
Balas Jatuhkan Sanksi Ke Uni Eropa China Tertekan Digoyang Dunia Soal Kasus Uighur
China menjatuhkan sanksi terhadap 10 pejabat, politikus dan akademisi serta empat perusahaan Uni Eropa, kemarin, karena dinilai mencampuri urusan Uighur di Xinjiang. Namun sikap China dinilai menunjukkan, negara itu justru tertekan akibat sanksi internasional.
Penetapan sanksi itu sebagai balasan sikap Uni Eropa, yang telah menjatuhkan sanksi terhadap empat pejabat China dan satu organisasi lainnya atas pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di wilayah Xinjiang. Langkah tersebut berkoordinasi dengan Amerika Serikat (AS) Inggris dan Kanada.
Selama ini, Kelompok HAM internasional meyakini, tak kurang dari 1 juta warga etnis Uighur dan sebagian besar etnis minoritas Muslim lainnya ditahan di kamp-kamp yang tersebar di Xinjiang. Measki China telah membantah tuduhan itu.
“Langkah ini, yang hanya didasarkan pada kebohongan dan informasi keliru, mengabaikan dan memutarbalikkan fakta-fakta,” demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri China, dilansir Reuters, kemarin.
Disebutkan, 10 individu yang dikenai sanksi China itu juga termasuk Kepala Delegasi Parlemen Eropa untuk China Reinhard Butikofer. Juga peneliti Jerman, Adrian Zenz, yang laporannya soal perlakuan yang diterima Uighur di Xinjiang menuai kecaman keras dari otoritas China.
Efek sanksi ini, selain mereka tidak bisa berkunjung ke China, Hong Kong dan Macau, mereka juga tidak akan bisa melakukan transaksi ekonomi dengan entitas di Negeri Tirai bambu itu. Begitu juga dengan keluarga mereka.
Sanksi Beijing juga membuat Uni Eropa naik pitam. Parlemen Eropa mengancam, tidak akan meratifikasi kesepakatan investasi UE-China yang dibuat Desember lalu.
“Pencabutan sanksi terhadap anggota parlemen adalah prasyarat bagi kami untuk mengadakan pembicaraan dengan Pemerintah China tentang kesepakatan investasi,” kata Anggota Parlemen dari kelompok Sosialis dan Demokrat berhaluan kiri, Kathleen van Brempt.
Politisi Belanda Sjoerd Sjoerdsma menyebut, reaksi keras dari China adalah tanda mereka sensitif terhadap tekanan internasional. Hal itu bisa menjadi motivasi kepada negara-negara yang menentang praktik pelanggaran HAM di Xinjiang untuk tidak takut bersikap tegas dan menyuarakan kebenaran.
“Sanksi tersebut adalah bukti, China mudah tertekan. Jadikan ini penyemangat untuk semua kolega di Eropa,” ujar Sjoerdsma, yang merupakan anggota parlemen asal Belanda dan pendukung pemberian sanksi ke China.
Menteri Luar Negeri Amerika Antony Blinken juga memuji respons bersama terhadap Uighur ini. “Hal ini menunjukkan, respons trans-Atlantik memberikan sinyal yang lebih kuat terhadap mereka yang melanggar hak asasi manusia,” ujar Blinken terkait isu Muslim Uighur di Xinjiang. [DAY]
]]> China menjatuhkan sanksi terhadap 10 pejabat, politikus dan akademisi serta empat perusahaan Uni Eropa, kemarin, karena dinilai mencampuri urusan Uighur di Xinjiang. Namun sikap China dinilai menunjukkan, negara itu justru tertekan akibat sanksi internasional.
Penetapan sanksi itu sebagai balasan sikap Uni Eropa, yang telah menjatuhkan sanksi terhadap empat pejabat China dan satu organisasi lainnya atas pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di wilayah Xinjiang. Langkah tersebut berkoordinasi dengan Amerika Serikat (AS) Inggris dan Kanada.
Selama ini, Kelompok HAM internasional meyakini, tak kurang dari 1 juta warga etnis Uighur dan sebagian besar etnis minoritas Muslim lainnya ditahan di kamp-kamp yang tersebar di Xinjiang. Measki China telah membantah tuduhan itu.
“Langkah ini, yang hanya didasarkan pada kebohongan dan informasi keliru, mengabaikan dan memutarbalikkan fakta-fakta,” demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri China, dilansir Reuters, kemarin.
Disebutkan, 10 individu yang dikenai sanksi China itu juga termasuk Kepala Delegasi Parlemen Eropa untuk China Reinhard Butikofer. Juga peneliti Jerman, Adrian Zenz, yang laporannya soal perlakuan yang diterima Uighur di Xinjiang menuai kecaman keras dari otoritas China.
Efek sanksi ini, selain mereka tidak bisa berkunjung ke China, Hong Kong dan Macau, mereka juga tidak akan bisa melakukan transaksi ekonomi dengan entitas di Negeri Tirai bambu itu. Begitu juga dengan keluarga mereka.
Sanksi Beijing juga membuat Uni Eropa naik pitam. Parlemen Eropa mengancam, tidak akan meratifikasi kesepakatan investasi UE-China yang dibuat Desember lalu.
“Pencabutan sanksi terhadap anggota parlemen adalah prasyarat bagi kami untuk mengadakan pembicaraan dengan Pemerintah China tentang kesepakatan investasi,” kata Anggota Parlemen dari kelompok Sosialis dan Demokrat berhaluan kiri, Kathleen van Brempt.
Politisi Belanda Sjoerd Sjoerdsma menyebut, reaksi keras dari China adalah tanda mereka sensitif terhadap tekanan internasional. Hal itu bisa menjadi motivasi kepada negara-negara yang menentang praktik pelanggaran HAM di Xinjiang untuk tidak takut bersikap tegas dan menyuarakan kebenaran.
“Sanksi tersebut adalah bukti, China mudah tertekan. Jadikan ini penyemangat untuk semua kolega di Eropa,” ujar Sjoerdsma, yang merupakan anggota parlemen asal Belanda dan pendukung pemberian sanksi ke China.
Menteri Luar Negeri Amerika Antony Blinken juga memuji respons bersama terhadap Uighur ini. “Hal ini menunjukkan, respons trans-Atlantik memberikan sinyal yang lebih kuat terhadap mereka yang melanggar hak asasi manusia,” ujar Blinken terkait isu Muslim Uighur di Xinjiang. [DAY]
]]>.
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .