Edhy Prabowo: Jangankan Dihukum Mati, Lebih Dari Itu Pun Saya Siap
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengaku siap bertanggung jawab dan dihukum mati, jika terbukti bersalah dalam kasus dugaan suap perizinan ekspor benih lobster (benur) di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
“Sekali lagi, kalau memang saya dianggap salah saya tidak lari dari kesalahan, saya tetap tanggung jawab. Jangankan dihukum mati, lebih dari itu pun saya siap, demi masyarakat. Saya tidak bicara lantang dengan menutupi kesalahan, saya tidak berlari dari kesalahan yang ada. Silakan proses peradilan berjalan,” kata Edhy di Gedung KPK, Jakarta, Senin (22/2).
Politikus Partai Gerindra ini mengklaim, setiap kebijakan yang diambilnya, semisal yang terkait perizinan ekspor benur, semata-mata hanya untuk kepentingan masyarakat.
“Saya tidak bicara lebih baik atau tidak. Saya ingin menyempurnakan. Intinya, setiap kebijakan yang saya ambil, selalu untuk kepentingan masyarakat. Kalau akhirnya saya harus menanggung akibat, itu sudah risiko bagi saya,” kata Edhy.
“Anda lihat izin kapal yang saya keluarkan. Dalam setahun saya menjabat, jumlahnya ada 4.000 izin. Saya bikin 1 jam beres. Tadinya, makan waktu sampai 14 hari. Banyak izin-izin lain, yang waktunya juga dipersingkat,” papar Edhy.
Dalam kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster ini, KPK menetapkan 7 tersangka. Edhy, Staf Khusus Edhy sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Safri (SAF), Staf Khusus Edhy sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Andreau Misanta Pribadi (AMP), Amiril Mukminin (AM) selaku sekretaris pribadi Edhy, pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi (SWD), dan Ainul Faqih (AF) selaku staf istri Edhy bertindak sebagai penerima suap.
Sedangkan Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito, bertindak sebagai penerima suap. Saat ini, Suharjito sudah berstatus terdakwa, dan tengah menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Suharjito didakwa memberikan suap senilai total Rp 2,146 miliar yang terdiri dari 103 ribu dolar AS (sekitar Rp1,44 miliar) dan Rp 706.055.440 kepada Edhy.
Suap diberikan melalui perantaraan Safri dan Andreau selaku staf khusus Edhy, Amiril selaku sekretaris pribadi Edhy, Ainul Faqih selaku staf pribadi istri Edhy yang juga Anggota DPR RI Iis Rosita dan Siswadhi Pranoto Loe selaku Komisaris PT Perishable Logistics Indonesia (PT PLI) sekaligus pendiri PT ACK.
PT DPPP adalah perusahaan yang bergerak di bidang ekspor dan impor produk pangan, antara lain Benih Bening Lobster (BBL), daging ayam, daging sapi, dan daging ikan. [OKT]
]]> Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengaku siap bertanggung jawab dan dihukum mati, jika terbukti bersalah dalam kasus dugaan suap perizinan ekspor benih lobster (benur) di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
“Sekali lagi, kalau memang saya dianggap salah saya tidak lari dari kesalahan, saya tetap tanggung jawab. Jangankan dihukum mati, lebih dari itu pun saya siap, demi masyarakat. Saya tidak bicara lantang dengan menutupi kesalahan, saya tidak berlari dari kesalahan yang ada. Silakan proses peradilan berjalan,” kata Edhy di Gedung KPK, Jakarta, Senin (22/2).
Politikus Partai Gerindra ini mengklaim, setiap kebijakan yang diambilnya, semisal yang terkait perizinan ekspor benur, semata-mata hanya untuk kepentingan masyarakat.
“Saya tidak bicara lebih baik atau tidak. Saya ingin menyempurnakan. Intinya, setiap kebijakan yang saya ambil, selalu untuk kepentingan masyarakat. Kalau akhirnya saya harus menanggung akibat, itu sudah risiko bagi saya,” kata Edhy.
“Anda lihat izin kapal yang saya keluarkan. Dalam setahun saya menjabat, jumlahnya ada 4.000 izin. Saya bikin 1 jam beres. Tadinya, makan waktu sampai 14 hari. Banyak izin-izin lain, yang waktunya juga dipersingkat,” papar Edhy.
Dalam kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster ini, KPK menetapkan 7 tersangka. Edhy, Staf Khusus Edhy sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Safri (SAF), Staf Khusus Edhy sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Andreau Misanta Pribadi (AMP), Amiril Mukminin (AM) selaku sekretaris pribadi Edhy, pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi (SWD), dan Ainul Faqih (AF) selaku staf istri Edhy bertindak sebagai penerima suap.
Sedangkan Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito, bertindak sebagai penerima suap. Saat ini, Suharjito sudah berstatus terdakwa, dan tengah menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Suharjito didakwa memberikan suap senilai total Rp 2,146 miliar yang terdiri dari 103 ribu dolar AS (sekitar Rp1,44 miliar) dan Rp 706.055.440 kepada Edhy.
Suap diberikan melalui perantaraan Safri dan Andreau selaku staf khusus Edhy, Amiril selaku sekretaris pribadi Edhy, Ainul Faqih selaku staf pribadi istri Edhy yang juga Anggota DPR RI Iis Rosita dan Siswadhi Pranoto Loe selaku Komisaris PT Perishable Logistics Indonesia (PT PLI) sekaligus pendiri PT ACK.
PT DPPP adalah perusahaan yang bergerak di bidang ekspor dan impor produk pangan, antara lain Benih Bening Lobster (BBL), daging ayam, daging sapi, dan daging ikan. [OKT]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .