Berkaca Pada Filipina Romo Benny: Jangan Buka Pintu Untuk Kediktatoran

Pakar dan Pengamat Komunikasi Politik, Antonius Benny Susetyo menyerukan bangsa Indonesia, agar tidak membuka pintu bagi kediktatoran, untuk kembali berkuasa. Seperti yang terjadi di Filipina.

Hal tersebut disampaikan Romo Benny, dalam video berjudul Marcos Jr Terpilih Jadi Presiden Filipina: Alarm Bagi Demokrasi Indonesia, yang diunggah di kanal Youtube Rumah Kebudayaan Nusantara (RKN), Kamis (12/5).

Video tersebut merupakan bagian dari rangkaian video Jangan Julid Bosque bersama Om Ben.

Romo Benny menilai, kemenangan Marcos Jr, atau lebih dikenal dengan nama Bongbong Marcos dengan lebih dari 50 persen suara menggambarkan, betapa mudahnya masyarakat Filipina melupakan kediktatoran, kekorupan, dan kekerasan yang diciptakan oleh Marcos Sr.

“Ini fenomena yang harus diperhatikan. Ini menunjukkan gagalnya konsolidasi demokrasi di Filipina. Kemiskinan, kekerasan, dan ketidakbebasan hidup terjadi begitu rupa. Sehingga, masyarakat mengalami situasi yang tidak menyenangkan,” jelasnya.

Romo Benny menyebut, Marcos Jr. mampu membuat orang melupakan kekejaman masa pemerintahan ayahnya. Sehingga, masyarakat Filipina membayangkan kemegahan di masa kepresidenan Marcos Sr.

“Dia membuat orang lupa. Kesan glamor, kestabilan, memberikan harapan kepada masyarakat, dibanding Duterte,” lanjut Romo Benny.

Kegagalan masa pemerintahan setelah Marcos Sr,  yang tidak memberikan kesejahteraan, seperti yang diinginkan masyarakat Filipina, jadi sorotan.

“Jatuhnya rezim Marcos Sr. menandai mulainya era demokrasi Filipina. Namun, naiknya Corazon Aquino yang merupakan istri mendiang Beniqno Aquino Jr dan presiden-presiden selanjutnya, tidak mampu memberikan solusi kepada masyarakat Filipina,” terang Romo Benny.

“Demokrasi tidak terbangun. Karena tidak memberikan kesejahteraan dan kebebasan. Korupsi tetap tinggi. Tak ada hidup sejahtera,” imbuhnya.

Dia pun menjelaskan soal kultur politik di Filipina, yang dinilainya punya andil dalam mendukung terpilihnya Bongbong Marcos sebagai Presiden Filipina.

“Politik didominasi tuan tanah. Senator-senator memiliki tanah. Mereka membeli suara dari tanah dan keringat rakyat kecil. Oligarki yang berkuasa. Kesenjangan luar biasa terjadi antara kelas elit dan kelas rakyat. Rakyat tidak memiliki kekuatan. Demokrasi pun dibajak dengan kekuatan kapital,” bebernya.

Romo Benny juga menunjukkan betapa media sosial menjadi alat yang sangat efektif dalam berkampanye. Seperti yang dilakukan Bongbong.

“Dia menggunakan media sosial yang banyak digunakan, untuk memberikan janji utopis kepada masyarakat. Mereka yang bosan menghadapi ketidakpastian, akhirnya tertarik dengan janji kestabilan dan kemegahan, dan memilihnya menjadi presiden,” ucap Romo Benny.

Dari sini, Romo Benny mengingatkan bangsa Indonesia, tentang apa yang bisa dipelajari dari fenomena terpilihnya Bongbong Marcos sebagai Presiden Filipina.

“Satu, konsolidasi demokrasi tidak bisa berhenti. Kita membutuhkan media masa yang kritis dan mengingatkan soal bahaya masa lalu, serta menjadikannya sebagai pembelajaran. Media harus seimbang dalam pemberitaan. Sejarah masa lalu, juga harus diungkapkan,” paparnya.

Kedua, Romo Benny mengingatkan, agar tak terjadi kegagalan konsolidasi politik.

Politik tanpa gagasan yang tidak bisa diperbarui, akan membuat masyarakat merindukan masa lalu. Seperti yang terjadi di Filipina.

Ketiga, masyarakat sipil harus menjaga, agar demokrasi tetap dan selalu berlangsung dalam waktu lima tahunan.

Menurutnya, emokrasi memang tidak langsung memberikan kesejahteraan. Tetapi, demokrasi menjamin kebebasan penyampaian pendapat, kontrol dan pengawasan terhadap pemerintah.

“Demokrasi butuh proses. Belajarlah berdemokrasi dengan mau menjalani prosesnya, dan tidak mengulangi kediktatoran. Jangan sampai muncul tirani baru,” seru Romo Benny.

“Jangan bilang enak jamanku, toh? Bukan. Zaman itu penuh ketidakbebasan, penculikan, penindasan, dan pelanggaran HAM. Memori kita jangan pendek. Sebarkan dan pelajari sejarah dan masa lalu. Kita harus mengawal demokrasi bersama-sama,” tandasnya. [HES]

]]> Pakar dan Pengamat Komunikasi Politik, Antonius Benny Susetyo menyerukan bangsa Indonesia, agar tidak membuka pintu bagi kediktatoran, untuk kembali berkuasa. Seperti yang terjadi di Filipina.

Hal tersebut disampaikan Romo Benny, dalam video berjudul Marcos Jr Terpilih Jadi Presiden Filipina: Alarm Bagi Demokrasi Indonesia, yang diunggah di kanal Youtube Rumah Kebudayaan Nusantara (RKN), Kamis (12/5).

Video tersebut merupakan bagian dari rangkaian video Jangan Julid Bosque bersama Om Ben.

Romo Benny menilai, kemenangan Marcos Jr, atau lebih dikenal dengan nama Bongbong Marcos dengan lebih dari 50 persen suara menggambarkan, betapa mudahnya masyarakat Filipina melupakan kediktatoran, kekorupan, dan kekerasan yang diciptakan oleh Marcos Sr.

“Ini fenomena yang harus diperhatikan. Ini menunjukkan gagalnya konsolidasi demokrasi di Filipina. Kemiskinan, kekerasan, dan ketidakbebasan hidup terjadi begitu rupa. Sehingga, masyarakat mengalami situasi yang tidak menyenangkan,” jelasnya.

Romo Benny menyebut, Marcos Jr. mampu membuat orang melupakan kekejaman masa pemerintahan ayahnya. Sehingga, masyarakat Filipina membayangkan kemegahan di masa kepresidenan Marcos Sr.

“Dia membuat orang lupa. Kesan glamor, kestabilan, memberikan harapan kepada masyarakat, dibanding Duterte,” lanjut Romo Benny.

Kegagalan masa pemerintahan setelah Marcos Sr,  yang tidak memberikan kesejahteraan, seperti yang diinginkan masyarakat Filipina, jadi sorotan.

“Jatuhnya rezim Marcos Sr. menandai mulainya era demokrasi Filipina. Namun, naiknya Corazon Aquino yang merupakan istri mendiang Beniqno Aquino Jr dan presiden-presiden selanjutnya, tidak mampu memberikan solusi kepada masyarakat Filipina,” terang Romo Benny.

“Demokrasi tidak terbangun. Karena tidak memberikan kesejahteraan dan kebebasan. Korupsi tetap tinggi. Tak ada hidup sejahtera,” imbuhnya.

Dia pun menjelaskan soal kultur politik di Filipina, yang dinilainya punya andil dalam mendukung terpilihnya Bongbong Marcos sebagai Presiden Filipina.

“Politik didominasi tuan tanah. Senator-senator memiliki tanah. Mereka membeli suara dari tanah dan keringat rakyat kecil. Oligarki yang berkuasa. Kesenjangan luar biasa terjadi antara kelas elit dan kelas rakyat. Rakyat tidak memiliki kekuatan. Demokrasi pun dibajak dengan kekuatan kapital,” bebernya.

Romo Benny juga menunjukkan betapa media sosial menjadi alat yang sangat efektif dalam berkampanye. Seperti yang dilakukan Bongbong.

“Dia menggunakan media sosial yang banyak digunakan, untuk memberikan janji utopis kepada masyarakat. Mereka yang bosan menghadapi ketidakpastian, akhirnya tertarik dengan janji kestabilan dan kemegahan, dan memilihnya menjadi presiden,” ucap Romo Benny.

Dari sini, Romo Benny mengingatkan bangsa Indonesia, tentang apa yang bisa dipelajari dari fenomena terpilihnya Bongbong Marcos sebagai Presiden Filipina.

“Satu, konsolidasi demokrasi tidak bisa berhenti. Kita membutuhkan media masa yang kritis dan mengingatkan soal bahaya masa lalu, serta menjadikannya sebagai pembelajaran. Media harus seimbang dalam pemberitaan. Sejarah masa lalu, juga harus diungkapkan,” paparnya.

Kedua, Romo Benny mengingatkan, agar tak terjadi kegagalan konsolidasi politik.

Politik tanpa gagasan yang tidak bisa diperbarui, akan membuat masyarakat merindukan masa lalu. Seperti yang terjadi di Filipina.

Ketiga, masyarakat sipil harus menjaga, agar demokrasi tetap dan selalu berlangsung dalam waktu lima tahunan.

Menurutnya, emokrasi memang tidak langsung memberikan kesejahteraan. Tetapi, demokrasi menjamin kebebasan penyampaian pendapat, kontrol dan pengawasan terhadap pemerintah.

“Demokrasi butuh proses. Belajarlah berdemokrasi dengan mau menjalani prosesnya, dan tidak mengulangi kediktatoran. Jangan sampai muncul tirani baru,” seru Romo Benny.

“Jangan bilang enak jamanku, toh? Bukan. Zaman itu penuh ketidakbebasan, penculikan, penindasan, dan pelanggaran HAM. Memori kita jangan pendek. Sebarkan dan pelajari sejarah dan masa lalu. Kita harus mengawal demokrasi bersama-sama,” tandasnya. [HES]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories