
Antibodi Pasca Vaksin Turun? Tenang, Kita Punya Sel Memori
Ahli Patologi Klinik, dr. Tonang Dwi Ardyanto, PhD meminta masyarakat, agar tak panik dalam menyikapi pemberitaan terkait turunnya antibodi pasca vaksin Covid-19.
Menurutnya, sejak dulu, antibodi memang perlahan menurun kadarnya. Baik pasca infeksi maupun vaksinasi. Semua antibodi mengalaminya. Semua hasil vaksinasi mengalaminya.
Seberapa cepat penurunan antibodi, ditentukan oleh banyak faktor. Seperti jenis dan penyebab penyakit, serta respon individu terhadap infeksi atau vaksinasi.
“Ada yang melaporkan bahwa 98,8 persen orang masih memiliki antibodi, setelah 9 bulan pasca infeksi. Ada juga yang mampu bertahan hingga 13 bulan. Namun, ada juga yang melaporkan penurunan setelah 6 bulan. Ini artinya, setiap orang memiliki respon tubuh yang berbeda-beda,” jelas Tonang via laman Facebook-nya.
Soal antibodi yang turun dalam tempo 6 bulan setelah vaksinasi Sinovac, Tonang menerangkan, menurunnya antibodi tak berarti langsung habis.
“Dalam penelitian yang sama, sebenarnya ada informasi yang lebih penting lagi. Vaksinasi dua kali suntikan, mampu membentuk sel memori yang cukup untuk merespon kejadian infeksi baru. Atau bila diberikan vaksinasi lagi. Begitu sel memori merespon, segera terbentuk antibodi lagi,” papar Tonang yang juga Juru Bicara Satgas Covid-19 RS Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo.
“Ini sebenarnya informasi yang lebih penting. Mengapa? Karena respon orang berbeda-beda dalam hal kadar antibodi. Seperti tadi, ada yang mulai turun setelah 6 bulan, 9 bulan, 13 bulan dan seterusnya. Tapi banyak laporan menyebutkan, pembentukan sel memori dialami oleh banyak orang. Jadi kalaupun, termasuk yang antibodinya menurun, kita masih punya sel memori,” imbuhnya.
Karena itu, kata Tonang, kita patut bersyukur kalau sudah punya sel memori. Jangan lagi gelisah memikirkan, kapan harus vaksinasi lagi.
“Dengan sel memori, kita punya kesiapan untuk segera bereaksi, bila terpaksa terinfeksi lagi. Sementara itu, hindari diri dari risiko paparan tinggi, agar memperkecil risiko terinfeksi. Jangan sampai kita bagai pepatah: karena mengangankan elang di langit, burung merpati di tangan justru kita lepaskan,” pungkasnya. [HES]
]]> Ahli Patologi Klinik, dr. Tonang Dwi Ardyanto, PhD meminta masyarakat, agar tak panik dalam menyikapi pemberitaan terkait turunnya antibodi pasca vaksin Covid-19.
Menurutnya, sejak dulu, antibodi memang perlahan menurun kadarnya. Baik pasca infeksi maupun vaksinasi. Semua antibodi mengalaminya. Semua hasil vaksinasi mengalaminya.
Seberapa cepat penurunan antibodi, ditentukan oleh banyak faktor. Seperti jenis dan penyebab penyakit, serta respon individu terhadap infeksi atau vaksinasi.
“Ada yang melaporkan bahwa 98,8 persen orang masih memiliki antibodi, setelah 9 bulan pasca infeksi. Ada juga yang mampu bertahan hingga 13 bulan. Namun, ada juga yang melaporkan penurunan setelah 6 bulan. Ini artinya, setiap orang memiliki respon tubuh yang berbeda-beda,” jelas Tonang via laman Facebook-nya.
Soal antibodi yang turun dalam tempo 6 bulan setelah vaksinasi Sinovac, Tonang menerangkan, menurunnya antibodi tak berarti langsung habis.
“Dalam penelitian yang sama, sebenarnya ada informasi yang lebih penting lagi. Vaksinasi dua kali suntikan, mampu membentuk sel memori yang cukup untuk merespon kejadian infeksi baru. Atau bila diberikan vaksinasi lagi. Begitu sel memori merespon, segera terbentuk antibodi lagi,” papar Tonang yang juga Juru Bicara Satgas Covid-19 RS Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo.
“Ini sebenarnya informasi yang lebih penting. Mengapa? Karena respon orang berbeda-beda dalam hal kadar antibodi. Seperti tadi, ada yang mulai turun setelah 6 bulan, 9 bulan, 13 bulan dan seterusnya. Tapi banyak laporan menyebutkan, pembentukan sel memori dialami oleh banyak orang. Jadi kalaupun, termasuk yang antibodinya menurun, kita masih punya sel memori,” imbuhnya.
Karena itu, kata Tonang, kita patut bersyukur kalau sudah punya sel memori. Jangan lagi gelisah memikirkan, kapan harus vaksinasi lagi.
“Dengan sel memori, kita punya kesiapan untuk segera bereaksi, bila terpaksa terinfeksi lagi. Sementara itu, hindari diri dari risiko paparan tinggi, agar memperkecil risiko terinfeksi. Jangan sampai kita bagai pepatah: karena mengangankan elang di langit, burung merpati di tangan justru kita lepaskan,” pungkasnya. [HES]
]]>.
Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID .