Anas Belum Bayar Denda Dan Uang Pengganti Rumah Dan Tanah Dieksekusi Tapi Nilainya Masih Kurang .

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah bertahun-tahun menagih uang pengganti kepada terpidana Anas Urbaningrum. Namun mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu ogah membayarnya.

“Ditagih sejak tahun 2014 dan 2015,” kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri.

Ali menerangkan, pada tahun 2014 Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis bersalah kepada

Anas dalam perkara korupsi proyek pembangunan Pusat Pelatihan, Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang Anas dihukum 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider kurungan selama 3 bulan. Juga dijatuhi hukuman uang pengganti sebesar Rp 57,5 miliar dan USD 5.261.070 subsider 2 tahun penjara.

Tak lama setelah putusan itu diketok, KPK berusaha menagih denda dan uang pengganti kepada Anas. Namun pihak Anas menolak. Alasannya, putusan ini belum berkekuatan hukum tetap. Pihaknya sedang mengupayakan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Di tingkat banding, hukuman Anas dikorting menjadi 7 tahun. Namun denda dan uang pengganti tidak berubah.

Anas menempuh upaya kasasi ke Mahkamah Agung. Hukumannya justru diperberat menjadi 14 tahun penjara. Adapun denda dan uang pengganti tidak berubah.

Mengantongi putusan kasasi, KPK kembali menagih denda dan uang pengganti. Hingga sebulan setelah putusan kasasi diketok, Anas tak juga membayar uang pengganti. KPK pun mengeksekusi beberapa aset-asetnya yang disita.

“Untuk uang pengganti, sudah ada pembayaran dari sita eksekusi. Namun belum lunas seluruhnya,” kata Ali.

Dalam penyidikan kasus Hambalang, KPK menyita sejumlah aset Anas. Aset itu diduga dibeli dari duit hasil korupsi.

Apa saja? Sebidang tanah dan bangunan di Jalan Selat Makassar Blok C9 Nomor 22 di Duren Sawit, Jakarta Timur.

Kemudian, tanah di Yogyakarta. Yakni dua bidang tanah di Kelurahan Mantrijeronseluas 7.670 meter persegi dan 200 meter persegi. Aset ini diatasnamakan Attabik Ali, mertua Anas.

Tiga bidang di Desa Panggungharjo, Kabupaten Bantul yang diatasnamakan Dinas Az, ipar Anas.

Menurut Ali, nilai aset-aset itu masih kurang. Belum bisa menutup kewajiban Anas sebagaimana putusan pengadilan.

Pada 2018, Anas mengajukanPeninjauan Kembali (PK) perkaranya ke MA. Dua tahun kemudian, putusannya baru diketok.

 

MA memangkas hukuman Anas menjadi 8 tahun penjara. Sama seperti putusan pengadilan tingkat pertama.

Salah satu pertimbangannya majelis hakim PK adalah ditemukan kekhilafan hakim yang menangani perkara di tingkat kasasi.

Putusan PK ini diketuk majelis hakim yang terdiri dari Hakim Agung Sunarto (ketua), didampingi Hakim Agung Andi Samsan Nganro dan Mohammad Askin (hakim ad hoc Tipikor).

Dalam putusan PK, majelis hakim tidak mengubah denda maupun uang pengganti yang harus dibayarkan Anas.

Begitu pula dengan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politiknya selama 5 tahun setelah menjalani pidana pokoknya.

Setelah putusan PK itu keluar, KPK kembali melakukan eksekusi ulang kepada Anas. Mulai dari pidana badan, denda dan uang pengganti.

Jika denda dan uang pengganti tersebut dibayarkan, Anas bisa meninggalkan penjara pada tahun 2022.

“Apabila denda dan uang pengganti tidak dilunasi, maka masih ada kurungan dan pidana penjara sebagaimana putusan tersebut, yaitu 3 bulan kurungan dan penjara selama 2 tahun,” kata Ali.

Sebagaimana diketahui, Anas didakwa melakukan korupsi proyek P3SON Hambalang. Ia menerima uang Rp 116,8 miliar dan USD 5,26 juta. Juga beberapa kendaraan mewah.

Tak hanya itu, Anas didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Ia menggunakan uang hasil korupsi untuk membeli berbagai aset. Yakni rumah di Jakarta dan tanah di Yogyakarta dengan nilai Rp 20,8 miliar.

Kemudian, menyamarkan aset berupa tambang batubara di Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Dalam putusan pengadilan tingkat pertama, Anas dinyatakan menyimpan dana di Permai Group untuk digunakan dalam perebutan posisi Ketua Umum Partai Demokrat.

M Nazaruddin, pemilik Permai Group sekaligus Bendahara Umum Partai Demokrat mengakui, uang hasil korupsi proyek Hambalang digunakan untuk biaya pemenangan Anas.

Alhasil, Anas terpilih menjadi Ketua Umum Partai Demokrat dalam kongres di Bandung tahun 2010. [BYU]

]]> .
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah bertahun-tahun menagih uang pengganti kepada terpidana Anas Urbaningrum. Namun mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu ogah membayarnya.

“Ditagih sejak tahun 2014 dan 2015,” kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri.

Ali menerangkan, pada tahun 2014 Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis bersalah kepada

Anas dalam perkara korupsi proyek pembangunan Pusat Pelatihan, Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang Anas dihukum 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider kurungan selama 3 bulan. Juga dijatuhi hukuman uang pengganti sebesar Rp 57,5 miliar dan USD 5.261.070 subsider 2 tahun penjara.

Tak lama setelah putusan itu diketok, KPK berusaha menagih denda dan uang pengganti kepada Anas. Namun pihak Anas menolak. Alasannya, putusan ini belum berkekuatan hukum tetap. Pihaknya sedang mengupayakan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Di tingkat banding, hukuman Anas dikorting menjadi 7 tahun. Namun denda dan uang pengganti tidak berubah.

Anas menempuh upaya kasasi ke Mahkamah Agung. Hukumannya justru diperberat menjadi 14 tahun penjara. Adapun denda dan uang pengganti tidak berubah.

Mengantongi putusan kasasi, KPK kembali menagih denda dan uang pengganti. Hingga sebulan setelah putusan kasasi diketok, Anas tak juga membayar uang pengganti. KPK pun mengeksekusi beberapa aset-asetnya yang disita.

“Untuk uang pengganti, sudah ada pembayaran dari sita eksekusi. Namun belum lunas seluruhnya,” kata Ali.

Dalam penyidikan kasus Hambalang, KPK menyita sejumlah aset Anas. Aset itu diduga dibeli dari duit hasil korupsi.

Apa saja? Sebidang tanah dan bangunan di Jalan Selat Makassar Blok C9 Nomor 22 di Duren Sawit, Jakarta Timur.

Kemudian, tanah di Yogyakarta. Yakni dua bidang tanah di Kelurahan Mantrijeronseluas 7.670 meter persegi dan 200 meter persegi. Aset ini diatasnamakan Attabik Ali, mertua Anas.

Tiga bidang di Desa Panggungharjo, Kabupaten Bantul yang diatasnamakan Dinas Az, ipar Anas.

Menurut Ali, nilai aset-aset itu masih kurang. Belum bisa menutup kewajiban Anas sebagaimana putusan pengadilan.

Pada 2018, Anas mengajukanPeninjauan Kembali (PK) perkaranya ke MA. Dua tahun kemudian, putusannya baru diketok.

 

MA memangkas hukuman Anas menjadi 8 tahun penjara. Sama seperti putusan pengadilan tingkat pertama.

Salah satu pertimbangannya majelis hakim PK adalah ditemukan kekhilafan hakim yang menangani perkara di tingkat kasasi.

Putusan PK ini diketuk majelis hakim yang terdiri dari Hakim Agung Sunarto (ketua), didampingi Hakim Agung Andi Samsan Nganro dan Mohammad Askin (hakim ad hoc Tipikor).

Dalam putusan PK, majelis hakim tidak mengubah denda maupun uang pengganti yang harus dibayarkan Anas.

Begitu pula dengan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politiknya selama 5 tahun setelah menjalani pidana pokoknya.

Setelah putusan PK itu keluar, KPK kembali melakukan eksekusi ulang kepada Anas. Mulai dari pidana badan, denda dan uang pengganti.

Jika denda dan uang pengganti tersebut dibayarkan, Anas bisa meninggalkan penjara pada tahun 2022.

“Apabila denda dan uang pengganti tidak dilunasi, maka masih ada kurungan dan pidana penjara sebagaimana putusan tersebut, yaitu 3 bulan kurungan dan penjara selama 2 tahun,” kata Ali.

Sebagaimana diketahui, Anas didakwa melakukan korupsi proyek P3SON Hambalang. Ia menerima uang Rp 116,8 miliar dan USD 5,26 juta. Juga beberapa kendaraan mewah.

Tak hanya itu, Anas didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Ia menggunakan uang hasil korupsi untuk membeli berbagai aset. Yakni rumah di Jakarta dan tanah di Yogyakarta dengan nilai Rp 20,8 miliar.

Kemudian, menyamarkan aset berupa tambang batubara di Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Dalam putusan pengadilan tingkat pertama, Anas dinyatakan menyimpan dana di Permai Group untuk digunakan dalam perebutan posisi Ketua Umum Partai Demokrat.

M Nazaruddin, pemilik Permai Group sekaligus Bendahara Umum Partai Demokrat mengakui, uang hasil korupsi proyek Hambalang digunakan untuk biaya pemenangan Anas.

Alhasil, Anas terpilih menjadi Ketua Umum Partai Demokrat dalam kongres di Bandung tahun 2010. [BYU]
]]> .
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories