Direksi Baru BPJS Ketenagakerjaan Dan Kesehatan Diminta Tingkatkan Pelayanan
Presiden Jokowi menunjuk direksi BPJS Ketenagakerjaan dan direksi BPJS Kesehatan yang baru. BPJS Watch berharap direksi baru bisa terus meningkatkan pelayanan.
Penunjukan direksi BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan melalui dua Keputusan Presiden (Keppres). Kepres yang diteken Presiden Jokowi, 19 Februari lalu, Ali Ghufron Mukti ditunjuk sebagai Dirut BPJS Kesehatan dan Anggoro Eko Cahyo sebagai Dirut BPJS Ketenagakerjaan.
Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar berharap, penentuan jabatan direksi BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan didasari kemampuan dan latar belakang pengalaman sang direksi di bidangnya. “Sehingga, dan semua direksi terpilih bisa solid dalam menjalankan tugasnya hingga akhir masa jabatannya,” kata Timboel kepada Rakyat Merdeka, Minggu (21/2).
Ia juga berharap, Dewan Pengawas (Dewas) dua BPJS ini akan dibagi berdasarkan bidang kerjanya. Sehingga proses pengawasan dapat dilakukan dengan lebih fokus.
Direksi dan Dewas, kata dia, diharapkan bisa lebih profesional dalam mengemban tugasnya yang sudah digariskan dalam UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS.
Timboel menyebut, semua persoalan yang terjadi selama ini di BPJS Ketenagakerjaan (Kepesertaan, Pelayanan dan Investasi) dan di BPJS Kesehatan (Kepesertaan, Pelayanan dan Faskes, dan Pembiayaan) seharusnya sudah dengan mudah diidentifikasi oleh para Direksi dan Dewas.
Mengingat Direksi dan Dewas yang terpilih adalah orang-orang yang juga sudah terlibat dalam ekosisitem JKN dan ekosistem jaminan sosial ketenagakerjaan, sehingga diharapkan segala persoalan tersebut dapat diselesaikan secara bertahap dalam koridor waktu yang pasti.
“Kunci menyelesaikan seluruh persoalan adalah membangun komunikasi dengan seluruh stakeholder, dan masukan-masukan yang diberikan kepada direksi dan dewas senantiasa dikaji dan dipertimbangkan dengan baik,” tegasnya.
Adapun tantangan ke depan bagi kedua BPJS juga cukup besar. Timboel menyebut, kehadiran Perpres no. 64 Tahun 2020 yang mengamanatkan banyak hal baru dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) seperti kenaikan denda, kelas perawatan standar, kenaikan iuran klas 3 mandiri merupakan tantangan bagi direksi baru. Diharapkan semua permasalahan itu bisa direspon dengan baik oleh direksi sehingga tidak menjadi masalah baru bagi rakyat.
Demikian juga BPJS Ketenagakerjaan, dengan hadirnya UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan regulasi turunan berupa Paraturan Pemerintah (PP) yang menciptakan satu program baru jaminan sosial yaitu Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang disertai dengan rekomposisi iuran sehingga Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) mengalami penurunan karena dibagi ke JKP, merupakan tantangan baru bagi direksi untuk tetap mampu melayani peserta JKK dan JKM dengan kenaikan manfaat berdasarkan PP No. 82 Tahun 2019.
“Segala persoalan dan tantangan tersebut tentunya harus diselesaikan dengan tetap berfokus pada peningkatan kesejahteraan peserta yaitu rakyat Indonesia. Sehingga Indeks Pembangunan Manusia (IPM) rakyat Indonesia yang pada tahun 2020 sebesar 71,94 bisa ditingkatkan dengan signifikan,” pungkasnya. [NOV]
]]> Presiden Jokowi menunjuk direksi BPJS Ketenagakerjaan dan direksi BPJS Kesehatan yang baru. BPJS Watch berharap direksi baru bisa terus meningkatkan pelayanan.
Penunjukan direksi BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan melalui dua Keputusan Presiden (Keppres). Kepres yang diteken Presiden Jokowi, 19 Februari lalu, Ali Ghufron Mukti ditunjuk sebagai Dirut BPJS Kesehatan dan Anggoro Eko Cahyo sebagai Dirut BPJS Ketenagakerjaan.
Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar berharap, penentuan jabatan direksi BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan didasari kemampuan dan latar belakang pengalaman sang direksi di bidangnya. “Sehingga, dan semua direksi terpilih bisa solid dalam menjalankan tugasnya hingga akhir masa jabatannya,” kata Timboel kepada Rakyat Merdeka, Minggu (21/2).
Ia juga berharap, Dewan Pengawas (Dewas) dua BPJS ini akan dibagi berdasarkan bidang kerjanya. Sehingga proses pengawasan dapat dilakukan dengan lebih fokus.
Direksi dan Dewas, kata dia, diharapkan bisa lebih profesional dalam mengemban tugasnya yang sudah digariskan dalam UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS.
Timboel menyebut, semua persoalan yang terjadi selama ini di BPJS Ketenagakerjaan (Kepesertaan, Pelayanan dan Investasi) dan di BPJS Kesehatan (Kepesertaan, Pelayanan dan Faskes, dan Pembiayaan) seharusnya sudah dengan mudah diidentifikasi oleh para Direksi dan Dewas.
Mengingat Direksi dan Dewas yang terpilih adalah orang-orang yang juga sudah terlibat dalam ekosisitem JKN dan ekosistem jaminan sosial ketenagakerjaan, sehingga diharapkan segala persoalan tersebut dapat diselesaikan secara bertahap dalam koridor waktu yang pasti.
“Kunci menyelesaikan seluruh persoalan adalah membangun komunikasi dengan seluruh stakeholder, dan masukan-masukan yang diberikan kepada direksi dan dewas senantiasa dikaji dan dipertimbangkan dengan baik,” tegasnya.
Adapun tantangan ke depan bagi kedua BPJS juga cukup besar. Timboel menyebut, kehadiran Perpres no. 64 Tahun 2020 yang mengamanatkan banyak hal baru dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) seperti kenaikan denda, kelas perawatan standar, kenaikan iuran klas 3 mandiri merupakan tantangan bagi direksi baru. Diharapkan semua permasalahan itu bisa direspon dengan baik oleh direksi sehingga tidak menjadi masalah baru bagi rakyat.
Demikian juga BPJS Ketenagakerjaan, dengan hadirnya UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan regulasi turunan berupa Paraturan Pemerintah (PP) yang menciptakan satu program baru jaminan sosial yaitu Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang disertai dengan rekomposisi iuran sehingga Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) mengalami penurunan karena dibagi ke JKP, merupakan tantangan baru bagi direksi untuk tetap mampu melayani peserta JKK dan JKM dengan kenaikan manfaat berdasarkan PP No. 82 Tahun 2019.
“Segala persoalan dan tantangan tersebut tentunya harus diselesaikan dengan tetap berfokus pada peningkatan kesejahteraan peserta yaitu rakyat Indonesia. Sehingga Indeks Pembangunan Manusia (IPM) rakyat Indonesia yang pada tahun 2020 sebesar 71,94 bisa ditingkatkan dengan signifikan,” pungkasnya. [NOV]
]]>.
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .