Aparat Kudu Bertindak Tegas Kegiatan Perusakan Hutan Sudah Mirip Eko Terorisme

Senayan meminta Pemerintah menindak tegas perusak hutan yang menyebabkan fungsi hutan hilang. Setiap kegiatan merusak lingkungan sama artinya dengan aksi eko terorisme yang tidak dapat ditolerir

Anggota Komisi IV DPR Haeruddin bilang, upaya deforestasi atau kegiatan yang mengubah fungsi hutan masih terus berlanjut. Setiap tahunnya Indonesia rata-rata kehilangan setidaknya 600 ribu hektare hutan akibat penebangan hutan tanpa izin.

“Kami minta komitmen Pemerintah dalam menahan laju deforestasi. Menahan laju deforestasi adalah niat Pemerintah bersama jajaran untuk melawan eko terorisme. Terorisme terhadap lingkungan hidup,” tegas Haeruddin di Gedung Parlemen, Jakarta, belum lama ini.

Dia berharap, izin yang hendak dikeluarkan Pemerintah melihat kepentingan dan dampak yang diterima bagi masyarakat sekitar. Kepentingan masyarakat harus dibela.

“Jangan kepentingan pengusahanya yang didahulukan, rakyatnya kesusahan. Mudah-mudahan ke depan ada perbaikan yang tetap berpihak pada rakyat,” harapnya.

Haeruddin mewanti-wanti setiap kegiatan pengusahaan hutan yang berdampak pada kerusakan lingkungan kudu ditindak.

“Jangan pengusaha kecil diobrak-abrik, pengusaha besar tenang-tenang saja. Nggak boleh. Nanti kita bisa dipermalukan sama rakyat kita sendiri,” tambah dia.

Sementara, Direktur Pascasarjana Universitas Sulawesi Tenggara LM Bariun menyayangkan maraknya kegiatan penambangan ilegal di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra). Penambangan ilegal itu sudah terjadi sejak lama dan dilakukan oleh pengusaha tambang nakal hanya untuk pemenuhan permintaan kontrak.

Bariun mengatakan, sebenarnya Dinas Energi Sumber Daya dan Mineral Sultra sudah melakukan penertiban Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang bermasalah. Namun sayangnya, pengawasan tak maksimal dan penegakan hukum tak jalan.

“Ini sudah sering sering diteriakkan mahasiswa selaku pihak pengontrol. Dari pertambangan ini, pemangku kepentingan, kurang dan sensitivitas tidak ada. Ini merugikan daerah,” katanya.

Dia lalu menyoroti upaya penegakan hukum oleh aparat dalam penertiban operasi tambang Nikel yang terjadi di Desa Waturabahaa, Kecamatan Laloso, Konawe Utara. Ada pun praktik penambangan liar ini terjadi di lahan seluas 130 hektare dengan pengoperasian kurang lebih 70 truk dan alat berat.

Aparat mengamankan sekitar 45 eskavator yang beroperasi di hutan yang diketahui tanpa memiliki izin tambang, izin lingkungan, izin produksi, dan tanpa izin pinjam pakai hutan.

Dia pun heran perusahaan tambang bisa beroperasi ilegal di wilayah tersebut.

“Lucunya semua pihak teriak soal penghentian tambang. Tapi di lapangan jalan. Harus ada komitmen dari semua pihak. Ini selain melanggar hukum, merugikan daerah. Tidak patuh pada aturan, tak lari ke kantong daerah, melainkan ke kantong ilegal,” katanya.  [KAL]

]]> Senayan meminta Pemerintah menindak tegas perusak hutan yang menyebabkan fungsi hutan hilang. Setiap kegiatan merusak lingkungan sama artinya dengan aksi eko terorisme yang tidak dapat ditolerir

Anggota Komisi IV DPR Haeruddin bilang, upaya deforestasi atau kegiatan yang mengubah fungsi hutan masih terus berlanjut. Setiap tahunnya Indonesia rata-rata kehilangan setidaknya 600 ribu hektare hutan akibat penebangan hutan tanpa izin.

“Kami minta komitmen Pemerintah dalam menahan laju deforestasi. Menahan laju deforestasi adalah niat Pemerintah bersama jajaran untuk melawan eko terorisme. Terorisme terhadap lingkungan hidup,” tegas Haeruddin di Gedung Parlemen, Jakarta, belum lama ini.

Dia berharap, izin yang hendak dikeluarkan Pemerintah melihat kepentingan dan dampak yang diterima bagi masyarakat sekitar. Kepentingan masyarakat harus dibela.

“Jangan kepentingan pengusahanya yang didahulukan, rakyatnya kesusahan. Mudah-mudahan ke depan ada perbaikan yang tetap berpihak pada rakyat,” harapnya.

Haeruddin mewanti-wanti setiap kegiatan pengusahaan hutan yang berdampak pada kerusakan lingkungan kudu ditindak.

“Jangan pengusaha kecil diobrak-abrik, pengusaha besar tenang-tenang saja. Nggak boleh. Nanti kita bisa dipermalukan sama rakyat kita sendiri,” tambah dia.

Sementara, Direktur Pascasarjana Universitas Sulawesi Tenggara LM Bariun menyayangkan maraknya kegiatan penambangan ilegal di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra). Penambangan ilegal itu sudah terjadi sejak lama dan dilakukan oleh pengusaha tambang nakal hanya untuk pemenuhan permintaan kontrak.

Bariun mengatakan, sebenarnya Dinas Energi Sumber Daya dan Mineral Sultra sudah melakukan penertiban Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang bermasalah. Namun sayangnya, pengawasan tak maksimal dan penegakan hukum tak jalan.

“Ini sudah sering sering diteriakkan mahasiswa selaku pihak pengontrol. Dari pertambangan ini, pemangku kepentingan, kurang dan sensitivitas tidak ada. Ini merugikan daerah,” katanya.

Dia lalu menyoroti upaya penegakan hukum oleh aparat dalam penertiban operasi tambang Nikel yang terjadi di Desa Waturabahaa, Kecamatan Laloso, Konawe Utara. Ada pun praktik penambangan liar ini terjadi di lahan seluas 130 hektare dengan pengoperasian kurang lebih 70 truk dan alat berat.

Aparat mengamankan sekitar 45 eskavator yang beroperasi di hutan yang diketahui tanpa memiliki izin tambang, izin lingkungan, izin produksi, dan tanpa izin pinjam pakai hutan.

Dia pun heran perusahaan tambang bisa beroperasi ilegal di wilayah tersebut.

“Lucunya semua pihak teriak soal penghentian tambang. Tapi di lapangan jalan. Harus ada komitmen dari semua pihak. Ini selain melanggar hukum, merugikan daerah. Tidak patuh pada aturan, tak lari ke kantong daerah, melainkan ke kantong ilegal,” katanya.  [KAL]
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories