Banyak Pejabat Tidak Lapor Isi Kocek Ke KPK Dalihnya Kelupaan, Percaya Nggak Sih? .

Banyak pejabat tidak melaporkan jumlah uang  di rekeningnya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Alasannya, lupa.

Sejauh ini, KPK masih menganggapnya sebagai kelalaian. Bukan kesengajaan. Namun lembaga yang dipimpin Komisaris Jendera Polisi Firli Bahuri ini tetap menagih para pejabat agar melaporkan isi koceknya.

“KPK menyurati 239 penyelenggara negara terkait Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang tidak lengkap,” kata Pelaksana Tugas Juru Bicara Bidang Pencegahan KPK, Ipi Maryati Kuding, Minggu (7/3).

Mereka yang disurati itu terdiri dari 146 pejabat instansi daerah, 82 pejabat instansi pusat dan 11 pejabat Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Ipi mengungkapkan, kepala dinas merupakan pejabat yang paling banyak tidak melaporkan hartanya secara lengkap, yaitu sebanyak 46 orang. Diikuti kepala kantor pajak pada Kementerian Keuangan sebanyak 33 orang. Selanjutnya kepala badan daerah sebanyak 31 orang. Lalu bupati 18 orang.

Ipi mengutarakan harta yang paling banyak tidak dilaporkan adalah kas dan setara kas. Mereka berdalih lalai melaporkan uang yang disimpan di rekening. “Dalam pemeriksaan tersebut, KPK menemukan 917 rekening simpanan yang belum dilaporkan oleh 203 PN (penyelenggara negara) dari 239 PN atau sekitar 84 persen,” tuturnya.

Selain itu, sebanyak 390 harta tidak bergerak juga tidak dilaporkan oleh 109 penyelenggara negara. Jenis harta yang juga sering tidak dilaporkan adalah harta bergerak lainnya. “Yang termasuk kategori ini misalnya adalah polis asuransi yang memiliki nilai investasi,” terang Ipi.

KPK mencatat, 195 polis asuransi belum dilaporkan oleh 35 PN atau sekitar 14 persen. Ia pun mengimbau agar para pejabat melaporkan harta kekayaannya secara jujur, benar dan lengkap. Adapun batas waktu penyampaian LHKPN terakhir adalah 31 Maret 2021.

“Jika hasil verifikasi dinyatakan tidak lengkap, maka PN wajib menyampaikan kelengkapan tersebut maksimal 30 hari sejak diterimanya pemberitahuan bahwa LHKPN yang disampaikan masih perlu dilengkapi,” kata Ipi.

“Jika hingga batas waktu kelengkapan tersebut tidak dipenuhi, maka KPK akan mengembalikan laporan tersebut dan PN dianggap tidak menyampaikan LHKPN,” lanjutnya.

 

Sejumlah terdakwa kasus korupsi diketahui tidak melaporkan isi rekeningnya ke KPK. Diduga, jumlah dana di rekeningnya tidak sesuai profile penghasilannya sebagai penyelenggara negara. Sehingga memunculkan kecurigaan bahwa uang di rekening itu berasal dari hasil korupsi.

Ketika upaya menyembunyikan kekayaan ini terbongkar, dengan entengnya beralasan kelupaan melaporkannya ke KPK.

Dalih ini pula yang meluncurdari mulut Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Ia pernah menjadi Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung. Sehingga wajib melaporkan hartanya ke KPK.

Tercatat Pinangki terakhir kali melapor pada 31 Maret 2019 untuk LHKPN 2018. Jumlah harta yang dilaporkan Rp 6,8 miliar. Meski nilai ini sudah dianggap fantastis bagi ukuran jaksa eselon IV, rupanya Pinangki belum melaporkan seluruh hartanya ke KPK. Ia mengaku harta yang belum dilaporkannya berupa 2 rekening.

Pinangki mengaku punya 3 rekening bank, namun hanya melaporkan 1 rekening pada LHKPN 2018. “LHKPN saya yang 2018 statusnya masih tidak lengkap, karena masih ada beberapa yang belum saya laporkan, tapi saya belum sempat untuk meng-update lagi,” katanya, saat persidangan perkara suap pengurusan perkara Djoko Tjandra.

Pinangki berdalih, lupa mencantumkan isi dua rekeningnya. Alasan lainnya, terburu-buru menyerahkan LHKPN pada 2018 sebagai syarat untuk bisa naik pangkat. “Sebenarnya tidak ada masalah Pak. Karena semua aset saya kan sudah terdata. Ada rumah tahun 2000, ada (rekening) ini tahun 2003, mungkin karena waktu itu memang saya ‘skip’ saja Pak,” klaimnya.

Alhasil, Pinangki disurati KPK karena ketidaklengkapan data kekayaan itu. “Jadi masih sembarangan. Belum lengkap, Yang Mulia. Belum sempat menambahkan karena masih ada (data) yang tertinggal. Rencananya akan diperbaiki, tapi belum sempat,” dalihnya.

Belakangan diketahui Pinangki menerima suap 500 ribu dolar AS dari Djoko. Uang itu digunakan untuk keperluan pribadi. Mulai dari perawatan kecantikan, operasi plastik di Amerika, bayar sewa apartemen mewah, hingga membeli mobil BMW X5. [BYU]

]]> .
Banyak pejabat tidak melaporkan jumlah uang  di rekeningnya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Alasannya, lupa.

Sejauh ini, KPK masih menganggapnya sebagai kelalaian. Bukan kesengajaan. Namun lembaga yang dipimpin Komisaris Jendera Polisi Firli Bahuri ini tetap menagih para pejabat agar melaporkan isi koceknya.

“KPK menyurati 239 penyelenggara negara terkait Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang tidak lengkap,” kata Pelaksana Tugas Juru Bicara Bidang Pencegahan KPK, Ipi Maryati Kuding, Minggu (7/3).

Mereka yang disurati itu terdiri dari 146 pejabat instansi daerah, 82 pejabat instansi pusat dan 11 pejabat Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Ipi mengungkapkan, kepala dinas merupakan pejabat yang paling banyak tidak melaporkan hartanya secara lengkap, yaitu sebanyak 46 orang. Diikuti kepala kantor pajak pada Kementerian Keuangan sebanyak 33 orang. Selanjutnya kepala badan daerah sebanyak 31 orang. Lalu bupati 18 orang.

Ipi mengutarakan harta yang paling banyak tidak dilaporkan adalah kas dan setara kas. Mereka berdalih lalai melaporkan uang yang disimpan di rekening. “Dalam pemeriksaan tersebut, KPK menemukan 917 rekening simpanan yang belum dilaporkan oleh 203 PN (penyelenggara negara) dari 239 PN atau sekitar 84 persen,” tuturnya.

Selain itu, sebanyak 390 harta tidak bergerak juga tidak dilaporkan oleh 109 penyelenggara negara. Jenis harta yang juga sering tidak dilaporkan adalah harta bergerak lainnya. “Yang termasuk kategori ini misalnya adalah polis asuransi yang memiliki nilai investasi,” terang Ipi.

KPK mencatat, 195 polis asuransi belum dilaporkan oleh 35 PN atau sekitar 14 persen. Ia pun mengimbau agar para pejabat melaporkan harta kekayaannya secara jujur, benar dan lengkap. Adapun batas waktu penyampaian LHKPN terakhir adalah 31 Maret 2021.

“Jika hasil verifikasi dinyatakan tidak lengkap, maka PN wajib menyampaikan kelengkapan tersebut maksimal 30 hari sejak diterimanya pemberitahuan bahwa LHKPN yang disampaikan masih perlu dilengkapi,” kata Ipi.

“Jika hingga batas waktu kelengkapan tersebut tidak dipenuhi, maka KPK akan mengembalikan laporan tersebut dan PN dianggap tidak menyampaikan LHKPN,” lanjutnya.

 

Sejumlah terdakwa kasus korupsi diketahui tidak melaporkan isi rekeningnya ke KPK. Diduga, jumlah dana di rekeningnya tidak sesuai profile penghasilannya sebagai penyelenggara negara. Sehingga memunculkan kecurigaan bahwa uang di rekening itu berasal dari hasil korupsi.

Ketika upaya menyembunyikan kekayaan ini terbongkar, dengan entengnya beralasan kelupaan melaporkannya ke KPK.

Dalih ini pula yang meluncurdari mulut Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Ia pernah menjadi Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung. Sehingga wajib melaporkan hartanya ke KPK.

Tercatat Pinangki terakhir kali melapor pada 31 Maret 2019 untuk LHKPN 2018. Jumlah harta yang dilaporkan Rp 6,8 miliar. Meski nilai ini sudah dianggap fantastis bagi ukuran jaksa eselon IV, rupanya Pinangki belum melaporkan seluruh hartanya ke KPK. Ia mengaku harta yang belum dilaporkannya berupa 2 rekening.

Pinangki mengaku punya 3 rekening bank, namun hanya melaporkan 1 rekening pada LHKPN 2018. “LHKPN saya yang 2018 statusnya masih tidak lengkap, karena masih ada beberapa yang belum saya laporkan, tapi saya belum sempat untuk meng-update lagi,” katanya, saat persidangan perkara suap pengurusan perkara Djoko Tjandra.

Pinangki berdalih, lupa mencantumkan isi dua rekeningnya. Alasan lainnya, terburu-buru menyerahkan LHKPN pada 2018 sebagai syarat untuk bisa naik pangkat. “Sebenarnya tidak ada masalah Pak. Karena semua aset saya kan sudah terdata. Ada rumah tahun 2000, ada (rekening) ini tahun 2003, mungkin karena waktu itu memang saya ‘skip’ saja Pak,” klaimnya.

Alhasil, Pinangki disurati KPK karena ketidaklengkapan data kekayaan itu. “Jadi masih sembarangan. Belum lengkap, Yang Mulia. Belum sempat menambahkan karena masih ada (data) yang tertinggal. Rencananya akan diperbaiki, tapi belum sempat,” dalihnya.

Belakangan diketahui Pinangki menerima suap 500 ribu dolar AS dari Djoko. Uang itu digunakan untuk keperluan pribadi. Mulai dari perawatan kecantikan, operasi plastik di Amerika, bayar sewa apartemen mewah, hingga membeli mobil BMW X5. [BYU]
]]> .
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories