
Bareng KH Cholil Nafis, Bamsoet Bedah Panduan Puasa Dan Ibadah Ramadan Di Tengah Pandemi
Ketua MPR sekaligus pendiri Majelis Ta’lim Baitus Sholihin (MT-BS) Bambang Soesatyo bersama Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Muhammad Cholil Nafis membedah panduan ibadah puasa Ramadhan di tengah pandemi Covid-19. Panduan ibadah ini merujuk pada Fatwa MUI Nomor 24/2021 tentang Panduan Penyelenggaraan Ibadah untuk Bulan Ramadan dan Syawal 1442 Hijriah.
“Fatwa MUI tersebut menjelaskan tentang tata cara pelaksanaan ibadah puasa, pelaksanaan shalat fardhu, tarawih, witir, tadarus, qiyamullail, I’tikaf, zakat fitrah, zakat mal, fidyah dan sedekah, hingga pelaksanaan takbir, shalat Idul Fitri serta halal bihalal selama masa pandemi Covid-19. Umat Muslim bisa mengikutinya, sehingga bisa menjalankan ibadah puasa secara tenang, aman, dan nyaman,” ujar Bamsoet, sapaan akrab Bambang, dalam Podcast Ngobras (Ngobrol Asyik) Spesial Edisi Ramadan, bersama KH Muhammad Cholil Nafis, di Studio Digital Blackstone Bamsoet Channel, Jakarta, Rabu (14/4/21).
Ketua DPR ke-20 ini mengungkapkan, sebagaimana dijelaskan KH Cholil Nafis, dalam Fatwa MUI tersebut disebutkan bahwa penerapan physical distancing saat shalat jamaah dengan cara merenggangkan shaf hukumnya diperbolehkan. Shalatnya sah dan tidak kehilangan keutamaan berjamaah. Sebab, kondisi tersebut sebagai hajat syar’iyyah. Begitu pun dengan menggunakan masker yang menutup mulut dan hidung saat shalat, hukumnya boleh dan shalatnya sah.
“Jadi, umat Muslim tidak perlu khawatir jika shalat tarawih ataupun shalat wajib di masjid yang merenggangkan shafnya dan mewajibkan jamaah memakai masker selama shalat. Insya Allah shalatnya tetap sah, dan dicatat sebagai tambahan amal ibadah. Karena upaya tersebut tidak lain untuk mencegah penularan Covid-19,” ungkap Bamsoet.
Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia (IMI) ini menerangkan, Fatwa MUI juga menekankan bahwa pelaksanaan vaksinasi saat berpuasa tidak membatalkan puasa. Karenanya umat Islam yang sedang berpuasa boleh melakukan vaksinasi.
“Pada prinsipnya, setiap Muslim wajib berpartisipasi dalam upaya memutus mata rantai peredaran Covid-19. Di antaranya dengan vaksinasi Covid-19 guna mewujudkan kekebalan kelompok,” terang Bamsoet.
Dewan Pakar Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) ini menambahkan, Fatwa MUI juga menegaskan bahwa tes swab, baik lewat hidung maupun mulut untuk deteksi Covid-19 saat berpuasa juga tidak membatalkan puasa. Demikian juga rapid test dengan pengambilan sampel darah dan penggunaan Genose dengan sampel hembusan nafas.
“Fatwa MUI juga mengatur bahwa umat Islam yang sedang sakit seperti terkena Covid-19 dan dikhawatirkan kesehatannya terganggu jika berpuasa, maka ia boleh tidak berpuasa dan mengqadhanya di hari yang lain saat sembuh,” kata Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menekankan, sebagaimana dituturkan KH Cholil Nafis, warga yang menjalankan usaha rumah makan tetap diperbolehkan beroperasi selama Ramadan. Karenanya, tidak boleh ada satupun warga atau organisasi yang melakukan sweeping atau penutupan secara paksa. Karena menjalankan ibadah puasa pada hakikatnya adalah seni mengontrol diri. Bukan alasan untuk marah-marah, apalagi melakukan penutupan secara paksa.
“Kuncinya adalah kebijaksanaan. Rumah makan yang buka saat Ramadan, sebaiknya menggunakan gorden agar tidak terlalu terlihat publik. Menghormati warga lain yang sedang berpuasa. Kenapa rumah makan tetap diperbolehkan buka? Karena banyak juga saudara kita yang tidak berpuasa. Baik itu yang beragama di luar islam, maupun umat islam yang sedang dalam perjalanan (musafir), serta wanita yang sedang dalam menstruasi, hamil atau menyusui,” pungkas Bamsoet. [USU]
]]> Ketua MPR sekaligus pendiri Majelis Ta’lim Baitus Sholihin (MT-BS) Bambang Soesatyo bersama Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Muhammad Cholil Nafis membedah panduan ibadah puasa Ramadhan di tengah pandemi Covid-19. Panduan ibadah ini merujuk pada Fatwa MUI Nomor 24/2021 tentang Panduan Penyelenggaraan Ibadah untuk Bulan Ramadan dan Syawal 1442 Hijriah.
“Fatwa MUI tersebut menjelaskan tentang tata cara pelaksanaan ibadah puasa, pelaksanaan shalat fardhu, tarawih, witir, tadarus, qiyamullail, I’tikaf, zakat fitrah, zakat mal, fidyah dan sedekah, hingga pelaksanaan takbir, shalat Idul Fitri serta halal bihalal selama masa pandemi Covid-19. Umat Muslim bisa mengikutinya, sehingga bisa menjalankan ibadah puasa secara tenang, aman, dan nyaman,” ujar Bamsoet, sapaan akrab Bambang, dalam Podcast Ngobras (Ngobrol Asyik) Spesial Edisi Ramadan, bersama KH Muhammad Cholil Nafis, di Studio Digital Blackstone Bamsoet Channel, Jakarta, Rabu (14/4/21).
Ketua DPR ke-20 ini mengungkapkan, sebagaimana dijelaskan KH Cholil Nafis, dalam Fatwa MUI tersebut disebutkan bahwa penerapan physical distancing saat shalat jamaah dengan cara merenggangkan shaf hukumnya diperbolehkan. Shalatnya sah dan tidak kehilangan keutamaan berjamaah. Sebab, kondisi tersebut sebagai hajat syar’iyyah. Begitu pun dengan menggunakan masker yang menutup mulut dan hidung saat shalat, hukumnya boleh dan shalatnya sah.
“Jadi, umat Muslim tidak perlu khawatir jika shalat tarawih ataupun shalat wajib di masjid yang merenggangkan shafnya dan mewajibkan jamaah memakai masker selama shalat. Insya Allah shalatnya tetap sah, dan dicatat sebagai tambahan amal ibadah. Karena upaya tersebut tidak lain untuk mencegah penularan Covid-19,” ungkap Bamsoet.
Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia (IMI) ini menerangkan, Fatwa MUI juga menekankan bahwa pelaksanaan vaksinasi saat berpuasa tidak membatalkan puasa. Karenanya umat Islam yang sedang berpuasa boleh melakukan vaksinasi.
“Pada prinsipnya, setiap Muslim wajib berpartisipasi dalam upaya memutus mata rantai peredaran Covid-19. Di antaranya dengan vaksinasi Covid-19 guna mewujudkan kekebalan kelompok,” terang Bamsoet.
Dewan Pakar Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) ini menambahkan, Fatwa MUI juga menegaskan bahwa tes swab, baik lewat hidung maupun mulut untuk deteksi Covid-19 saat berpuasa juga tidak membatalkan puasa. Demikian juga rapid test dengan pengambilan sampel darah dan penggunaan Genose dengan sampel hembusan nafas.
“Fatwa MUI juga mengatur bahwa umat Islam yang sedang sakit seperti terkena Covid-19 dan dikhawatirkan kesehatannya terganggu jika berpuasa, maka ia boleh tidak berpuasa dan mengqadhanya di hari yang lain saat sembuh,” kata Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menekankan, sebagaimana dituturkan KH Cholil Nafis, warga yang menjalankan usaha rumah makan tetap diperbolehkan beroperasi selama Ramadan. Karenanya, tidak boleh ada satupun warga atau organisasi yang melakukan sweeping atau penutupan secara paksa. Karena menjalankan ibadah puasa pada hakikatnya adalah seni mengontrol diri. Bukan alasan untuk marah-marah, apalagi melakukan penutupan secara paksa.
“Kuncinya adalah kebijaksanaan. Rumah makan yang buka saat Ramadan, sebaiknya menggunakan gorden agar tidak terlalu terlihat publik. Menghormati warga lain yang sedang berpuasa. Kenapa rumah makan tetap diperbolehkan buka? Karena banyak juga saudara kita yang tidak berpuasa. Baik itu yang beragama di luar islam, maupun umat islam yang sedang dalam perjalanan (musafir), serta wanita yang sedang dalam menstruasi, hamil atau menyusui,” pungkas Bamsoet. [USU]
]]>.
Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID .