
Banjir Hantam Pakistan 1.000 Nyawa Melayang
Angka kematian akibat banjir di Pakistan mencapai 1.033 jiwa. Jumlah itu terhitung sejak Juni 2022 berdasarkan laporan Badan Penanggulangan Bencana Nasional (NDMA) Pakistan.
Seperti dilansir AFP, kemarin disebutkan, sudah 119 orang meninggal dunia dalam 24 jam terakhir akibat banjir karena hujan muson.
Fenomena hujan muson (monsun) di negara Asia Selatan dan Tengah tersebut terjadi sejak pertengahan Juni lalu. Otoritas setempat mengatakan, bencana ini berimbas pada lebih dari 33 juta orang.
NDMA menyebutkan, lebih dari 2 juta hektare tanaman yang siap panen musnah, 3.451 km jalanan rusak, dan 149 jembatan hancur.
Pemerintah Pakistan sebelumnya telah mengumumkan keadaan darurat untuk menangani banjir musim hujan ini. Para pejabat setempat mengatakan, banjir tahun ini sebanding dengan banjir pada 2010, yang tercatat sebagai yang terburuk. Tahun itu, 2.000 orang tewas dan nyaris seperlima wilayah Pakistan terendam banjir.
“Saya tidak pernah melihat banjir besar seperti ini dalam hidup saya,” ucap petani setempat, Rahim Bakhsh Brohi, yang berusia 80-an tahun dari Sukkur, Provinsi Sindh.
Pakistan berada di urutan kedelapan dalam Indeks Risiko Iklim Global. Daftar itu disusun LSM lingkungan Germanwatch dengan memasukkan negara-negara yang dianggap paling rentan terhadap cuaca ekstrem yang dipicu perubahan iklim.
Perdana Menteri (PM) Pakistan Shehbaz Sharif pun terpaksa membatalkan rencana kunjungan ke Inggris karena bencana ini.
“Saya telah melihat dari udara dan kehancuran tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata,” ucapnya, usai mengunjungi area Sukkur.
“Kota, desa dan panen terendam air. Saya merasa tingkat kehancuran ini belum pernah terjadi sebelumnya,” pungkasnya.
Setiap tahunnya, Pakistan dilanda muson tahunan yang menyebabkan berbagai bencana. Kebijakan Islamabad tentang antisipasi hujan muson pun dinilai buruk dan menuai berbagai kritikan.
Musim hujan di Pakistan umumnya berlangsung sejak Juli hingga September. Pada Juni lalu, Menteri Perubahan Iklim Pakistan, Sherry Rehman mengaitkan pola baru hujan muson lebat di Pakistan belakangan ini dengan perubahan iklim. Menurutnya, Pakistan mesti siap menghadapi lebih banyak banjir seiring mencairnya gletser di negara itu.
Sama seperti di Pakistan, hujan muson juga terjadi di Indonesia. Secara tradisional muson atau monsun digunakan untuk merujuk pada iklim yang terlihat nyata berubah secara musiman.
Angin muson adalah angin yang berhembus secara periodik, minimal 3 bulan. Antara periode yang satu dengan yang lain polanya akan berlawanan dan berganti arah secara berlawanan setiap setengah tahun.
Muson menjadi angin musiman yang bersifat periodik dan biasanya terjadi di Samudera Hindia dan Asia. Munculnya angin muson ditandai dengan curah hujan yang tinggi.
Merujuk National Geographic, ada beberapa jenis angin muson. Yaitu summer monsoon, winter monsoon, dan Asian-Australian monsoon.
Muson Asian-Australia membentang dari utara ke pantai Pasifik Rusia. Sistem angin muson besar ini kemudian membentang ke Samudera Hindia. Akhirnya mencapai ujungnya di pantai India di Afrika.
Di Indonesia, ada dua angin muson, yaitu muson barat dan muson timur. Angin muson barat biasanya bertiup pada Oktober-April. Sedangkan muson timur pada April-Oktober.
Namun dengan adanya efek pemanasan global (perubahan iklim), membuat siklus angin yang tadinya teratur jadi kurang bisa diprediksi. Hal itu membuat beberapa tahun ini harusnya terjadi musim kemarau, tapi justru masih hujan. Begitu pula sebaliknya. ■
]]> Angka kematian akibat banjir di Pakistan mencapai 1.033 jiwa. Jumlah itu terhitung sejak Juni 2022 berdasarkan laporan Badan Penanggulangan Bencana Nasional (NDMA) Pakistan.
Seperti dilansir AFP, kemarin disebutkan, sudah 119 orang meninggal dunia dalam 24 jam terakhir akibat banjir karena hujan muson.
Fenomena hujan muson (monsun) di negara Asia Selatan dan Tengah tersebut terjadi sejak pertengahan Juni lalu. Otoritas setempat mengatakan, bencana ini berimbas pada lebih dari 33 juta orang.
NDMA menyebutkan, lebih dari 2 juta hektare tanaman yang siap panen musnah, 3.451 km jalanan rusak, dan 149 jembatan hancur.
Pemerintah Pakistan sebelumnya telah mengumumkan keadaan darurat untuk menangani banjir musim hujan ini. Para pejabat setempat mengatakan, banjir tahun ini sebanding dengan banjir pada 2010, yang tercatat sebagai yang terburuk. Tahun itu, 2.000 orang tewas dan nyaris seperlima wilayah Pakistan terendam banjir.
“Saya tidak pernah melihat banjir besar seperti ini dalam hidup saya,” ucap petani setempat, Rahim Bakhsh Brohi, yang berusia 80-an tahun dari Sukkur, Provinsi Sindh.
Pakistan berada di urutan kedelapan dalam Indeks Risiko Iklim Global. Daftar itu disusun LSM lingkungan Germanwatch dengan memasukkan negara-negara yang dianggap paling rentan terhadap cuaca ekstrem yang dipicu perubahan iklim.
Perdana Menteri (PM) Pakistan Shehbaz Sharif pun terpaksa membatalkan rencana kunjungan ke Inggris karena bencana ini.
“Saya telah melihat dari udara dan kehancuran tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata,” ucapnya, usai mengunjungi area Sukkur.
“Kota, desa dan panen terendam air. Saya merasa tingkat kehancuran ini belum pernah terjadi sebelumnya,” pungkasnya.
Setiap tahunnya, Pakistan dilanda muson tahunan yang menyebabkan berbagai bencana. Kebijakan Islamabad tentang antisipasi hujan muson pun dinilai buruk dan menuai berbagai kritikan.
Musim hujan di Pakistan umumnya berlangsung sejak Juli hingga September. Pada Juni lalu, Menteri Perubahan Iklim Pakistan, Sherry Rehman mengaitkan pola baru hujan muson lebat di Pakistan belakangan ini dengan perubahan iklim. Menurutnya, Pakistan mesti siap menghadapi lebih banyak banjir seiring mencairnya gletser di negara itu.
Sama seperti di Pakistan, hujan muson juga terjadi di Indonesia. Secara tradisional muson atau monsun digunakan untuk merujuk pada iklim yang terlihat nyata berubah secara musiman.
Angin muson adalah angin yang berhembus secara periodik, minimal 3 bulan. Antara periode yang satu dengan yang lain polanya akan berlawanan dan berganti arah secara berlawanan setiap setengah tahun.
Muson menjadi angin musiman yang bersifat periodik dan biasanya terjadi di Samudera Hindia dan Asia. Munculnya angin muson ditandai dengan curah hujan yang tinggi.
Merujuk National Geographic, ada beberapa jenis angin muson. Yaitu summer monsoon, winter monsoon, dan Asian-Australian monsoon.
Muson Asian-Australia membentang dari utara ke pantai Pasifik Rusia. Sistem angin muson besar ini kemudian membentang ke Samudera Hindia. Akhirnya mencapai ujungnya di pantai India di Afrika.
Di Indonesia, ada dua angin muson, yaitu muson barat dan muson timur. Angin muson barat biasanya bertiup pada Oktober-April. Sedangkan muson timur pada April-Oktober.
Namun dengan adanya efek pemanasan global (perubahan iklim), membuat siklus angin yang tadinya teratur jadi kurang bisa diprediksi. Hal itu membuat beberapa tahun ini harusnya terjadi musim kemarau, tapi justru masih hujan. Begitu pula sebaliknya. ■
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID .