Bos Buruh Usul Bantuan Subsidi Upah Masuk APBN-P 2021
Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (Opsi), Timboel Siregar menilai, Bantuan Subsidi Upah (BSU) masih sangat dibutuhkan pekerja untuk menjaga daya beli.
Menurut Timboel, meski subsidi upah tidak masuk Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), pemerintah masih bisa memasukannya ke APBN Perubahan (APBN-P) 2021. Sambil menunggu proses itu, lanjutnya, pemerintah bisa memanfaatkan waktu untuk perbaikan data penerima.
“Agar lebih efektif dan target penerimanya tepat sasaran, data pekerja yang akan menerima BSU harus diperbaiki. Jadi, jangan langsung dihentikan,” kata Timboel kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Timboel menyarankan, data penerima BSU juga tidak lagi didasarkan hanya pada data BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Ketenagakerjaan saja. Karena pada kenyataannya, banyak perusahaan tidak mendaftarkan pekerjanya di BPJS Ketenagakerjaan.
Padahal, banyak pekerjanya bergaji di bawah Rp 5 juta. “Mereka ini sangat membutuhkan insentif BSU, tapi karena persyaratannya tidak bisa terpenuhi, akhirnya tidak dapat. Padahal, jumlah pekerja di tingkat ini sangat besar. Ini harus jadi perhatian pemerintah,” tegasnya.
Selain itu, paparnya, BSU perlu difokuskan membidik pekerja yang dirumahkan tanpa upah, dan alami pemotongan gaji.
Pekerja seperti ini yang harus menjadi penerima prioritas utama program BSU. Untuk pekerja yang masih bekerja, menerima gaji, dan tidak mengalami pemotongan gaji, bisa diberikan insentif lain.
“Pemerintah melalui Kemenaker (Kementerian Tenaga Kerja) dan Disnaker (Dinas Tenaga Kerja), pasti memiliki data tentang pekerja-pekerja itu. Karena, pemerintah kan mediator dan pengawas ketenagakerjaan,” imbuhnya.
Timboel khawatir, penghentian BSU menimbulkan PHK karena banyak kinerja perusahaan belum membaik imbas dari jumlah kasus Covid-19 yang masih terus meningkat.
“Melihat kondisi-kondisi ini, sudah seharusnya BSU tidak dihapuskan dulu selama pandemi belum berakhir,” tegasnya. NOV
]]> Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (Opsi), Timboel Siregar menilai, Bantuan Subsidi Upah (BSU) masih sangat dibutuhkan pekerja untuk menjaga daya beli.
Menurut Timboel, meski subsidi upah tidak masuk Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), pemerintah masih bisa memasukannya ke APBN Perubahan (APBN-P) 2021. Sambil menunggu proses itu, lanjutnya, pemerintah bisa memanfaatkan waktu untuk perbaikan data penerima.
“Agar lebih efektif dan target penerimanya tepat sasaran, data pekerja yang akan menerima BSU harus diperbaiki. Jadi, jangan langsung dihentikan,” kata Timboel kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Timboel menyarankan, data penerima BSU juga tidak lagi didasarkan hanya pada data BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Ketenagakerjaan saja. Karena pada kenyataannya, banyak perusahaan tidak mendaftarkan pekerjanya di BPJS Ketenagakerjaan.
Padahal, banyak pekerjanya bergaji di bawah Rp 5 juta. “Mereka ini sangat membutuhkan insentif BSU, tapi karena persyaratannya tidak bisa terpenuhi, akhirnya tidak dapat. Padahal, jumlah pekerja di tingkat ini sangat besar. Ini harus jadi perhatian pemerintah,” tegasnya.
Selain itu, paparnya, BSU perlu difokuskan membidik pekerja yang dirumahkan tanpa upah, dan alami pemotongan gaji.
Pekerja seperti ini yang harus menjadi penerima prioritas utama program BSU. Untuk pekerja yang masih bekerja, menerima gaji, dan tidak mengalami pemotongan gaji, bisa diberikan insentif lain.
“Pemerintah melalui Kemenaker (Kementerian Tenaga Kerja) dan Disnaker (Dinas Tenaga Kerja), pasti memiliki data tentang pekerja-pekerja itu. Karena, pemerintah kan mediator dan pengawas ketenagakerjaan,” imbuhnya.
Timboel khawatir, penghentian BSU menimbulkan PHK karena banyak kinerja perusahaan belum membaik imbas dari jumlah kasus Covid-19 yang masih terus meningkat.
“Melihat kondisi-kondisi ini, sudah seharusnya BSU tidak dihapuskan dulu selama pandemi belum berakhir,” tegasnya. NOV
]]>.
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .