Diunggulkan Gantikan Mega Puan-Prananda Jangan Sampai Perang Saudara

Dua nama diunggulkan menjadi sosok pengganti Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum PDIP. Kedua nama itu tak lain anak Mega sendiri: Puan Maharani dan Prananda Prabowo atau akrab disapa Nanan. Karena yang dijagokan masih saudara kandung, suksesi mesti dilakukan dengan soft. Jangan sampai faksi Puan dan faksi Nanan menjadi friksi dan membesar menjadi perang saudara.

Pernyataan Mega bersedia mundur dari jabatan Ketua Umum ditanggapi beragam oleh kader banteng. Ada yang masih menginginkan Mega menahkodai partai. Ada juga yang menjagokan anak-anak Mega menjadi penggantinya.

Lalu siapa yang akan dipilih? Ganjar Pranowo, kader PDIP yang sekarang jadi Gubernur Jawa Tengah menyebut, penerus Mega bisa saja anak biologis Mega atau anak ideologis. Anak biologis Mega yang dimaksud adalah Prananda Prabowo dan Puan Maharani.

Saat ditanya siapa nanti yang akan dipilih, Ganjar enggan menjawab secara lugas. “Saya yakin, Bu Mega sudah menyiapkan,” kata Ganjar, Kamis (25/3).

Senada disampaikan Ketua DPC PDIP Solo, FX Hadi Rudyatmo. Kata dia, soal siapa penerus Mega biar nanti Kongres yang menentukan. Dia hanya menegaskan tak ada persaingan berebut posisi di antara trah Soekarno. “Karena semuanya hak prerogratif Bu Mega. Beliau yang menentukan,” ujarnya.

Politisi PDIP, Hendrawan Soepratikno mengatakan, dalam AD/ART partai kewenangan memilih ketum sepenuhnya ada di tangan Bu Mega. Dia mengakui kesolidan PDIP tak lepas dari sosok Mega yang merupakan trah Soekarno. Trah Soekarno adalah inti eksistensi PDIP.

Lalu siapa yang akan dipilih Bu Mega ke depan. Apakah Puan atau Prananda? Hendrawan mengatakan, soal itu sepenuhnya ada di tangan Ibu Mega. “Kami kader tidak mau diadu-adu atau dibuat kubu-kubuan,” ucapnya.

Jika mengacu apa yang disampaikan sejumlah kader PDIP itu, Puan dan Prananda yang diunggulkan menjadi penerus Mega. Puan adalah putri bungsu Mega dari hasil perkawinan dengan almarhum Taufik Kiemas. Sementara Prananda adalah anak kedua Mega dari perkawinan pertamanya atau kakak tiri Puan.

Keduanya aktif di partai, menjabat sebagai ketua DPP. Puan juga saat ini menjabat sebagai Ketua DPR. Sebenarnya ada satu lagi anak Mega yaitu Rizki Pratama atau biasa disapa Tatam. Namun, putra sulung Mega ini tidak aktif di partai dan lebih dikenal sebagai pengusaha.

Pendiri Lembaga Survei Kedai Kopi, Hendri Satrio mengakui, pemersatu atau lem di PDIP ada di trah Soekarno. Jadi, penerus Mega sangat mungkin kedua anaknya yaitu Puan dan Prananda.

Menurut Hendri, kedua nama itu punya prestasi yang bagus. Puan punya pengalaman lengkap di eksekutif, legislatif dan partai. Tak hanya itu, prestasinya pun moncer di dunia politik.

Sementara Prananda, sebut Hendri, menjadi salah satu tulang punggung partai. Posisinya ada di jantungnya partai. “Mas Nanan ini orang yang banyak berkecimpung dengan hal-hal yang ada kaitannya dengan strategi partai,” kata Hendri, kepada Rakyat Merdeka, tadi malam.

 

Sebetulnya, kata Hendri, ada satu lagi putra Mega yaitu Rizky Pratama atau Mas Tatam. Walapun lebih dikenal sebagai pebisnis dan jarang muncul di partai, keberadaannya tak bisa diremehkan.

“Bisa saja Mas Tatam yang dimunculkan oleh Bu Mega sebagai jalan tengah persaingan antara kedua kubu Nanan dan Puan. Ini bisa jadi solusi yang baik, karena Mas Tatam termasuk netral,” ujarnya.

Dan, kata Hendri, meski jarang terlihat, sosok Tatam secara mistis mirip banget dengan Bung Karno. “Kalau Mas Tatam dimunculkan oleh Mega, bisa jadi dia jadi jalan tengah. Karena bagaimanapun penerus Mega pasti trah Soekarno atau lebih tepatnya trah Megawati Soekarnoputri,” pungkasnya.

Pegamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Prof Siti Zuhro menilai wajar kalau Mega ingin lengser keprabon. Karena karier politik Mega sudah mencapai puncaknya. Mega sudah menjadi presiden. Ilmunya di dunia politik pun sudah paripurna. Terbukti, ia mampu melewati berbagai persoalan selama puluhan tahun memimpin partai.

Meski diakui Siti, dalam pernyataan Mega tersimpan sedikit kekhawatiran. Bagaimana nasib partai setelah ia tinggalkan. Menurut dia, kekhawatiran itu hal yang wajar. Mega yang memimpin partai sejak 1997, pastinya menyaksikan bagaimana partai lain terombang-ambing dihantam berbagai masalah saat suksesi. Mulai dari Golkar, PPP, lanjut kisruh PAN, kemudian Berkarya dan teranyar soal caplok mencaplok di Demokrat.

Soal suksesi ini, tentu jadi perhatian Mega. Sebagai seorang pemimpin berkelas, Mega pastinya ingin melihat proses regenerasi itu berjalan lancar.

Karena sejak 1997, Mega sudah mampu melewati berbagai persoalan di internal partai.

Menurut Siti, agar suksesi berjalan lancar, Mega mesti memberi peluang yang sama kepada seluruh kader untuk memimpin. Membiarkan kompetisi secara terbuka. Agar terasa ada fairness. Tidak langsung memilih kepada satu orang. Tujuannya agar tidak terjadi penolakan-penolakan.

Kompetisi secara terbuka dengan saringan berlapis untuk memilih siapa kader terbaik. Tujuannya, agar yang terpilih bukan kader kutu loncat. Walau pun mungkin pada ujungnya akan mengerucut kepada sejumlah nama sepeti Puan, Prananda atau, bahkan Jokowi.

Harus diakui, kata dia, dalam sebuah partai terdapat faksi-faksi. Yang apabila tidak bisa dikelola dengan baik, akan menimbulkan friksi yang akhirnya mendatangkan pemberontakan di internal. “Kalau tidak dikelola friksi ini bisa jadi perang saudara,” ucap Siti.

Menurut Siti, suksesi inilah ujian terakhir Mega. Mengantarkan pemimpin baru untuk memimpin PDIP. Mau tak mau organisasi butuh darah segar supaya tidak stagnan. Agar ada kebaruan, adaptif dan fleksibel. [BCG]

]]> Dua nama diunggulkan menjadi sosok pengganti Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum PDIP. Kedua nama itu tak lain anak Mega sendiri: Puan Maharani dan Prananda Prabowo atau akrab disapa Nanan. Karena yang dijagokan masih saudara kandung, suksesi mesti dilakukan dengan soft. Jangan sampai faksi Puan dan faksi Nanan menjadi friksi dan membesar menjadi perang saudara.

Pernyataan Mega bersedia mundur dari jabatan Ketua Umum ditanggapi beragam oleh kader banteng. Ada yang masih menginginkan Mega menahkodai partai. Ada juga yang menjagokan anak-anak Mega menjadi penggantinya.

Lalu siapa yang akan dipilih? Ganjar Pranowo, kader PDIP yang sekarang jadi Gubernur Jawa Tengah menyebut, penerus Mega bisa saja anak biologis Mega atau anak ideologis. Anak biologis Mega yang dimaksud adalah Prananda Prabowo dan Puan Maharani.

Saat ditanya siapa nanti yang akan dipilih, Ganjar enggan menjawab secara lugas. “Saya yakin, Bu Mega sudah menyiapkan,” kata Ganjar, Kamis (25/3).

Senada disampaikan Ketua DPC PDIP Solo, FX Hadi Rudyatmo. Kata dia, soal siapa penerus Mega biar nanti Kongres yang menentukan. Dia hanya menegaskan tak ada persaingan berebut posisi di antara trah Soekarno. “Karena semuanya hak prerogratif Bu Mega. Beliau yang menentukan,” ujarnya.

Politisi PDIP, Hendrawan Soepratikno mengatakan, dalam AD/ART partai kewenangan memilih ketum sepenuhnya ada di tangan Bu Mega. Dia mengakui kesolidan PDIP tak lepas dari sosok Mega yang merupakan trah Soekarno. Trah Soekarno adalah inti eksistensi PDIP.

Lalu siapa yang akan dipilih Bu Mega ke depan. Apakah Puan atau Prananda? Hendrawan mengatakan, soal itu sepenuhnya ada di tangan Ibu Mega. “Kami kader tidak mau diadu-adu atau dibuat kubu-kubuan,” ucapnya.

Jika mengacu apa yang disampaikan sejumlah kader PDIP itu, Puan dan Prananda yang diunggulkan menjadi penerus Mega. Puan adalah putri bungsu Mega dari hasil perkawinan dengan almarhum Taufik Kiemas. Sementara Prananda adalah anak kedua Mega dari perkawinan pertamanya atau kakak tiri Puan.

Keduanya aktif di partai, menjabat sebagai ketua DPP. Puan juga saat ini menjabat sebagai Ketua DPR. Sebenarnya ada satu lagi anak Mega yaitu Rizki Pratama atau biasa disapa Tatam. Namun, putra sulung Mega ini tidak aktif di partai dan lebih dikenal sebagai pengusaha.

Pendiri Lembaga Survei Kedai Kopi, Hendri Satrio mengakui, pemersatu atau lem di PDIP ada di trah Soekarno. Jadi, penerus Mega sangat mungkin kedua anaknya yaitu Puan dan Prananda.

Menurut Hendri, kedua nama itu punya prestasi yang bagus. Puan punya pengalaman lengkap di eksekutif, legislatif dan partai. Tak hanya itu, prestasinya pun moncer di dunia politik.

Sementara Prananda, sebut Hendri, menjadi salah satu tulang punggung partai. Posisinya ada di jantungnya partai. “Mas Nanan ini orang yang banyak berkecimpung dengan hal-hal yang ada kaitannya dengan strategi partai,” kata Hendri, kepada Rakyat Merdeka, tadi malam.

 

Sebetulnya, kata Hendri, ada satu lagi putra Mega yaitu Rizky Pratama atau Mas Tatam. Walapun lebih dikenal sebagai pebisnis dan jarang muncul di partai, keberadaannya tak bisa diremehkan.

“Bisa saja Mas Tatam yang dimunculkan oleh Bu Mega sebagai jalan tengah persaingan antara kedua kubu Nanan dan Puan. Ini bisa jadi solusi yang baik, karena Mas Tatam termasuk netral,” ujarnya.

Dan, kata Hendri, meski jarang terlihat, sosok Tatam secara mistis mirip banget dengan Bung Karno. “Kalau Mas Tatam dimunculkan oleh Mega, bisa jadi dia jadi jalan tengah. Karena bagaimanapun penerus Mega pasti trah Soekarno atau lebih tepatnya trah Megawati Soekarnoputri,” pungkasnya.

Pegamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Prof Siti Zuhro menilai wajar kalau Mega ingin lengser keprabon. Karena karier politik Mega sudah mencapai puncaknya. Mega sudah menjadi presiden. Ilmunya di dunia politik pun sudah paripurna. Terbukti, ia mampu melewati berbagai persoalan selama puluhan tahun memimpin partai.

Meski diakui Siti, dalam pernyataan Mega tersimpan sedikit kekhawatiran. Bagaimana nasib partai setelah ia tinggalkan. Menurut dia, kekhawatiran itu hal yang wajar. Mega yang memimpin partai sejak 1997, pastinya menyaksikan bagaimana partai lain terombang-ambing dihantam berbagai masalah saat suksesi. Mulai dari Golkar, PPP, lanjut kisruh PAN, kemudian Berkarya dan teranyar soal caplok mencaplok di Demokrat.

Soal suksesi ini, tentu jadi perhatian Mega. Sebagai seorang pemimpin berkelas, Mega pastinya ingin melihat proses regenerasi itu berjalan lancar.

Karena sejak 1997, Mega sudah mampu melewati berbagai persoalan di internal partai.

Menurut Siti, agar suksesi berjalan lancar, Mega mesti memberi peluang yang sama kepada seluruh kader untuk memimpin. Membiarkan kompetisi secara terbuka. Agar terasa ada fairness. Tidak langsung memilih kepada satu orang. Tujuannya agar tidak terjadi penolakan-penolakan.

Kompetisi secara terbuka dengan saringan berlapis untuk memilih siapa kader terbaik. Tujuannya, agar yang terpilih bukan kader kutu loncat. Walau pun mungkin pada ujungnya akan mengerucut kepada sejumlah nama sepeti Puan, Prananda atau, bahkan Jokowi.

Harus diakui, kata dia, dalam sebuah partai terdapat faksi-faksi. Yang apabila tidak bisa dikelola dengan baik, akan menimbulkan friksi yang akhirnya mendatangkan pemberontakan di internal. “Kalau tidak dikelola friksi ini bisa jadi perang saudara,” ucap Siti.

Menurut Siti, suksesi inilah ujian terakhir Mega. Mengantarkan pemimpin baru untuk memimpin PDIP. Mau tak mau organisasi butuh darah segar supaya tidak stagnan. Agar ada kebaruan, adaptif dan fleksibel. [BCG]
]]>.
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories