Din Radikal? Ngaco Deh… .

Tudingan radikal kepada eks Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin bikin gerah banyak kalangan. Dua ormas besar: Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah marah atas tudingan yang disematkan pada Din. Menko Polhukam, Mahfud MD ikutan pasang badan. Anggota DPR, aktivis, dan bahkan orang-orang yang selama ini “memusuhi” Din juga, ikut membela Din. Mereka sepakat: Din tidak radikal.

Yang menuduh Din radikal adalah sejumlah alumni Institut Teknologi Bandung yang menamakan dirinya Gerakan Anti-Radikalisme (GAR-ITB). Kelompok ini membuat laporan kepada Komisi Anti Aparatur Sipil Negara (KASN) agar Din dicoret dalam statusnya sebagai ASN. Namun, laporan itu tak direspons.

Tak putus asa, GAR-ITB kemudian mendatangi kantor MenPAN-RB, Tjahjo Kumolo, awal bulan ini. Menyampaikan maksud yang sama.

Mereka mendesak KASN memberikan sanksi kepada Din yang saat ini menjadi Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) itu.

Dalam laporannya, GAR ITB menyebut Din telah melakukan pelanggaran atas norma dasar, kode etik dan kode perilaku ASN. Din saat ini memang masih tercatat sebagai ASN, anggota Majelis Wali Amanat (MWA) ITB dan Guru Besar di UIN Jakarta.

Ada enam pelanggaran yang dituduhkan pada Din. Yakni, bersikap konfrontatif terhadap lembaga negara, menunjukkan penilaian negatif terhadap pemerintah dan mendiskreditkan pemerintah, mencederai kredibilitas pemerintah, dan menjadi pemimpin dari kelompok yang beroposisi. Selain itu, Din juga dituduh menyebarkan kebohongan, dan radikal.

Juru Bicara GAR-ITB, Shinta Madesari mengklaim, laporan yang dibuatnya sudah ada progres yang baik. Kata dia, KASN sudah berkonsultasi dengan Kementerian Agama dalam menangani radikalisme ASN di lingkungan Kemenag.

“Kita tunggu KASN dan Kemenag bekerja. Kami berharap hasil akhir dari koordinasi tersebut dapat berupa tindakan sanksi yang tegas terhadap Terlapor,” kata Shinta.

Namun, laporan yang dibuat GAR-ITB membuat banyak pihak terusik. NU dan Muhammadiyah menilai tuduhan tersebut salah alamat. Tak ingin tudingan itu menjadi bola liar, Mahfud MD angkat bicara.

Dia bilang, pemerintah tidak pernah menganggap Din radikal atau penganut radikalisme. Kata Mahfud, Din itu pengusung moderasi beragama (Wasathiyyah Islam) yang juga diusung Pemerintah.

“Dia juga penguat sikap Muhammadiyah bahwa Indonesia adalah Darul Ahdi Wassyahadah. Beliau kritis, bukan radikalis,” terang Mahfud di akun Twitter miliknya @mohmahfudmd.

Eks Ketua Mahkamah Konstitusi ini menjelaskan, Din sebagai salah satu penguat konsep NKRI berdasar Pancasila sejalan dengan Islam. Mahfud mengaku sering berdiskusi dengan Din.

 

Memang, lanjut dia, ada beberapa orang yang mengaku dari ITB menyampaikan masalah Din kepada Menteri Tjahjo. Namun, kata Mahfud, Tjahjo hanya mendengarkan saja.

“Namanya ada orang minta bicara untuk menyampaikan aspirasi ya didengar. Tapi pemerintah tidak menindaklanjuti apalagi memroses laporan itu,” ungkapnya.

Sebelumnya, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti menilai tuduhan terhadap Din itu jelas tidak berdasar. Menurutnya, sosok Din adalah seorang yang sangat aktif mendorong moderasi beragama dan kerukunan intern dan antar umat beragama. Baik di dalam maupun luar negeri. “Jadi sangatlah keliru menilai Pak Din sebagai seorang yang radikal,” papar Mu’ti.

Ketua PBNU Marsudi Syuhud ikutan membela. Dia bilang tuduhan kepada Din itu jelas tidak berdasar. Marsudi mengaku tidak pernah melihat Din berkata-kata mengajak orang lain radikal.

“Saya belum bisa menemukan contoh konkret yang menggambarkan beliau adalah seorang yang radikal,” ujar Marsudi.

Ketua MUI, Sudarnoto Abdul Hakim, melihat tudingan kepada Din untuk mendiskreditkan tokoh, ulama, umat, dan bahkan Islam. “Tidak menutup kemungkinan setelah Prof. Din, tokoh atau ulama kritis lainnya akan dikenakan tuduhan yang sama oleh kelompok Islamofobia ini,” kata Hakim, kemarin.

Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN) Jakarta, Ace Hasan Syadzily ikutan heran dengan tuduhan radikal kepada Din yang juga dosen di UIN Jakarta. Ace mengatakan, Din selama ini dikenal cukup aktif menyebarkan pemahaman Islam moderat di berbagai forum dialog baik nasional maupun internasional.

Ace mengakui, memang kerap berbeda pandangan politik dengan Din. “Namun perbedaan pandangan politik bukan berarti menuding yang berbeda pendapat dengan tudingan seperti radikal,” ujar politikus Golkar yang juga Wakil Ketua Komisi VIII DPR ini.

Di jagat maya, isu ini masih jadi trending topic. Intelektual Nahdlatul Ulama (NU), Ulil Abshar Abdalla penasaran siapa sosok di balik GAR ITB. Menurut dia, menuduh Din radikal jelas blunder besar. “Mereka yang nuduh ini jelas ndak paham rekam jejak pemikiran/kiprah Pak Din,” kicau @ulil.

Akun @apatohi ikutan nyeletuk. “Bedain teroris sama yang bukan aja nggak bisa. Gimana mau memberantas teroris beneran,” ujarnya.

Eks Ketua MK, Jimly Asshiddiqie berharap kasus ini bisa dijadikan momentum menghentikan kebiasaan saling tuding penuh kebencian dan permusuhan. “Para pejabat dan tokoh-tokoh dihimbau stop permusuhan,” pungkasnya. [BCG]

]]> .
Tudingan radikal kepada eks Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin bikin gerah banyak kalangan. Dua ormas besar: Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah marah atas tudingan yang disematkan pada Din. Menko Polhukam, Mahfud MD ikutan pasang badan. Anggota DPR, aktivis, dan bahkan orang-orang yang selama ini “memusuhi” Din juga, ikut membela Din. Mereka sepakat: Din tidak radikal.

Yang menuduh Din radikal adalah sejumlah alumni Institut Teknologi Bandung yang menamakan dirinya Gerakan Anti-Radikalisme (GAR-ITB). Kelompok ini membuat laporan kepada Komisi Anti Aparatur Sipil Negara (KASN) agar Din dicoret dalam statusnya sebagai ASN. Namun, laporan itu tak direspons.

Tak putus asa, GAR-ITB kemudian mendatangi kantor MenPAN-RB, Tjahjo Kumolo, awal bulan ini. Menyampaikan maksud yang sama.

Mereka mendesak KASN memberikan sanksi kepada Din yang saat ini menjadi Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) itu.

Dalam laporannya, GAR ITB menyebut Din telah melakukan pelanggaran atas norma dasar, kode etik dan kode perilaku ASN. Din saat ini memang masih tercatat sebagai ASN, anggota Majelis Wali Amanat (MWA) ITB dan Guru Besar di UIN Jakarta.

Ada enam pelanggaran yang dituduhkan pada Din. Yakni, bersikap konfrontatif terhadap lembaga negara, menunjukkan penilaian negatif terhadap pemerintah dan mendiskreditkan pemerintah, mencederai kredibilitas pemerintah, dan menjadi pemimpin dari kelompok yang beroposisi. Selain itu, Din juga dituduh menyebarkan kebohongan, dan radikal.

Juru Bicara GAR-ITB, Shinta Madesari mengklaim, laporan yang dibuatnya sudah ada progres yang baik. Kata dia, KASN sudah berkonsultasi dengan Kementerian Agama dalam menangani radikalisme ASN di lingkungan Kemenag.

“Kita tunggu KASN dan Kemenag bekerja. Kami berharap hasil akhir dari koordinasi tersebut dapat berupa tindakan sanksi yang tegas terhadap Terlapor,” kata Shinta.

Namun, laporan yang dibuat GAR-ITB membuat banyak pihak terusik. NU dan Muhammadiyah menilai tuduhan tersebut salah alamat. Tak ingin tudingan itu menjadi bola liar, Mahfud MD angkat bicara.

Dia bilang, pemerintah tidak pernah menganggap Din radikal atau penganut radikalisme. Kata Mahfud, Din itu pengusung moderasi beragama (Wasathiyyah Islam) yang juga diusung Pemerintah.

“Dia juga penguat sikap Muhammadiyah bahwa Indonesia adalah Darul Ahdi Wassyahadah. Beliau kritis, bukan radikalis,” terang Mahfud di akun Twitter miliknya @mohmahfudmd.

Eks Ketua Mahkamah Konstitusi ini menjelaskan, Din sebagai salah satu penguat konsep NKRI berdasar Pancasila sejalan dengan Islam. Mahfud mengaku sering berdiskusi dengan Din.

 

Memang, lanjut dia, ada beberapa orang yang mengaku dari ITB menyampaikan masalah Din kepada Menteri Tjahjo. Namun, kata Mahfud, Tjahjo hanya mendengarkan saja.

“Namanya ada orang minta bicara untuk menyampaikan aspirasi ya didengar. Tapi pemerintah tidak menindaklanjuti apalagi memroses laporan itu,” ungkapnya.

Sebelumnya, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti menilai tuduhan terhadap Din itu jelas tidak berdasar. Menurutnya, sosok Din adalah seorang yang sangat aktif mendorong moderasi beragama dan kerukunan intern dan antar umat beragama. Baik di dalam maupun luar negeri. “Jadi sangatlah keliru menilai Pak Din sebagai seorang yang radikal,” papar Mu’ti.

Ketua PBNU Marsudi Syuhud ikutan membela. Dia bilang tuduhan kepada Din itu jelas tidak berdasar. Marsudi mengaku tidak pernah melihat Din berkata-kata mengajak orang lain radikal.

“Saya belum bisa menemukan contoh konkret yang menggambarkan beliau adalah seorang yang radikal,” ujar Marsudi.

Ketua MUI, Sudarnoto Abdul Hakim, melihat tudingan kepada Din untuk mendiskreditkan tokoh, ulama, umat, dan bahkan Islam. “Tidak menutup kemungkinan setelah Prof. Din, tokoh atau ulama kritis lainnya akan dikenakan tuduhan yang sama oleh kelompok Islamofobia ini,” kata Hakim, kemarin.

Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN) Jakarta, Ace Hasan Syadzily ikutan heran dengan tuduhan radikal kepada Din yang juga dosen di UIN Jakarta. Ace mengatakan, Din selama ini dikenal cukup aktif menyebarkan pemahaman Islam moderat di berbagai forum dialog baik nasional maupun internasional.

Ace mengakui, memang kerap berbeda pandangan politik dengan Din. “Namun perbedaan pandangan politik bukan berarti menuding yang berbeda pendapat dengan tudingan seperti radikal,” ujar politikus Golkar yang juga Wakil Ketua Komisi VIII DPR ini.

Di jagat maya, isu ini masih jadi trending topic. Intelektual Nahdlatul Ulama (NU), Ulil Abshar Abdalla penasaran siapa sosok di balik GAR ITB. Menurut dia, menuduh Din radikal jelas blunder besar. “Mereka yang nuduh ini jelas ndak paham rekam jejak pemikiran/kiprah Pak Din,” kicau @ulil.

Akun @apatohi ikutan nyeletuk. “Bedain teroris sama yang bukan aja nggak bisa. Gimana mau memberantas teroris beneran,” ujarnya.

Eks Ketua MK, Jimly Asshiddiqie berharap kasus ini bisa dijadikan momentum menghentikan kebiasaan saling tuding penuh kebencian dan permusuhan. “Para pejabat dan tokoh-tokoh dihimbau stop permusuhan,” pungkasnya. [BCG]
]]> .
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories