Arcandra: PGN Ditantang Bersaing Dengan Pemain Pasar Global

Perusahaan gas milik negara dinilai perlu memainkan perannya untuk bersaing secara global. Komisaris Utama PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) Arcandra Tahar mengungkapkan, PGN memiliki posisi strategis dalam penyediaan energi yang ramah lingkungan dan efisien di dalam negeri.

Melalui penyediaan gas bumi yang sumbernya masih sangat besar di dalam negeri, PGN dinilai mampu memasok kebutuhan Liquid Natural Gas (LNG) ke pasar global. “Total produksi gas Indonesia sebanyak 7.000 MMSCFD, sekitar 60-70 persen digunakan untuk kebutuhan dalam negeri,” ujar Arcandra dikutip dalam laman facebook pribadinya @arcandra.tahar, dikutip Jumat (23/4).

Kebutuhan di dalam negeri saat ini sudah bisa dikatakan cukup. Sementara sisanya sebagian besar di ekspor dalam bentuk LNG. Sampai tahun 2030, Wood Mackenzie memperkirakan kebutuhan LNG akan mencapai 550 juta ton per tahun. Sementara pasokan di pasar ditaksir hanya sekitar 450 juta ton per tahun.

“Dengan adanya gap antara supply dan demand LNG yang cukup besar tersebut PGN dapat memainkan peran pentingnya untuk mengoptimalkan peluang itu. Karena itu sebagai perusahaan gas nasional, PGN ditantang untuk terus meningkatkan kapasitasnya, baik dari aspek SDM, teknologi dan juga finansial agar mampu bersaing dengan perusahaan gas dunia lainnya,” ungkap Arcandra.

Wakil menteri ESDM Kabinet Kerja 2016-2019 itu menjelaskan, sebagai inisiator pembangunan infrastruktur dan mengelola lebih dari 80 persen jaringan gas bumi, PGN saat ini baru mengelola sebanyak 900 MMSCFD atau sekitar 15 persen dari total produksi gas bumi Indonesia per tahunnya.

Untuk meningkatkan pasokan dan penjualan gasnya, PGN disebut Arcandra, dapat bekerjasama dengan Pertamina yang sudah memiliki banyak kontrak LNG di luar negeri. “PGN dapat bekerjasama dengan Pertamina sebagai holding migas, yang sudah memiliki komitmen kontrak-kontrak gas di luar negeri untuk memasok LNG baik dipasar ekspor maupun di dalam negeri. Karena itu kita perlu PGN yang profesional, yang memiliki kompetensi untuk mengelola gas di dalam maupun diluar negeri,” jelasnya.

Untuk memperkuat peran PGN di dalam negeri, Arcandra menyebut ada beberapa hal yang harus dilakukan. Pertama, pemerintah mengurangi impor LPG. Caranya dengan mengalihkan industri yang menggunakan LPG dengan LNG ataupun CNG (compressed natural gas) yang dapat diproduksi oleh PGN. Kedua, PGN memperluas penggunaan gas bumi bagi pembangkit listrik milik PLN. 

Ia kemudian menyebut masih banyaknya pembangkit-pembangkit listrik PLN di pulau-pulau terluar yang menggunakan diesel. Melalui sinergi dengan PLN, optimalisasi penggunaan gas bumi di pembangkit-pembangkit listrik ini juga akan mengurangi ketergantungan terhadap energi impor.

Arcandra menambahkan, pembangunan infrastruktur penting bagi PGN dalam memperluas pemanfaatan gas ke berbagai daerah di Indonesia. Tidak saja dalam bentuk jaringan pipa tetapi juga berupa infrastruktur regasifikasi yang memungkinkan LNG dapat lebih mudah menjangkau pasar. 

“Industri migas yang penuh risiko dan berbiaya besar, membutuhkan peningkatan penguasaan teknologi, sekaligus pemahaman yang baik terhadap aspek komersialnya di Indonesia. Itu yang menjadi patokan PGN saat ini agar bisnis PGN makin efisien dan kompetitif,” tambahnya.

Dengan aspek teknologi dan komersial itu, tahun lalu PGN berhasil memangkas biaya pembangunan pipa minyak ke blok Rokan sepanjang 360 km di Riau hingga senilai 150 juta dolar AS atau lebih dari Rp 2,1 triliun. [JAR]

]]> Perusahaan gas milik negara dinilai perlu memainkan perannya untuk bersaing secara global. Komisaris Utama PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) Arcandra Tahar mengungkapkan, PGN memiliki posisi strategis dalam penyediaan energi yang ramah lingkungan dan efisien di dalam negeri.

Melalui penyediaan gas bumi yang sumbernya masih sangat besar di dalam negeri, PGN dinilai mampu memasok kebutuhan Liquid Natural Gas (LNG) ke pasar global. “Total produksi gas Indonesia sebanyak 7.000 MMSCFD, sekitar 60-70 persen digunakan untuk kebutuhan dalam negeri,” ujar Arcandra dikutip dalam laman facebook pribadinya @arcandra.tahar, dikutip Jumat (23/4).

Kebutuhan di dalam negeri saat ini sudah bisa dikatakan cukup. Sementara sisanya sebagian besar di ekspor dalam bentuk LNG. Sampai tahun 2030, Wood Mackenzie memperkirakan kebutuhan LNG akan mencapai 550 juta ton per tahun. Sementara pasokan di pasar ditaksir hanya sekitar 450 juta ton per tahun.

“Dengan adanya gap antara supply dan demand LNG yang cukup besar tersebut PGN dapat memainkan peran pentingnya untuk mengoptimalkan peluang itu. Karena itu sebagai perusahaan gas nasional, PGN ditantang untuk terus meningkatkan kapasitasnya, baik dari aspek SDM, teknologi dan juga finansial agar mampu bersaing dengan perusahaan gas dunia lainnya,” ungkap Arcandra.

Wakil menteri ESDM Kabinet Kerja 2016-2019 itu menjelaskan, sebagai inisiator pembangunan infrastruktur dan mengelola lebih dari 80 persen jaringan gas bumi, PGN saat ini baru mengelola sebanyak 900 MMSCFD atau sekitar 15 persen dari total produksi gas bumi Indonesia per tahunnya.

Untuk meningkatkan pasokan dan penjualan gasnya, PGN disebut Arcandra, dapat bekerjasama dengan Pertamina yang sudah memiliki banyak kontrak LNG di luar negeri. “PGN dapat bekerjasama dengan Pertamina sebagai holding migas, yang sudah memiliki komitmen kontrak-kontrak gas di luar negeri untuk memasok LNG baik dipasar ekspor maupun di dalam negeri. Karena itu kita perlu PGN yang profesional, yang memiliki kompetensi untuk mengelola gas di dalam maupun diluar negeri,” jelasnya.

Untuk memperkuat peran PGN di dalam negeri, Arcandra menyebut ada beberapa hal yang harus dilakukan. Pertama, pemerintah mengurangi impor LPG. Caranya dengan mengalihkan industri yang menggunakan LPG dengan LNG ataupun CNG (compressed natural gas) yang dapat diproduksi oleh PGN. Kedua, PGN memperluas penggunaan gas bumi bagi pembangkit listrik milik PLN. 

Ia kemudian menyebut masih banyaknya pembangkit-pembangkit listrik PLN di pulau-pulau terluar yang menggunakan diesel. Melalui sinergi dengan PLN, optimalisasi penggunaan gas bumi di pembangkit-pembangkit listrik ini juga akan mengurangi ketergantungan terhadap energi impor.

Arcandra menambahkan, pembangunan infrastruktur penting bagi PGN dalam memperluas pemanfaatan gas ke berbagai daerah di Indonesia. Tidak saja dalam bentuk jaringan pipa tetapi juga berupa infrastruktur regasifikasi yang memungkinkan LNG dapat lebih mudah menjangkau pasar. 

“Industri migas yang penuh risiko dan berbiaya besar, membutuhkan peningkatan penguasaan teknologi, sekaligus pemahaman yang baik terhadap aspek komersialnya di Indonesia. Itu yang menjadi patokan PGN saat ini agar bisnis PGN makin efisien dan kompetitif,” tambahnya.

Dengan aspek teknologi dan komersial itu, tahun lalu PGN berhasil memangkas biaya pembangunan pipa minyak ke blok Rokan sepanjang 360 km di Riau hingga senilai 150 juta dolar AS atau lebih dari Rp 2,1 triliun. [JAR]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories