Cerita Terpaksa Nyapres Dan Raih Restu Megawati JK: Saya Masih Mau Sama SBY .

Setelah lebih dari satu dekade, misteri cerainya Jusuf Kalla (JK) dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada Pilpres 2009, akhirnya terkuak. Ternyata, saat itu JK masih kepingin berpasangan dengan SBY. Hanya saja, SBY sudah punya pilihan lain.

Kisah itu diceritakan JK dalam program wawancara BEGINU #15 di akun YouTube Kompas.com, yang diunggah Senin (22/2). Banyak hal diungkap JK dalam obrolan sepanjang 1 jam lebih itu. Mulai dari penanganan konflik, seni berpolitik, Covid-19, pidato tanpa teks, batik atau jas, Palang Merah Indonesia (PMI), hingga nostalgia dengan mantan pasangannya, SBY, saat memimpin Indonesia periode 2004-2009.

Mula-mula, JK bercerita soal keteraturan tahapan dalam kehidupannya. Misalnya, karier di dunia politik. Dia memulainya dari anggota DPRD, kemudian naik menjadi anggota DPR, lalu Menteri, Menteri Koordinator, hingga kemudian jadi Wakil Presiden. Hanya Presiden yang belum, meskipun sudah ikut nyapres di Pilpres 2009.

JK mengungkapkan, langkahnya maju di Pilpres 2009 dan pecah kongsi dengan SBY, bukan semata-mata karena kebelet jadi presiden. Sebelum nyapres pun, JK sudah berhitung. Dirinya akan sulit menang ketika itu. Tapi, ia tetap maju. Alasannya, harga diri dan harkat martabat partai.

“Sebenarnya saya ingin tetap sama-sama dengan SBY,” kisah JK. Namun, SBY malah mencari calon lain. Presiden keenam itu tidak mengajak JK kembali berduet di periode kedua. 

“Malah minta ke Golkar agar Golkar kasih 5 nama. Wah, ini berarti menghina saya kan,” sambungnya.

Diperlakukan begitu, JK, yang ketika itu menjabat sebagai Ketum Golkar, langsung memutuskan jadi rival SBY di Pilpres 2009. “Akhirnya, timbul harga diri Golkar,” terang JK.

Ia sadar akan sulit mengalahkan SBY, yang saat itu memang sangat populer. Namun, ada secercah harapan dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, yang juga nyapres. Hitungannya, jika lebih dari dua calon, akan akan dua putaran. Nah, di putaran kedua tersebut, rencananya, JK dan Mega akan saling mendukung. “Kita ada perjanjian dengan Ibu Mega, siapa pun yang kalah, kita saling bantu kalau putaran kedua,” kata pria kelahiran Bone, Sulawesi Selatan 78 tahun yang lalu ini.

Namun, hitungan JK dan Mega saat itu keliru. Ternyata, SBY mampu menang satu putaran dengan perolehan suara di atas 60 persen. 

Lima tahun berselang, ternyata jatah Wapres datang kembali. Ia dipinang Jokowi, atas persetujuan Mega. Lagi-lagi, bos Banteng itu membuka pintu untuknya. “Walaupun saya tidak pernah minta,” ceritanya. Karena itu lah, ia selalu menaruh rasa hormat kepada Mega.

 

Juru Bicara JK, Husain Abdullah, menguatkan pernyataan bosnya. Kata dia, sebagai orang Bugis, ketika “dicampakkan” SBY, wajar jika JK maju di Pilpres 2009. “Wajar jika Pak JK merasa perlu menegakkan harga dirinya,” kata pria yang akrab disapa Ucheng ini, dalam obrolan dengan Rakyat Merdeka, tadi malam.

Tapi, meskipun pernah dihadapkan pada konflik di Pilpres 2009, hubungan silaturahmi JK dengan SBY tetap dijaga. Tak terputus. Urusan politik diselesaikan JK secara politik lewat Pilpres. 

Setelah Pilpres usai, JK tetap menempatkan SBY sebagai sahabat. JK tetap menghargai SBY sebagai mantan Presiden, yang ia pernah mendampinginya sebagai Wapres. 

Prinsip JK, kata Ucheng, kontestasi politik itu sifatnya 5 tahunan. Sedangkan hubungan persahabatan adalah sesuatu yang bersifat jangka panjang. Prinsip ini, diterapkan JK kepada semua sahabatnya. 

“Lihat saja saat hari raya, Pak JK selalu menyempatkan diri mengunjungi kolega-koleganya, termasuk Pak SBY. Bahkan ketika almarhumah Ibu Ani dirawat di Singapura, Pak JK memboyong kita semua membesuk sekaligus memberi semangat kepada Pak SBY. Tidak ada yang berubah,” tandasnya.

Bagaimana tanggapan pihak SBY? Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat yang juga orang dekat SBY, Syarief Hasan, enggan menanggapi hal ini. “Tentang apa ya?” tanyanya, ketika hendak diminta waktu wawancara. Ketika ditanya soal kisah cerainya JK dan SBY itu, ia bungkam. 

Politisi senior Demokrat Herman Khaeron juga tampak kurang happy ketika ditanya soal cerita masa lalu JK dan SBY ini. “Kenapa masih suka mengangkat-angkat persoalan masa lalu. Itu kan hanya akan menjadi polemik,” ucapnya, ketika dikontak Rakyat Merdeka, tadi malam. [SAR]

]]> .
Setelah lebih dari satu dekade, misteri cerainya Jusuf Kalla (JK) dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada Pilpres 2009, akhirnya terkuak. Ternyata, saat itu JK masih kepingin berpasangan dengan SBY. Hanya saja, SBY sudah punya pilihan lain.

Kisah itu diceritakan JK dalam program wawancara BEGINU #15 di akun YouTube Kompas.com, yang diunggah Senin (22/2). Banyak hal diungkap JK dalam obrolan sepanjang 1 jam lebih itu. Mulai dari penanganan konflik, seni berpolitik, Covid-19, pidato tanpa teks, batik atau jas, Palang Merah Indonesia (PMI), hingga nostalgia dengan mantan pasangannya, SBY, saat memimpin Indonesia periode 2004-2009.

Mula-mula, JK bercerita soal keteraturan tahapan dalam kehidupannya. Misalnya, karier di dunia politik. Dia memulainya dari anggota DPRD, kemudian naik menjadi anggota DPR, lalu Menteri, Menteri Koordinator, hingga kemudian jadi Wakil Presiden. Hanya Presiden yang belum, meskipun sudah ikut nyapres di Pilpres 2009.

JK mengungkapkan, langkahnya maju di Pilpres 2009 dan pecah kongsi dengan SBY, bukan semata-mata karena kebelet jadi presiden. Sebelum nyapres pun, JK sudah berhitung. Dirinya akan sulit menang ketika itu. Tapi, ia tetap maju. Alasannya, harga diri dan harkat martabat partai.

“Sebenarnya saya ingin tetap sama-sama dengan SBY,” kisah JK. Namun, SBY malah mencari calon lain. Presiden keenam itu tidak mengajak JK kembali berduet di periode kedua. 

“Malah minta ke Golkar agar Golkar kasih 5 nama. Wah, ini berarti menghina saya kan,” sambungnya.

Diperlakukan begitu, JK, yang ketika itu menjabat sebagai Ketum Golkar, langsung memutuskan jadi rival SBY di Pilpres 2009. “Akhirnya, timbul harga diri Golkar,” terang JK.

Ia sadar akan sulit mengalahkan SBY, yang saat itu memang sangat populer. Namun, ada secercah harapan dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, yang juga nyapres. Hitungannya, jika lebih dari dua calon, akan akan dua putaran. Nah, di putaran kedua tersebut, rencananya, JK dan Mega akan saling mendukung. “Kita ada perjanjian dengan Ibu Mega, siapa pun yang kalah, kita saling bantu kalau putaran kedua,” kata pria kelahiran Bone, Sulawesi Selatan 78 tahun yang lalu ini.

Namun, hitungan JK dan Mega saat itu keliru. Ternyata, SBY mampu menang satu putaran dengan perolehan suara di atas 60 persen. 

Lima tahun berselang, ternyata jatah Wapres datang kembali. Ia dipinang Jokowi, atas persetujuan Mega. Lagi-lagi, bos Banteng itu membuka pintu untuknya. “Walaupun saya tidak pernah minta,” ceritanya. Karena itu lah, ia selalu menaruh rasa hormat kepada Mega.

 

Juru Bicara JK, Husain Abdullah, menguatkan pernyataan bosnya. Kata dia, sebagai orang Bugis, ketika “dicampakkan” SBY, wajar jika JK maju di Pilpres 2009. “Wajar jika Pak JK merasa perlu menegakkan harga dirinya,” kata pria yang akrab disapa Ucheng ini, dalam obrolan dengan Rakyat Merdeka, tadi malam.

Tapi, meskipun pernah dihadapkan pada konflik di Pilpres 2009, hubungan silaturahmi JK dengan SBY tetap dijaga. Tak terputus. Urusan politik diselesaikan JK secara politik lewat Pilpres. 

Setelah Pilpres usai, JK tetap menempatkan SBY sebagai sahabat. JK tetap menghargai SBY sebagai mantan Presiden, yang ia pernah mendampinginya sebagai Wapres. 

Prinsip JK, kata Ucheng, kontestasi politik itu sifatnya 5 tahunan. Sedangkan hubungan persahabatan adalah sesuatu yang bersifat jangka panjang. Prinsip ini, diterapkan JK kepada semua sahabatnya. 

“Lihat saja saat hari raya, Pak JK selalu menyempatkan diri mengunjungi kolega-koleganya, termasuk Pak SBY. Bahkan ketika almarhumah Ibu Ani dirawat di Singapura, Pak JK memboyong kita semua membesuk sekaligus memberi semangat kepada Pak SBY. Tidak ada yang berubah,” tandasnya.

Bagaimana tanggapan pihak SBY? Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat yang juga orang dekat SBY, Syarief Hasan, enggan menanggapi hal ini. “Tentang apa ya?” tanyanya, ketika hendak diminta waktu wawancara. Ketika ditanya soal kisah cerainya JK dan SBY itu, ia bungkam. 

Politisi senior Demokrat Herman Khaeron juga tampak kurang happy ketika ditanya soal cerita masa lalu JK dan SBY ini. “Kenapa masih suka mengangkat-angkat persoalan masa lalu. Itu kan hanya akan menjadi polemik,” ucapnya, ketika dikontak Rakyat Merdeka, tadi malam. [SAR]
]]> .
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories