Adab Berhutang

Sekarang, lagi marak pinjaman online. Meski sudah banyak yang dibekukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), aplikasi pinjaman online tetap tumbuh. Bahkan, berani beriklan dengan hal aneh dan menggelitik.

Saya sempat tergelitik saat melihat sebuah iklan pinjaman online. Ceritanya, ada seorang laki-laki mentraktir makan ceweknya. Pas mau bayar, uangnya tak cukup. Melihat itu, yang perempuan berniat membayarkan. Tapi, laki-laki itu mencegah.

Hanya hitungan menit, dia lalu menunjukan handphonenya ke kasir. Dia bilang, kalau baru saja mendapatkan pinjaman online, dan uangnya langsung masuk ke aplikasi. Melalui aplikasi itu, pembayaran bisa dilakukan. Alhasil, laki-laki itu terhindar dari rasa malu di depan ceweknya.

Yang membuat saya agak mikir, ekspresi laki-laki itu yang dengan bangganya, “bayar makanan dengan uang pinjaman”. Dan dia dengan bangganya ngajarin pasangannya, bagaimana cara mendapatkan utang dalam sekejap lewat aplikasi.

Di satu sisi, hal itu bisa jadi menunjukkan bahwa di era ini, segala hal menjadi mungkin, dan praktis dengan teknologi. Dunia ada dalam genggaman. Tapi, di lain sisi, buat saya pribadi, iklan ini secara nggak langsung, mengubah adab, norma atau kebiasaan masyarakat soal berutang.

Kalau dulu, orang berutang itu malu. Diam-diam. Takut dianggap tidak mampu. Sekarang? Seolah-olah utang lewat gadget jadi tren. Dan bangga. Bahkan, tak sedikit, iklan-iklan atau aplikasi yang menghitung kemampuan kita dalam berutang.

Saya sendiri, di sebuah aplikasi belanja online, mendapat tawaran, bisa memanfaatkan pinjaman sampai Rp 16 juta. Tahap awal, dana yang bisa diperoleh hanya sebatas Rp 2,8 juta. Nilai pinjaman akan bisa bertambah, kalau rekam jejak kita baik dalam pelunasan.

Jadi, kalau dulu orang mau pinjam uang ke bank, takut. Sekarang, tinggal klik, tunggu lima menit, uang masuk ke saldo rekening. Lalu, yang pinjamnya bangga. Dunia terbalik.

Sebaiknya, pandai-pandailah menggunakan uang. Kemudahan teknologi yang ada, bertujuan untuk memudahkan akses keuangan yang selama ini sulit dijangkau sebagian masyarakat. Khususnya, yang belum tersentuh perbankan. Jadi, tetaplah pandai menabung, ketimbang rajin berutang. [Irma Yulia/Wartawan Rakyat Merdeka]

]]> Sekarang, lagi marak pinjaman online. Meski sudah banyak yang dibekukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), aplikasi pinjaman online tetap tumbuh. Bahkan, berani beriklan dengan hal aneh dan menggelitik.

Saya sempat tergelitik saat melihat sebuah iklan pinjaman online. Ceritanya, ada seorang laki-laki mentraktir makan ceweknya. Pas mau bayar, uangnya tak cukup. Melihat itu, yang perempuan berniat membayarkan. Tapi, laki-laki itu mencegah.

Hanya hitungan menit, dia lalu menunjukan handphonenya ke kasir. Dia bilang, kalau baru saja mendapatkan pinjaman online, dan uangnya langsung masuk ke aplikasi. Melalui aplikasi itu, pembayaran bisa dilakukan. Alhasil, laki-laki itu terhindar dari rasa malu di depan ceweknya.

Yang membuat saya agak mikir, ekspresi laki-laki itu yang dengan bangganya, “bayar makanan dengan uang pinjaman”. Dan dia dengan bangganya ngajarin pasangannya, bagaimana cara mendapatkan utang dalam sekejap lewat aplikasi.

Di satu sisi, hal itu bisa jadi menunjukkan bahwa di era ini, segala hal menjadi mungkin, dan praktis dengan teknologi. Dunia ada dalam genggaman. Tapi, di lain sisi, buat saya pribadi, iklan ini secara nggak langsung, mengubah adab, norma atau kebiasaan masyarakat soal berutang.

Kalau dulu, orang berutang itu malu. Diam-diam. Takut dianggap tidak mampu. Sekarang? Seolah-olah utang lewat gadget jadi tren. Dan bangga. Bahkan, tak sedikit, iklan-iklan atau aplikasi yang menghitung kemampuan kita dalam berutang.

Saya sendiri, di sebuah aplikasi belanja online, mendapat tawaran, bisa memanfaatkan pinjaman sampai Rp 16 juta. Tahap awal, dana yang bisa diperoleh hanya sebatas Rp 2,8 juta. Nilai pinjaman akan bisa bertambah, kalau rekam jejak kita baik dalam pelunasan.

Jadi, kalau dulu orang mau pinjam uang ke bank, takut. Sekarang, tinggal klik, tunggu lima menit, uang masuk ke saldo rekening. Lalu, yang pinjamnya bangga. Dunia terbalik.

Sebaiknya, pandai-pandailah menggunakan uang. Kemudahan teknologi yang ada, bertujuan untuk memudahkan akses keuangan yang selama ini sulit dijangkau sebagian masyarakat. Khususnya, yang belum tersentuh perbankan. Jadi, tetaplah pandai menabung, ketimbang rajin berutang. [Irma Yulia/Wartawan Rakyat Merdeka]
]]>.
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories