan, cepat atau lambat, ya tergantung kita sendiri. “Kuncinya, jalanin protokol kesehatan dengan baik, maka kita bisa merdeka dengan cepat. Kalau nggak, ya bakal tertunda kemerdekaannya,” cetus dia. Optimis, badai pasti berlalu. [Ratna Susilowati/Khairul Umam]
]]> .
Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID .