Dorong Implementasi SIPP, KPK Bakal Sambangi Markas-markas Parpol

Kedeputian Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Pusat Penelitian Politik (P2P) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD).

FGD itu membahas konsep Sistem Integritas Partai Politik (SIPP) yang akan didorong untuk diimplementasikan partai politik. Kegiatan itu berlangsung di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (12/4).

“KPK berencana mengunjungi DPP (Dewan Pimpinan Pusat) partai untuk berdiskusi mengenai SIPP. Harapannya, mereka bisa mengimplementasikan dorongan KPK untuk menerapkan SIPP ini,” ujar Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat  KPK, Wawan.

Wawan menyebutkan, SIPP adalah seperangkat kebijakan yang dibangun oleh partai politik dan disepakati secara kolektif sebagai standar integritas yang harus dipatuhi oleh seluruh kader partai.

Dalam kunjungan ke partai politik nantinya komisi antirasuah akan mensosialisasikan SIPP dan Tools of Assessment (ToA) untuk SIPP.

Dengan penerapan SIPP, diharapkan partai dapat menghasilkan calon pemimpin yang berintegritas, meminimalkan risiko korupsi politik, dan penyalahgunaan kekuasaan.

Selain itu, parpol juga diharapkan bisa menjalankan instrumen kepatuhan sistem integritas partai, dan menghasilkan tata kelola keuangan yang transparan dan akuntabel.

Pada tahun 2016 dan 2017, KPK pernah bekerja sama dengan P2P LIPI yang menghasilkan konsep tentang SIPP. Hasil kajian mengidentifikasi 5 (lima) masalah utama penyebab rendahnya integritas partai.

Satu, belum ada standar etika partai dan politisi. Dua, sistem rekrutmen yang belum berstandar. Tiga, sistem kaderisasi yang belum berjenjang dan belum terlembaga.

Kemudian, empat, masih rendahnya pengelolaan dan pelaporan pendanaan partai yang berasal dari negara. Dan lima, belum terbangunnya demokrasi internal partai.

Dalam kajian tersebut, KPK mengajukan lima komponen dan sejumlah sub komponen dalam SIPP. Satu, komponen standar etika partai dan politisi, yang terdiri atas sub-komponen dokumen etik, lembaga penegak etik, sistem pengaduan dan whistleblower system, dan pengaturan konflik kepentingan.

Dua, komponen standar rekrutmen, yang terdiri atas sub-komponen adanya sistem dan panduan rekrutmen, regulasi, implementasi, serta monitoring dan evaluasi.

Tiga, komponen kaderisasi, yang meliputi sub-komponen adanya sistem dan panduan, regulasi dan basis-data, implementasi, serta monitoring dan evaluasi.

Empat, komponen pendanaan partai, yang terdiri atas sub-komponen informasi sumber keuangan, alokasi anggaran, dan tata kelola keuangan partai.

Dan lima, komponen demokrasi internal partai, yang mencakup penentuan pengurus, pola pengambilan keputusan, penentuan calon legislatif dan pejabat publik, dan desentralisasi kewenangan.

KPK berharap implementasi SIPP secara konsisten oleh partai politik akan meminimalisir persoalan-persoalan yang berkontribusi pada rendahnya integritas partai politik.

Selain mendorong SIPP, pada tahun 2021 ini KPK juga akan melaksanakan beberapa program lain, yakni menyelenggarakan Program Pembinaan Kader Partai Politik Cerdas Berintegritas (PCB), Program Penyelenggara Pemilu Berintegritas, Program Pemilih Pemilu Berintegritas, dan Webinar Politik.

Menyinggung hasil kajian, Peneliti P2P LIPI Mochamad Nurhasim menyatakan, pendanaan partai merupakan persoalan utama dalam pengelolaan partai di Indonesia.

Karena itu, menurutnya, dalam rangka memperkuat kelembagaan parpol, pola pendanaan parpol haruslah diatur sedemikian rupa.

“Salah satu gagasan untuk memperbaiki pola pendanaan parpol adalah bahwa perlu kajian mendalam mengenai kemungkinan negara menyediakan dana untuk mendanai seluruh kebutuhan partai,” tuturnya.

Artinya, partai mengandalkan pendanaannya sebagian besar dari negara. Tapi konsekuensinya, partai harus melaporkan secara rapi dan reguler mengenai pemakaian dana negara tersebut. Negara pun berhak mengaudit seluruh proses pembiayaan partai.

Namun, menurut Nurhasim, usulan menaikkan besaran pendanaan partai bukanlah upaya semata meningkatkan keuangan partai. Hal ini, lanjutnya, haruslah diikuti oleh partai dengan berkomitmen menerapkan SIPP. [OKT]

]]> Kedeputian Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Pusat Penelitian Politik (P2P) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD).

FGD itu membahas konsep Sistem Integritas Partai Politik (SIPP) yang akan didorong untuk diimplementasikan partai politik. Kegiatan itu berlangsung di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (12/4).

“KPK berencana mengunjungi DPP (Dewan Pimpinan Pusat) partai untuk berdiskusi mengenai SIPP. Harapannya, mereka bisa mengimplementasikan dorongan KPK untuk menerapkan SIPP ini,” ujar Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat  KPK, Wawan.

Wawan menyebutkan, SIPP adalah seperangkat kebijakan yang dibangun oleh partai politik dan disepakati secara kolektif sebagai standar integritas yang harus dipatuhi oleh seluruh kader partai.

Dalam kunjungan ke partai politik nantinya komisi antirasuah akan mensosialisasikan SIPP dan Tools of Assessment (ToA) untuk SIPP.

Dengan penerapan SIPP, diharapkan partai dapat menghasilkan calon pemimpin yang berintegritas, meminimalkan risiko korupsi politik, dan penyalahgunaan kekuasaan.

Selain itu, parpol juga diharapkan bisa menjalankan instrumen kepatuhan sistem integritas partai, dan menghasilkan tata kelola keuangan yang transparan dan akuntabel.

Pada tahun 2016 dan 2017, KPK pernah bekerja sama dengan P2P LIPI yang menghasilkan konsep tentang SIPP. Hasil kajian mengidentifikasi 5 (lima) masalah utama penyebab rendahnya integritas partai.

Satu, belum ada standar etika partai dan politisi. Dua, sistem rekrutmen yang belum berstandar. Tiga, sistem kaderisasi yang belum berjenjang dan belum terlembaga.

Kemudian, empat, masih rendahnya pengelolaan dan pelaporan pendanaan partai yang berasal dari negara. Dan lima, belum terbangunnya demokrasi internal partai.

Dalam kajian tersebut, KPK mengajukan lima komponen dan sejumlah sub komponen dalam SIPP. Satu, komponen standar etika partai dan politisi, yang terdiri atas sub-komponen dokumen etik, lembaga penegak etik, sistem pengaduan dan whistle-blower system, dan pengaturan konflik kepentingan.

Dua, komponen standar rekrutmen, yang terdiri atas sub-komponen adanya sistem dan panduan rekrutmen, regulasi, implementasi, serta monitoring dan evaluasi.

Tiga, komponen kaderisasi, yang meliputi sub-komponen adanya sistem dan panduan, regulasi dan basis-data, implementasi, serta monitoring dan evaluasi.

Empat, komponen pendanaan partai, yang terdiri atas sub-komponen informasi sumber keuangan, alokasi anggaran, dan tata kelola keuangan partai.

Dan lima, komponen demokrasi internal partai, yang mencakup penentuan pengurus, pola pengambilan keputusan, penentuan calon legislatif dan pejabat publik, dan desentralisasi kewenangan.

KPK berharap implementasi SIPP secara konsisten oleh partai politik akan meminimalisir persoalan-persoalan yang berkontribusi pada rendahnya integritas partai politik.

Selain mendorong SIPP, pada tahun 2021 ini KPK juga akan melaksanakan beberapa program lain, yakni menyelenggarakan Program Pembinaan Kader Partai Politik Cerdas Berintegritas (PCB), Program Penyelenggara Pemilu Berintegritas, Program Pemilih Pemilu Berintegritas, dan Webinar Politik.

Menyinggung hasil kajian, Peneliti P2P LIPI Mochamad Nurhasim menyatakan, pendanaan partai merupakan persoalan utama dalam pengelolaan partai di Indonesia.

Karena itu, menurutnya, dalam rangka memperkuat kelembagaan parpol, pola pendanaan parpol haruslah diatur sedemikian rupa.

“Salah satu gagasan untuk memperbaiki pola pendanaan parpol adalah bahwa perlu kajian mendalam mengenai kemungkinan negara menyediakan dana untuk mendanai seluruh kebutuhan partai,” tuturnya.

Artinya, partai mengandalkan pendanaannya sebagian besar dari negara. Tapi konsekuensinya, partai harus melaporkan secara rapi dan reguler mengenai pemakaian dana negara tersebut. Negara pun berhak mengaudit seluruh proses pembiayaan partai.

Namun, menurut Nurhasim, usulan menaikkan besaran pendanaan partai bukanlah upaya semata meningkatkan keuangan partai. Hal ini, lanjutnya, haruslah diikuti oleh partai dengan berkomitmen menerapkan SIPP. [OKT]
]]>.
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories