Berdikari, Jalan Iran Tegak Berdiri .

Sebuah link situs di media sosial dikirim salah seorang kolega Iran, ketika saya menanyakan, bagaimana masyarakat Iran merayakan kemenangan Revolusi Islam ke-42 di tengah kepungan pandemi. Sebagai orang asing yang berdomisili di Tehran, tentu saja saya penasaran ingin mengetahui bagaimana penyelenggaraan momentum paling bersejarah dalam dinamika Iran kontemporer ini dirayakan masyarakatnya.

Link berbahasa Farsi, Bahman99.ir, termasuk salah satu platform “Pawai Nasional 22 Bahman” di media sosial. Situs ini dibuat oleh sebuah lembaga swadaya masyarakat, Seraj, yang menggandeng institusi plat merah Iran, terutama lembaga penyiaran nasional negara ini.

Sebagai pengamat dan peneliti Timur Tengah, saya memantau dari dekat perkembangan dinamika yang terjadi di kawasan ini, termasuk Iran. Rasa penasaran membuat saya memutuskan membuka situs ini dan mengisi pertanyaan umum yang ditampilkan, seperti nama dan nomor telepon dan kota serta provinsi tempat tinggal. Tidak ada pertanyaan khusus yang disampaikan, kecuali kolom opsi slogan yang saya kosongkan.

Situs yang baru dibuat sekitar dua pekan lalu ini berisi konten tentang rangkaian peringatan kemenangan Revolusi Islam Iran yang dimulai sejak 31 Januari hingga 10 Februari 2021. Momentum nasional yang disebut dengan “Dahe-Fajr Enghelab” atau “Sepuluh Hari Fajar Kemenangan Revolusi” ini puncak acaranya digelar hari Rabu (10/2/2021), yang dipusatkan secara nasional di bundaran Azadi Tehran.

Berbagai kampanye pawai peringatan Dahye Fajr juga gencar dilakukan di media sosial dari Instagram hingga Telegram. Sejak sekitar dua pekan lalu, saya perhatikan media sosial para kolega dan mahasiswa saya, terutama di Instagram, cukup progresif menyuarakan pandangannya menjelang peringatan hari ulang tahun kemenangan Revolusi Islam yang ke-42.

Setiap tahun, peringatan hari nasional ini dirayakan dengan gegap gempita oleh jutaan rakyat Iran dari berbagai lapisan masyarakat di alun-alun pusat kotanya masing-masing. Di Tehran, jutaan orang dari anak-anak hingga orang tua berbondong-bondong memadati bundaran Azadi dari pagi hingga siang hari.

Tahun ini, penyelenggaraan acara dilakukan berbeda untuk mengatasi penyebaran virus Corona. Pawai Hari Kemerdekaan tetap digelar, namun dilakukan dengan kendaraan. Saya jadi ingat film McQueen yang sangat disukai anak saya waktu kecil dulu, tapi kini sudah remaja. Bagaimana deretan mobil pawai beriringan. Selain mobil, ada pawai motor yang udah dilakukan sejak 31 Januari lalu. Saya bayangkan suasananya tidak jauh berbeda dengan peringatan 17 Agustus di negara kita.

Masyarakat Iran merayakan Hari Nasional terbesarnya ini dalam momentum yang tidak terlalu menyenangkan. Selain dihantui pandemi Covid-19, Iran juga menghadapi sanksi ketat Amerika Serikat (AS), sebuah kondisi yang mengharuskan negara ini bisa tetap survive di kancah internasional.

 

Dua kondisi sulit ini membuat perekonomian terpukul, terutama nilai tukar Riyal yang turun tajam. Barang-barang impor seperti peralatan elektronik hingga obat buatan luar negeri melambung tinggi. Pandemi dan sanksi memukul Iran dari berbagai arah. Berbagai organ tubuhnya terluka.

Pertumbuhan ekonomi melambat. Sektor strategis seperti migas mengalami masalah penjualan karena sanksi. Para pedagang produk elektronik yang sebagian impor mengalami penurunan tingkat penjualannya. Tapi semua kesulitan ini tidak membuat Iran limbung. Badannya masih tegap berjalan. Pengaruh regionalnya juga masih tetap terlihat.

Dipukul sanksi, mereka bisa bangkit dengan mengandalkan kekuatan sumber daya manusianya. Di bidang medis, negara ini relatif cukup mandiri dengan memproduksi sendiri kebutuhan obat dan peralatan medisnya. Sains dan teknologi kedokteran Iran juga terus tumbuh dan berkembang.

Sekitar tiga tahun lalu, Menteri Kesehatan Indonesia ketika itu, Prof. Dr. dr. Nila F. Moeloek, Sp.M(K) pernah mengungkapkan kekagumannya mengenai kemajuan sains dan teknologi Iran, terutama di bidang stem cell, nano teknologi dan robotic surgery yang menjadi masa depan medis. Padahal, negara ini sedang berada dalam kepungan sanksi.

Iran terus berbenah dengan caranya sendiri yang mungkin sulit bisa diatur dengan dikte negara lain, terutama AS. Negara ini terus belajar mengembangkan kemajuan nasionalnya dengan bertumpu pada kaki sendiri.

Dari sanksi, Iran belajar memenuhi kebutuhannya sendiri, tanpa terlalu tergantung kepada negara lain. Berbagai capaian sains dan teknologi Iran, terutama di bidang medis telah membawa negara ini terus beradaptasi dengan perubahan global yang bergerak begitu cepat.

Dari pandemi, Iran belajar mengobati masyarakatnya sendiri dan membantu negara lain. Langkah ini dilakukan dengan memproduksi berbagai kebutuhan dalam penanganan Covid-19. Sejak virus Corona menyerang negara ini tahun lalu, Iran sudah memproduksi kit test Covid-19 sendiri dan berbagai peralatan medis yang sudah diekspor ke negara lain.

Sebuah perusahaan berbasis sains yang berpusat di Mashhad berhasil memproduksi secara masal ventilator tanpa kompresor yang saat ini baru dimiliki teknologinya oleh segelintir negara dunia dalam hitungan dua telapak tangan.

Kini, Iran juga sudah siap memproduksi vaksin Corona buatan ilmuwannya sendiri, tapi masih membutuhkan waktu beberapa bulan lagi untuk siap diproduksi massal. Uji klinis terhadap manusia vaksin Corona pertama Iran, CovIran Barakat pada fase terakhir telah berakhir hari Sabtu (6/2/2021). Saat ini sedang menunggu hasil uji klinis fase terakhir tersebut untuk memasuki tahap lanjutan. Hasil uji klinis sebelumnya menunjukkan tingginya efektivitas vaksin, meski tidak mengungkapkan angkanya karena studi klinis masih berlanjut.

Selain CovIran Barakat, perusahaan berbasis sains Iran juga berhasil memproduksi vaksin Covid-19 lainnya yang bernama Razi Cov Pars, dan telah menjalani uji klinis manusia pertama pada hari Sabtu (8/2/2021).

 

Di luar kedua calon vaksin lokal ini, ada sejumlah perusahaan lain di Iran yang sedang membuat vaksin Covid-19 dan saat ini sedang menjalani proses uji kelayakannya dari masalah teknis hingga uji klinis manusia hingga hasil akhirnya.

Semua ini tidak bisa dilepaskan dari keterlibatan para ilmuwan muda progresif yang dimiliki Iran sebagai aset nasionalnya. Di daerah timur Tehran, berdiri pusat pengembangan teknologi Iran bernama Pardis Technology Park. Kawasan yang juga disebut Iran Silicon Valley ini berdiri di atas tanah seluas 60 hektar, dan sedang dikembangkan menjadi 1000 hektar. Tidak tanggung-tanggung, proyek ini dipimpin langsung oleh Wakil Presiden Iran Bidang Sains dan Teknologi, Dr. Sorena Sattari.

Memasuki usia ke-42 tahun, Republik Islam Iran tumbuh semakin dewasa dan belajar dari kegagalan maupun keberhasilannya selama ini. Mereka terus bergerak mengejar ketertinggalannya dan menemukan cara-cara baru mengatasi masalahnya sendiri, dengan bertumpu pada kekuatan nasional. Berdikari, kuncinya. Sebab, inilah cara mereka menempuh jalan terjal meraih kemajuan sesuai cara yang dipilihnya sendiri. (*)

[Penulis: Purkon Hidayat: Pengamat Iran dan Timur Tengah, tinggal di Tehran]

]]> .
Sebuah link situs di media sosial dikirim salah seorang kolega Iran, ketika saya menanyakan, bagaimana masyarakat Iran merayakan kemenangan Revolusi Islam ke-42 di tengah kepungan pandemi. Sebagai orang asing yang berdomisili di Tehran, tentu saja saya penasaran ingin mengetahui bagaimana penyelenggaraan momentum paling bersejarah dalam dinamika Iran kontemporer ini dirayakan masyarakatnya.

Link berbahasa Farsi, Bahman99.ir, termasuk salah satu platform “Pawai Nasional 22 Bahman” di media sosial. Situs ini dibuat oleh sebuah lembaga swadaya masyarakat, Seraj, yang menggandeng institusi plat merah Iran, terutama lembaga penyiaran nasional negara ini.

Sebagai pengamat dan peneliti Timur Tengah, saya memantau dari dekat perkembangan dinamika yang terjadi di kawasan ini, termasuk Iran. Rasa penasaran membuat saya memutuskan membuka situs ini dan mengisi pertanyaan umum yang ditampilkan, seperti nama dan nomor telepon dan kota serta provinsi tempat tinggal. Tidak ada pertanyaan khusus yang disampaikan, kecuali kolom opsi slogan yang saya kosongkan.

Situs yang baru dibuat sekitar dua pekan lalu ini berisi konten tentang rangkaian peringatan kemenangan Revolusi Islam Iran yang dimulai sejak 31 Januari hingga 10 Februari 2021. Momentum nasional yang disebut dengan “Dahe-Fajr Enghelab” atau “Sepuluh Hari Fajar Kemenangan Revolusi” ini puncak acaranya digelar hari Rabu (10/2/2021), yang dipusatkan secara nasional di bundaran Azadi Tehran.

Berbagai kampanye pawai peringatan Dahye Fajr juga gencar dilakukan di media sosial dari Instagram hingga Telegram. Sejak sekitar dua pekan lalu, saya perhatikan media sosial para kolega dan mahasiswa saya, terutama di Instagram, cukup progresif menyuarakan pandangannya menjelang peringatan hari ulang tahun kemenangan Revolusi Islam yang ke-42.

Setiap tahun, peringatan hari nasional ini dirayakan dengan gegap gempita oleh jutaan rakyat Iran dari berbagai lapisan masyarakat di alun-alun pusat kotanya masing-masing. Di Tehran, jutaan orang dari anak-anak hingga orang tua berbondong-bondong memadati bundaran Azadi dari pagi hingga siang hari.

Tahun ini, penyelenggaraan acara dilakukan berbeda untuk mengatasi penyebaran virus Corona. Pawai Hari Kemerdekaan tetap digelar, namun dilakukan dengan kendaraan. Saya jadi ingat film McQueen yang sangat disukai anak saya waktu kecil dulu, tapi kini sudah remaja. Bagaimana deretan mobil pawai beriringan. Selain mobil, ada pawai motor yang udah dilakukan sejak 31 Januari lalu. Saya bayangkan suasananya tidak jauh berbeda dengan peringatan 17 Agustus di negara kita.

Masyarakat Iran merayakan Hari Nasional terbesarnya ini dalam momentum yang tidak terlalu menyenangkan. Selain dihantui pandemi Covid-19, Iran juga menghadapi sanksi ketat Amerika Serikat (AS), sebuah kondisi yang mengharuskan negara ini bisa tetap survive di kancah internasional.

 

Dua kondisi sulit ini membuat perekonomian terpukul, terutama nilai tukar Riyal yang turun tajam. Barang-barang impor seperti peralatan elektronik hingga obat buatan luar negeri melambung tinggi. Pandemi dan sanksi memukul Iran dari berbagai arah. Berbagai organ tubuhnya terluka.

Pertumbuhan ekonomi melambat. Sektor strategis seperti migas mengalami masalah penjualan karena sanksi. Para pedagang produk elektronik yang sebagian impor mengalami penurunan tingkat penjualannya. Tapi semua kesulitan ini tidak membuat Iran limbung. Badannya masih tegap berjalan. Pengaruh regionalnya juga masih tetap terlihat.

Dipukul sanksi, mereka bisa bangkit dengan mengandalkan kekuatan sumber daya manusianya. Di bidang medis, negara ini relatif cukup mandiri dengan memproduksi sendiri kebutuhan obat dan peralatan medisnya. Sains dan teknologi kedokteran Iran juga terus tumbuh dan berkembang.

Sekitar tiga tahun lalu, Menteri Kesehatan Indonesia ketika itu, Prof. Dr. dr. Nila F. Moeloek, Sp.M(K) pernah mengungkapkan kekagumannya mengenai kemajuan sains dan teknologi Iran, terutama di bidang stem cell, nano teknologi dan robotic surgery yang menjadi masa depan medis. Padahal, negara ini sedang berada dalam kepungan sanksi.

Iran terus berbenah dengan caranya sendiri yang mungkin sulit bisa diatur dengan dikte negara lain, terutama AS. Negara ini terus belajar mengembangkan kemajuan nasionalnya dengan bertumpu pada kaki sendiri.

Dari sanksi, Iran belajar memenuhi kebutuhannya sendiri, tanpa terlalu tergantung kepada negara lain. Berbagai capaian sains dan teknologi Iran, terutama di bidang medis telah membawa negara ini terus beradaptasi dengan perubahan global yang bergerak begitu cepat.

Dari pandemi, Iran belajar mengobati masyarakatnya sendiri dan membantu negara lain. Langkah ini dilakukan dengan memproduksi berbagai kebutuhan dalam penanganan Covid-19. Sejak virus Corona menyerang negara ini tahun lalu, Iran sudah memproduksi kit test Covid-19 sendiri dan berbagai peralatan medis yang sudah diekspor ke negara lain.

Sebuah perusahaan berbasis sains yang berpusat di Mashhad berhasil memproduksi secara masal ventilator tanpa kompresor yang saat ini baru dimiliki teknologinya oleh segelintir negara dunia dalam hitungan dua telapak tangan.

Kini, Iran juga sudah siap memproduksi vaksin Corona buatan ilmuwannya sendiri, tapi masih membutuhkan waktu beberapa bulan lagi untuk siap diproduksi massal. Uji klinis terhadap manusia vaksin Corona pertama Iran, CovIran Barakat pada fase terakhir telah berakhir hari Sabtu (6/2/2021). Saat ini sedang menunggu hasil uji klinis fase terakhir tersebut untuk memasuki tahap lanjutan. Hasil uji klinis sebelumnya menunjukkan tingginya efektivitas vaksin, meski tidak mengungkapkan angkanya karena studi klinis masih berlanjut.

Selain CovIran Barakat, perusahaan berbasis sains Iran juga berhasil memproduksi vaksin Covid-19 lainnya yang bernama Razi Cov Pars, dan telah menjalani uji klinis manusia pertama pada hari Sabtu (8/2/2021).

 

Di luar kedua calon vaksin lokal ini, ada sejumlah perusahaan lain di Iran yang sedang membuat vaksin Covid-19 dan saat ini sedang menjalani proses uji kelayakannya dari masalah teknis hingga uji klinis manusia hingga hasil akhirnya.

Semua ini tidak bisa dilepaskan dari keterlibatan para ilmuwan muda progresif yang dimiliki Iran sebagai aset nasionalnya. Di daerah timur Tehran, berdiri pusat pengembangan teknologi Iran bernama Pardis Technology Park. Kawasan yang juga disebut Iran Silicon Valley ini berdiri di atas tanah seluas 60 hektar, dan sedang dikembangkan menjadi 1000 hektar. Tidak tanggung-tanggung, proyek ini dipimpin langsung oleh Wakil Presiden Iran Bidang Sains dan Teknologi, Dr. Sorena Sattari.

Memasuki usia ke-42 tahun, Republik Islam Iran tumbuh semakin dewasa dan belajar dari kegagalan maupun keberhasilannya selama ini. Mereka terus bergerak mengejar ketertinggalannya dan menemukan cara-cara baru mengatasi masalahnya sendiri, dengan bertumpu pada kekuatan nasional. Berdikari, kuncinya. Sebab, inilah cara mereka menempuh jalan terjal meraih kemajuan sesuai cara yang dipilihnya sendiri. (*)

[Penulis: Purkon Hidayat: Pengamat Iran dan Timur Tengah, tinggal di Tehran]
]]> .
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories

Generated by Feedzy