
Banyak Yang Belum Melek Risiko Finansial Masa Depan Aset Dana Pensiun Kita Kalah Dengan Malaysia
Total aset asuransi dan dana pensiun di Indonesia masih kalah dibandingkan Malaysia. Pada tahun 2020, misalnya, aset asuransi dan dana pensiun di Indonesia kurang dari 20 persen terhadap nominal Produk Domestik Bruto (PDB).
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, angka tersebut cukup jauh dari total aset asuransi dan dana pensiun di Malaysia dan Singapura, yang masing-masing mencapai 60 persen dan 85 persen dari PDB.
“Karena itu, potensi asuransi dan dana pensiun yang belum berkembang di Indonesia cukup tinggi,” ujar Airlangga di acara Indonesian Financial Group International (IFG) Conference 2022 di Jakarta, kemarin.
Ketua Umum Partai Golkar ini menjelaskan, berdasarkan catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), aset industri dana pensiun Indonesia tumbuh 4,07 persen. Pertumbuhan ini melambat jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 7,12 persen.
Hingga akhir 2021, OJK juga mencatat pelaku dana pensiun Indonesia hanya 212 perusahaan atau instansi.
“Selama ini, masih cukup banyak pekerja di Tanah Air yang belum memiliki akses terhadap dana pensiun,” ungkap Airlangga.
Padahal, kata dia, ruang tumbuh untuk sektor asuransi sebenarnya cukup besar. Sementara penetrasi sektor tersebut di Indonesia termasuk terendah di kawasan.
“Kami harapkan, setidaknya Indonesia bisa menyamai Malaysia nantinya,” harap Airlangga.
Menurut eks anggota DPR ini, kontribusi asuransi dan dana pensiun dalam pendalaman dan perluasan pasar keuangan sangat dibutuhkan.
Hal tersebut sangatlah penting bagi stabilitas sektor keuangan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan di tahun mendatang.
Selama pandemi Covid-19, sektor asuransi telah memainkan peran penting dalam mendukung kebutuhan keuangan untuk mengatasi biaya tinggi dari Covid-19.
“Ini terlihat dari kenaikan klaim jaminan kesehatan terkait Covid-19 yang cukup signifikan. Serta dukungan Pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),” jelas Airlangga.
Dia menilai, sektor asuransi berperan penting dalam mitigasi fasilitas asuransi kredit produk pinjaman perbankan.
Di acara yang sama, Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) IIKartika Wirjoatmodjo mengatakan, Indonesia akan memiliki tantangan besar dalam menghadapi era populasi menua (aging population) di tengah rendahnya kesadaran masyarakat menyiapkan dana pensiun.
Menurut pria yang akrab disapa Tiko ini, industri asuransi dan dana pensiun di Indonesia masih kurang berkembang dibandingkan perbankan dan sektor finansial lainnya.
Padahal, Indonesia memiliki bonus demografi dan akan berubah menjadi aging population dalam 20 tahun mendatang.
“Jadi tahun 2060-2070, kita akan punya banyak aging population, dan kita telat untuk transformasi ekosistem dana pensiun. Telat juga untuk bangun aset yang match buat liabilitas di masa depan,” jelas Tiko.
Menurut dia, rendahnya perkembangan dana pensiun karena masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap risiko finansial masa depan. Dan kesadaran menyiapkan dana pensiun untuk generasi selanjutnya.
Karena itu, perlu upaya mengubah pola pikir masyarakat untuk menyiapkan mitigasi risiko finansial di masa depan.
“Perlu edukasi masif agar orang memahami risiko hidupnya, sehingga memiliki kesadaran untuk membeli produk proteksi dan menyiapkan dana pensiun,” pungkas Tiko. [NOV]
]]> Total aset asuransi dan dana pensiun di Indonesia masih kalah dibandingkan Malaysia. Pada tahun 2020, misalnya, aset asuransi dan dana pensiun di Indonesia kurang dari 20 persen terhadap nominal Produk Domestik Bruto (PDB).
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, angka tersebut cukup jauh dari total aset asuransi dan dana pensiun di Malaysia dan Singapura, yang masing-masing mencapai 60 persen dan 85 persen dari PDB.
“Karena itu, potensi asuransi dan dana pensiun yang belum berkembang di Indonesia cukup tinggi,” ujar Airlangga di acara Indonesian Financial Group International (IFG) Conference 2022 di Jakarta, kemarin.
Ketua Umum Partai Golkar ini menjelaskan, berdasarkan catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), aset industri dana pensiun Indonesia tumbuh 4,07 persen. Pertumbuhan ini melambat jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 7,12 persen.
Hingga akhir 2021, OJK juga mencatat pelaku dana pensiun Indonesia hanya 212 perusahaan atau instansi.
“Selama ini, masih cukup banyak pekerja di Tanah Air yang belum memiliki akses terhadap dana pensiun,” ungkap Airlangga.
Padahal, kata dia, ruang tumbuh untuk sektor asuransi sebenarnya cukup besar. Sementara penetrasi sektor tersebut di Indonesia termasuk terendah di kawasan.
“Kami harapkan, setidaknya Indonesia bisa menyamai Malaysia nantinya,” harap Airlangga.
Menurut eks anggota DPR ini, kontribusi asuransi dan dana pensiun dalam pendalaman dan perluasan pasar keuangan sangat dibutuhkan.
Hal tersebut sangatlah penting bagi stabilitas sektor keuangan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan di tahun mendatang.
Selama pandemi Covid-19, sektor asuransi telah memainkan peran penting dalam mendukung kebutuhan keuangan untuk mengatasi biaya tinggi dari Covid-19.
“Ini terlihat dari kenaikan klaim jaminan kesehatan terkait Covid-19 yang cukup signifikan. Serta dukungan Pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),” jelas Airlangga.
Dia menilai, sektor asuransi berperan penting dalam mitigasi fasilitas asuransi kredit produk pinjaman perbankan.
Di acara yang sama, Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) IIKartika Wirjoatmodjo mengatakan, Indonesia akan memiliki tantangan besar dalam menghadapi era populasi menua (aging population) di tengah rendahnya kesadaran masyarakat menyiapkan dana pensiun.
Menurut pria yang akrab disapa Tiko ini, industri asuransi dan dana pensiun di Indonesia masih kurang berkembang dibandingkan perbankan dan sektor finansial lainnya.
Padahal, Indonesia memiliki bonus demografi dan akan berubah menjadi aging population dalam 20 tahun mendatang.
“Jadi tahun 2060-2070, kita akan punya banyak aging population, dan kita telat untuk transformasi ekosistem dana pensiun. Telat juga untuk bangun aset yang match buat liabilitas di masa depan,” jelas Tiko.
Menurut dia, rendahnya perkembangan dana pensiun karena masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap risiko finansial masa depan. Dan kesadaran menyiapkan dana pensiun untuk generasi selanjutnya.
Karena itu, perlu upaya mengubah pola pikir masyarakat untuk menyiapkan mitigasi risiko finansial di masa depan.
“Perlu edukasi masif agar orang memahami risiko hidupnya, sehingga memiliki kesadaran untuk membeli produk proteksi dan menyiapkan dana pensiun,” pungkas Tiko. [NOV]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID .