Diputar Pekan Depan Film Joshua Tree Bercerita Tentang Perjuangan Remaja Autisme

<p>Film Joshua Tree yang merupakan persembahan Golden Collaboration dan Jeruk Bali akan tayang dalam waktu dekat. Film ini tidak hanya menampilkan tontonan, tapi juga tuntunan dan nilai positif.</p>

<p>Film yang telah berhasil mendapatkan nominasi Best Documentary Award ini akan melakukan pemutaran perdana di Metropole XXI, Megaria, Jakarta, Jumat (5/5).</p>

<p>Film ini menceritakan tentang perjuangan Joshua, seorang remaja dengan autisme berat melawan ekspektasi yang akhirnya berhasil mencapai kemajuan yang luar biasa. Joshua merupakan anak kedua dari empat bersaudara dengan ibu keturunan Chinese-Indonesia dan ayah berkebangsaan Singapura.</p>

<p>Selain Joshua, sang kakak, Immanuel, yang merupakan kameramen dari film itu, juga didiagnosis menderita autisme, namun sudah dapat menjalani kehidupan seperti masyarakat pada umumnya, bahkan melanjutkan sekolah asrama di luar negeri.</p>

<p>Dr. Evelina Larissa Wijaya dari Joshua Tree Organizing Committee mengatakan, Joshua memiliki dua orang adik dan seluruh keluarganya berperan aktif dalam pembuatan film dokumenter tersebut. &ldquo;Saat pandemi Covid-19, orang tua Joshua memiliki ide untuk membuat film tentang anak remaja laki-laki mereka yang mengalami autisme berat dan kemajuan luar biasanya selama enam bulan,&rdquo; kata Dr. Evelina di Jakarta, Sabtu (29/4).</p>

<p>Evalina mengungkapkan, ide pembuatan film itu dilatarbelakangi kepekaan dan kesadaran bahwa orang tua dan pendamping anak-anak dengan autisme berat seringkali merasa putus asa saat orang yang mereka sayangi tumbuh ke masa remaja dan dewasa.</p>

<p>&ldquo;Melalui dokumenter ini, mereka berharap untuk menunjukkan bahwa dengan lingkungan, asupan nutrisi, aktivitas fisik, dan pola pikir orang di sekitarnya yang tepat, sangat mungkin untuk membawa perubahan menakjubkan dalam hidup individu autistik,&rdquo; terang Evelina.</p>

<p>Sementara itu, Ibu Joshua yakni Deibby Mamahit, mengatakan,&nbsp; film tersebut membawa suatu pesan mengenai cinta dan pengharapan bahwa individu dengan autisme bisa terus berkembang dan belajar. &ldquo;Jangan pernah menyerah. Nikmati mereka dan keistimewaan yang mereka punya. Manusia adalah bagian dari alam dan dapat dimetaforakan sebagai pohon. Seorang anak dalam spektrum autisme sangat memerlukan keluarganya,&rdquo; ujarnya.</p>

<p>Menurutnya, sutradara melihat bahwa keluarga Joshua adalah inti dari semua ini. Pohon tempat Joshua berpegang, berlindung, merasa aman dan berjalan terus menjalani hidupnya. Sehingga, dalam kata lain, keluarga adalah Joshua Tree.</p>

<p>Deibby Mamahit juga merupakan bagian dari Golden Collaboration, suatu segitiga kolaborasi bersama Gerd Winkler dan Rita Gendelman yang membantu keluarga dengan autisme lewat metode mereka yang unik dan efektif. Cerita inspiratif tersebut menarik perhatian dan akhirnya digarap oleh sutradara George Arif bersama tim produksinya, Jeruk Bali.</p>

<p>&ldquo;Secara organik selama beberapa tahun, saya diberi berkah untuk terlibat dalam beberapa film dokumenter tentang menjadi inklusif, tentang kawan difabel. Menarik. Cukup lama saya mengobservasi bagaimana belum siapnya kita menerima kawan-kawan ini,&rdquo; ujar George Arif.</p>

<p>&ldquo;Saat saya dihubungi oleh Deibby Mamahit tentang film Joshua Tree, saya meresponnya dengan senang hati. Mengapa tidak? Kita bisa membuat film dengan penceritaan sinematik tentang ini,&rdquo; sambungnya.</p>

<p>Film Joshua Tree sendiri diproduksi selama dua tahun, dengan footage yang kebanyakan terdiri atas rekaman online meeting dan kamera telepon genggam. Selain itu, sebagian footage diproduksi secara proper dengan kamera sinema.</p>

<p>Menurut George, bukan proses yang mudah karena pasca produksi harus berenang dalam lautan rekaman online meeting yang puluhan jam dan kamera yang gelap terang bergoyang-goyang karena tidak dioperasikan oleh kru profesional. Namun, kedekatan personal ibu, kakak dan pengasuh Joshua jauh lebih berpengaruh pada kekuatan isi dan cerita, ketimbang kecanggihan kru profesional.</p>

<p>Saat ini, film Joshua Tree dalam perjalanannya di festival film di berbagai negara. Sejauh ini, Joshua Tree terpilih sebagai Official Selection London Best Documentary Award. &ldquo;Sebuah kisah, sebuah perjuangan keluarga, sebuah kemungkinan akan masa depan lebih baik bagi teman dalam spektrum autisme, dan bagi kawan difabel lainnya. Semoga dapat menjadi sesuatu bagi kita, bagi Indonesia,&rdquo; ungkapnya.</p>

<p>George menambahkan, proyek kasih sayang ini juga akan diputar di berbagai kota di Indonesia dan Singapura. Harapannya, lokasi pemutaran dapat bertambah agar merangkul lebih banyak orang untuk melihat bahwa ada potensi luar biasa dalam individu autistik.</p>

<p>Film berdurasi 23 menit ini dapat diakses dan ditonton publik secara gratis di www.joshuatree.id pada periode terbatas, yaitu 5-13 Mei 2023.</p> <p>Film Joshua Tree yang merupakan persembahan Golden Collaboration dan Jeruk Bali akan tayang dalam waktu dekat. Film ini tidak hanya menampilkan tontonan, tapi juga tuntunan dan nilai positif.</p>

<p>Film yang telah berhasil mendapatkan nominasi Best Documentary Award ini akan melakukan pemutaran perdana di Metropole XXI, Megaria, Jakarta, Jumat (5/5).</p>

<p>Film ini menceritakan tentang perjuangan Joshua, seorang remaja dengan autisme berat melawan ekspektasi yang akhirnya berhasil mencapai kemajuan yang luar biasa. Joshua merupakan anak kedua dari empat bersaudara dengan ibu keturunan Chinese-Indonesia dan ayah berkebangsaan Singapura.</p>

<p>Selain Joshua, sang kakak, Immanuel, yang merupakan kameramen dari film itu, juga didiagnosis menderita autisme, namun sudah dapat menjalani kehidupan seperti masyarakat pada umumnya, bahkan melanjutkan sekolah asrama di luar negeri.</p>

<p>Dr. Evelina Larissa Wijaya dari Joshua Tree Organizing Committee mengatakan, Joshua memiliki dua orang adik dan seluruh keluarganya berperan aktif dalam pembuatan film dokumenter tersebut. &ldquo;Saat pandemi Covid-19, orang tua Joshua memiliki ide untuk membuat film tentang anak remaja laki-laki mereka yang mengalami autisme berat dan kemajuan luar biasanya selama enam bulan,&rdquo; kata Dr. Evelina di Jakarta, Sabtu (29/4).</p>

<p>Evalina mengungkapkan, ide pembuatan film itu dilatarbelakangi kepekaan dan kesadaran bahwa orang tua dan pendamping anak-anak dengan autisme berat seringkali merasa putus asa saat orang yang mereka sayangi tumbuh ke masa remaja dan dewasa.</p>

<p>&ldquo;Melalui dokumenter ini, mereka berharap untuk menunjukkan bahwa dengan lingkungan, asupan nutrisi, aktivitas fisik, dan pola pikir orang di sekitarnya yang tepat, sangat mungkin untuk membawa perubahan menakjubkan dalam hidup individu autistik,&rdquo; terang Evelina.</p>

<p>Sementara itu, Ibu Joshua yakni Deibby Mamahit, mengatakan,&nbsp; film tersebut membawa suatu pesan mengenai cinta dan pengharapan bahwa individu dengan autisme bisa terus berkembang dan belajar. &ldquo;Jangan pernah menyerah. Nikmati mereka dan keistimewaan yang mereka punya. Manusia adalah bagian dari alam dan dapat dimetaforakan sebagai pohon. Seorang anak dalam spektrum autisme sangat memerlukan keluarganya,&rdquo; ujarnya.</p>

<p>Menurutnya, sutradara melihat bahwa keluarga Joshua adalah inti dari semua ini. Pohon tempat Joshua berpegang, berlindung, merasa aman dan berjalan terus menjalani hidupnya. Sehingga, dalam kata lain, keluarga adalah Joshua Tree.</p>

<p>Deibby Mamahit juga merupakan bagian dari Golden Collaboration, suatu segitiga kolaborasi bersama Gerd Winkler dan Rita Gendelman yang membantu keluarga dengan autisme lewat metode mereka yang unik dan efektif. Cerita inspiratif tersebut menarik perhatian dan akhirnya digarap oleh sutradara George Arif bersama tim produksinya, Jeruk Bali.</p>

<p>&ldquo;Secara organik selama beberapa tahun, saya diberi berkah untuk terlibat dalam beberapa film dokumenter tentang menjadi inklusif, tentang kawan difabel. Menarik. Cukup lama saya mengobservasi bagaimana belum siapnya kita menerima kawan-kawan ini,&rdquo; ujar George Arif.</p>

<p>&ldquo;Saat saya dihubungi oleh Deibby Mamahit tentang film Joshua Tree, saya meresponnya dengan senang hati. Mengapa tidak? Kita bisa membuat film dengan penceritaan sinematik tentang ini,&rdquo; sambungnya.</p>

<p>Film Joshua Tree sendiri diproduksi selama dua tahun, dengan footage yang kebanyakan terdiri atas rekaman online meeting dan kamera telepon genggam. Selain itu, sebagian footage diproduksi secara proper dengan kamera sinema.</p>

<p>Menurut George, bukan proses yang mudah karena pasca produksi harus berenang dalam lautan rekaman online meeting yang puluhan jam dan kamera yang gelap terang bergoyang-goyang karena tidak dioperasikan oleh kru profesional. Namun, kedekatan personal ibu, kakak dan pengasuh Joshua jauh lebih berpengaruh pada kekuatan isi dan cerita, ketimbang kecanggihan kru profesional.</p>

<p>Saat ini, film Joshua Tree dalam perjalanannya di festival film di berbagai negara. Sejauh ini, Joshua Tree terpilih sebagai Official Selection London Best Documentary Award. &ldquo;Sebuah kisah, sebuah perjuangan keluarga, sebuah kemungkinan akan masa depan lebih baik bagi teman dalam spektrum autisme, dan bagi kawan difabel lainnya. Semoga dapat menjadi sesuatu bagi kita, bagi Indonesia,&rdquo; ungkapnya.</p>

<p>George menambahkan, proyek kasih sayang ini juga akan diputar di berbagai kota di Indonesia dan Singapura. Harapannya, lokasi pemutaran dapat bertambah agar merangkul lebih banyak orang untuk melihat bahwa ada potensi luar biasa dalam individu autistik.</p>

<p>Film berdurasi 23 menit ini dapat diakses dan ditonton publik secara gratis di www.joshuatree.id pada periode terbatas, yaitu 5-13 Mei 2023.</p>.

Sumber : Berita Lifestyle, Kuliner, Travel, Kesehatan, Tips .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories