Duh, Setiap Hari Terjadi 3 Kali Kebakaran Di Jakarta Pemprov DKI Cepat Tata Kampung Dong

Angka musibah kebakaran di Ibu Kota bikin kita mengelus dada. Sepanjang tahun 2021, rata-rata terjadi 3 kali kebakaran dalam sehari di DKI Jakarta. Pemicunya antara lain disebabkan kurangnya upaya Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melakukan pencegahan.

Kebakaran teranyar terjadi di pemukiman padat penduduk di Jalan Pisangan Baru III RT.06/10, Matraman, Jakarta Timur (Jaktim), Kamis (25/3) dini hari. Musibah ini menelan 10 korban jiwa.

Kebakaran mulai melanda pukul 04.50 WIB. Untuk memadamkan amukan si jago merah, Pemadam Kebakaran Jaktim mengerahkan 14 unit mobil pemadam kebakaran. Kobaran api diduga berasal dari korsleting listrik. Api padam pukul 05.50 WIB. Kerugian materi akibat peristiwa ini ditaksir mencapai Rp 800 juta.

Berdasarkan pantauan dalam situs Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) DKI Jakarta yakni Jakartafire.net, dari awal tahun hingga 15 Maret 2021, terjadi 260 kasus kebakaran atau rata-rata 3 kali per hari. Kemudian, ada 908 upaya penyelamatan. Kerugiannya ditaksir mencapai Rp 31,9 miliar.

Ada lima penyebab kebakaran, yakni listrik, rokok, kompor, lain-lain dan belum diketahui. Akibat korselting maupun instalasi yang tak sesuai, menjadi penyebab tertinggi kebakaran. Dari data itu, pada 2016, kebakaran diakibatkan listrik hampir 800 kasus.

Selanjutnya, pada 2017 dan 2018, kebakaran diakibatkan listrik meningkat, lebih dari 800 kasus. Angka menurun pada 2019 di bawah ada 600 kasus. Namun, kembali meningkat pada 2020 lebih dari 640 kasus.

Pengamat Perkotaan Universitas Trisakti, Nirwono Joga mengatakan, Pemprov sudah mendata ada 198 Rukun Warga (RW) berkategori rawan kebakaran. Tetapi tidak ada upaya untuk melakukan penataan. Pemprov hanya fokus mengurus Kampung Akuarium untuk memenuhi janji politik Gubernur Anies Baswedan.

Padahal, RW rawan kebakaran, yang umumnya pemukiman kumuh tersebut menyebabkan berbagai masalah. Dari mulai kualitas lingkungan buruk karena kurangnya ruang terbuka hijau, gang sempit, drainase mampet, hingga instalasi listrik semrawut penyebab korsleting yang berujung kebakaran.

Berdasarkan data Pemprov DKI, lanjutnya, dari luas Ibu Kota yang mencapai 661,5 kilometer persegi, hanya 9,98 persen saja yang menjadi ruang terbuka hijau. Sisanya perumahan dan pemukiman penduduk, gedung-gedung bertingkat, pertokoan, atau lahan yang belum dimanfaatkan yang diambil alih menjadi pemukiman.

Dengan kondisi itu, lanjut Nirwono, revitalisasi kampung padat penduduk, sudah semestinya dilakukan dari sekarang. Yakni, dengan melakukan peremajaan perkampungan padat penduduk dengan membangun rumah susun ataupun kampung susun.

Sebab, pembangunan di Jakarta selama ini tidak optimal alias boros lahan. Pembangunan hunian di Jakarta lebih banyak rumah tapak yang menghabiskan banyak lahan.

Namun yang paling penting, ditekankan Nirwono, pemukiman harus ditata dari mulai jaringan utilitas gas, listrik, air beraih, sampah, limbah hingga jalur mobil pemadam dan tempat evakuasi.

 

“Semua kampung padat harus sudah diremajakan atau ditata ulang. Dibangun kampung susun. Nanti sisa lahannya dioptimalkan menjadi ruang terbuka hijau, tempat evakuasi dan infrastruktur penanggulangan bencana kebakaran, dan bencana lain seperti gempa,” katanya.

Selanjutnya, Pemprov DKI harus segera menyusun rencana induk sistem proteksi kebakaran. Yakni, dengan memetakan kawasan pemukiman padat yang rawan, dan menyediakan jumlah kebutuhan alat pencegah kebakaran di tingkat RT/RW, kelurahan, kecamatan.

Sistem pencegahan kebakaran lintas sektoral harus terkoordinasi. Selain itu, ia menyarankan, pemerintah memeriksa regulasi dan legalisasi kawasan pemukiman. Pemprov DKI juga harus memastikan lahan sesuai peruntukan hunian.

Di sisi lain, lanjut Nirwono, Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelematan, Perusahaan Listrik Negara (PLN), Satpol PP, dan seluruh jajaran, harus terus menyosialisasikan dan pengecekan penggunaan listrik yang aman dengan memastikan kabel ber-SNI (Standar Nasional Indonesia), tidak tumpang tindih, dan tidak melebihi beban.

Selanjutnya, adalah edukasi penggunaan kompor gas yang aman, puntung rokok, pelatihan operasi dan perawatan alat pe­madam kebakaran ringan, serta simulasi berkala dengan melibatkan warga atau sukarelawan pemadam kebakaran.

“Juga revitalisasi armada pemadam kebakaran, petugas, peralatan, pelengkapan pendukung seperti pompa hidran dan pasokan air yang memadai, penyediaan pos pemadam di setiap kelurahan. Kalau semua itu dilaksanakan, kebakaran bisa diminimalisir,” yakinnya.

Turun 31 Persen

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengklaim, angka kasus kebakaran di Ibu Kota menurun 31 persen. “Alhamdulillah data tahun lalu (2020), kebakaran menurun 31 persen. Semoga tahun ini turun lagi,” kata Riza kepada wartawan di Pasar Baru, Jakarta Pusat.

Namun Riza mengakui, ada 198 RW di Jakarta yang berstatus rawan kebakaran. Politisi Partai Gerindra ini berjanji, Pemprov DKI akan membenahi pemukiman warga agar terhindar dari bahaya kebakaran.

“Paling penting adalah selain kami terus melakukan penataan kampung dan kota agar lebih bersih, rapi, tertata dan lebih lestari dan sebagainya,” janjinya.

Ditegaskannya, Pemprov DKI sudah gencar sosialisasi pencegahan kebakaran ke seluruh warga. Salah satunya dengan memasang stiker di rumah-rumah padat penduduk yang rawan kebakaran. Riza pun meminta kepada warga yang tinggal di kampung rawan kebakaran dapat memperhatikan benda-benda yang kerap menjadi penyebab kebakaran dan benda-benda yang mudah terbakar.

“Agar diperhatikan yang pertama tadi kompor, puntung rokok, kabel-kabel harus SNI, kemudian listrik, semua diperhatikan. Jangan ada steker, stop kontak yang ditumpuk begitu,” ujar Riza. [FAQ]

]]> Angka musibah kebakaran di Ibu Kota bikin kita mengelus dada. Sepanjang tahun 2021, rata-rata terjadi 3 kali kebakaran dalam sehari di DKI Jakarta. Pemicunya antara lain disebabkan kurangnya upaya Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melakukan pencegahan.

Kebakaran teranyar terjadi di pemukiman padat penduduk di Jalan Pisangan Baru III RT.06/10, Matraman, Jakarta Timur (Jaktim), Kamis (25/3) dini hari. Musibah ini menelan 10 korban jiwa.

Kebakaran mulai melanda pukul 04.50 WIB. Untuk memadamkan amukan si jago merah, Pemadam Kebakaran Jaktim mengerahkan 14 unit mobil pemadam kebakaran. Kobaran api diduga berasal dari korsleting listrik. Api padam pukul 05.50 WIB. Kerugian materi akibat peristiwa ini ditaksir mencapai Rp 800 juta.

Berdasarkan pantauan dalam situs Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) DKI Jakarta yakni Jakartafire.net, dari awal tahun hingga 15 Maret 2021, terjadi 260 kasus kebakaran atau rata-rata 3 kali per hari. Kemudian, ada 908 upaya penyelamatan. Kerugiannya ditaksir mencapai Rp 31,9 miliar.

Ada lima penyebab kebakaran, yakni listrik, rokok, kompor, lain-lain dan belum diketahui. Akibat korselting maupun instalasi yang tak sesuai, menjadi penyebab tertinggi kebakaran. Dari data itu, pada 2016, kebakaran diakibatkan listrik hampir 800 kasus.

Selanjutnya, pada 2017 dan 2018, kebakaran diakibatkan listrik meningkat, lebih dari 800 kasus. Angka menurun pada 2019 di bawah ada 600 kasus. Namun, kembali meningkat pada 2020 lebih dari 640 kasus.

Pengamat Perkotaan Universitas Trisakti, Nirwono Joga mengatakan, Pemprov sudah mendata ada 198 Rukun Warga (RW) berkategori rawan kebakaran. Tetapi tidak ada upaya untuk melakukan penataan. Pemprov hanya fokus mengurus Kampung Akuarium untuk memenuhi janji politik Gubernur Anies Baswedan.

Padahal, RW rawan kebakaran, yang umumnya pemukiman kumuh tersebut menyebabkan berbagai masalah. Dari mulai kualitas lingkungan buruk karena kurangnya ruang terbuka hijau, gang sempit, drainase mampet, hingga instalasi listrik semrawut penyebab korsleting yang berujung kebakaran.

Berdasarkan data Pemprov DKI, lanjutnya, dari luas Ibu Kota yang mencapai 661,5 kilometer persegi, hanya 9,98 persen saja yang menjadi ruang terbuka hijau. Sisanya perumahan dan pemukiman penduduk, gedung-gedung bertingkat, pertokoan, atau lahan yang belum dimanfaatkan yang diambil alih menjadi pemukiman.

Dengan kondisi itu, lanjut Nirwono, revitalisasi kampung padat penduduk, sudah semestinya dilakukan dari sekarang. Yakni, dengan melakukan peremajaan perkampungan padat penduduk dengan membangun rumah susun ataupun kampung susun.

Sebab, pembangunan di Jakarta selama ini tidak optimal alias boros lahan. Pembangunan hunian di Jakarta lebih banyak rumah tapak yang menghabiskan banyak lahan.

Namun yang paling penting, ditekankan Nirwono, pemukiman harus ditata dari mulai jaringan utilitas gas, listrik, air beraih, sampah, limbah hingga jalur mobil pemadam dan tempat evakuasi.

 

“Semua kampung padat harus sudah diremajakan atau ditata ulang. Dibangun kampung susun. Nanti sisa lahannya dioptimalkan menjadi ruang terbuka hijau, tempat evakuasi dan infrastruktur penanggulangan bencana kebakaran, dan bencana lain seperti gempa,” katanya.

Selanjutnya, Pemprov DKI harus segera menyusun rencana induk sistem proteksi kebakaran. Yakni, dengan memetakan kawasan pemukiman padat yang rawan, dan menyediakan jumlah kebutuhan alat pencegah kebakaran di tingkat RT/RW, kelurahan, kecamatan.

Sistem pencegahan kebakaran lintas sektoral harus terkoordinasi. Selain itu, ia menyarankan, pemerintah memeriksa regulasi dan legalisasi kawasan pemukiman. Pemprov DKI juga harus memastikan lahan sesuai peruntukan hunian.

Di sisi lain, lanjut Nirwono, Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelematan, Perusahaan Listrik Negara (PLN), Satpol PP, dan seluruh jajaran, harus terus menyosialisasikan dan pengecekan penggunaan listrik yang aman dengan memastikan kabel ber-SNI (Standar Nasional Indonesia), tidak tumpang tindih, dan tidak melebihi beban.

Selanjutnya, adalah edukasi penggunaan kompor gas yang aman, puntung rokok, pelatihan operasi dan perawatan alat pe­madam kebakaran ringan, serta simulasi berkala dengan melibatkan warga atau sukarelawan pemadam kebakaran.

“Juga revitalisasi armada pemadam kebakaran, petugas, peralatan, pelengkapan pendukung seperti pompa hidran dan pasokan air yang memadai, penyediaan pos pemadam di setiap kelurahan. Kalau semua itu dilaksanakan, kebakaran bisa diminimalisir,” yakinnya.

Turun 31 Persen

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengklaim, angka kasus kebakaran di Ibu Kota menurun 31 persen. “Alhamdulillah data tahun lalu (2020), kebakaran menurun 31 persen. Semoga tahun ini turun lagi,” kata Riza kepada wartawan di Pasar Baru, Jakarta Pusat.

Namun Riza mengakui, ada 198 RW di Jakarta yang berstatus rawan kebakaran. Politisi Partai Gerindra ini berjanji, Pemprov DKI akan membenahi pemukiman warga agar terhindar dari bahaya kebakaran.

“Paling penting adalah selain kami terus melakukan penataan kampung dan kota agar lebih bersih, rapi, tertata dan lebih lestari dan sebagainya,” janjinya.

Ditegaskannya, Pemprov DKI sudah gencar sosialisasi pencegahan kebakaran ke seluruh warga. Salah satunya dengan memasang stiker di rumah-rumah padat penduduk yang rawan kebakaran. Riza pun meminta kepada warga yang tinggal di kampung rawan kebakaran dapat memperhatikan benda-benda yang kerap menjadi penyebab kebakaran dan benda-benda yang mudah terbakar.

“Agar diperhatikan yang pertama tadi kompor, puntung rokok, kabel-kabel harus SNI, kemudian listrik, semua diperhatikan. Jangan ada steker, stop kontak yang ditumpuk begitu,” ujar Riza. [FAQ]
]]>.
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories