
5 Tahun Nggak Rampung-rampung Kasus Lahan Cengkareng Dilempar Lagi Ke Bareskrim .
Pengusutan kasus korupsi pengadaan lahan rumah susun di Cengkareng sudah berjalan 5 tahun. Namun belum ada tanda-tanda kepolisian bakal menuntaskannya. Yang terjadi, justru penanganan perkara ini berpindah-pindah. Kini, diusut Badan Reserse Kriminal (Bareskrim). Sebelumnya, Polda Metro Jaya.
Pengalihan perkara ini diinformasikan kepada pihak kejaksaan —selaku penuntut umum. “Informasi yang masuk ke Kejati menyebutkan penanganan perkara tersebut sudah diambil alih oleh Bareskrim sejak 1 Maret 2021,” kata Ashari Syam, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta.
Sebelumnya, Kejati DKI menerima pemberitahuan bahwa perkara lahan Cengkareng ditangani Polda Metro Jaya. Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) diterima pada 2 Oktober 2020.
Dalam SPDP disampaikan Polda Metro Jaya baru melakukan penyidikan umum. Belum ada yang ditetapkan tersangka. Lantaran pengusutan perkara ini telah berpindah tangan, kejaksaan hendak mengembalikan SPDP itu ke Polda Metro Jaya. “Atau diambil sendiri untuk ditarik oleh kepolisian,” kata Ashari.
Mabes Polri membenarkan pengambilalihan pengusutan kasus lahan Cengkareng oleh Bareskrim. “Mabes Polri punya kompetensi mengambil alih dan mensupervisi perkara oleh Polda-Polda,” kata Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Inspektur Jenderal Argo Yuwono.
Menurutnya, langkah ini agar pengusutan perkara bisa berjalan dengan baik. Kasus lahan Cengkareng semula diusut Kejaksaan Agung dengan diterbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik). “Kami sidik. Sejak 26 Juni 2016,” kata mendiang Arminsyah yang saat itu Jaksa Agung Muda Pidana Khusus.
Kejaksaan sudah memberitahukan pengusutan kasus ini kepada kepolisian dan KPK. Penyidik Gedung Bundar sempat memeriksa 11 orang saksi. Belakangan, kejaksaan menyerahkan pengusutan perkara ini kepada Bareskrim.
Alasannya, Korps Bhayangkara lebih dulu menelisik. “Toh nanti bermuara ke sini juga,” kata M Prasetyo, Jaksa Agung saat itu.
Pengusutan yang dilakukan Bareskrim sudah sampai memeriksa Basuki Tjahaja Purnama, Gubernur DKI saat itu. Belakangan, Bareskrim melimpahkan pengusutan kasus ini ke Polda Metro Jaya. Sejak itu, tak diketahui perkembangan pengusutan kasus ini.
Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) mencurigai kasus ini mandek. Perkumpulan yang dipimpin Boyamin Saiman itu pun mengajukan gugatan praperadilan. Bahkan sampai enam kali.
“Sudah lima tahun ditangani kepolisian, progresnya tidak ada kemajuan atau mangkrak,” nilai Boyamin. Ia berharap KPK mengambil alih penanganan kasus ini.
Namun Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan kembali menolak gugatan MAKI dalam perkara ini. Dalam pertimbangan putusannya, hakim tunggal Fauziah Hanum mengutarakan, berdasarkan bukti persidangan tidak ditemukan adanya pemberitahuan penghentian penyidikan yang dikeluarkan termohon, yakni penyidik dan Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Metro Jaya.
“Maka secara hukum permohonan praperadilan belum ada obyek hukumnya. Dengan kata lain, praperadilan tidak mengenal adanya penghentian penyidikan secara materiil atau diam-diam,” kata Fauziah.
Boyamin menghormati putusan hakim. Ia berencana kembali mengajukan gugatan praperadilan kasus ini. “Jangankan enam kali ditolak, 20 kali, 100 kali akan saya ajukan perkara ini, sampai diproses lebih lanjut,” tekadnya.
Kasus ini bermula dari temuan dalam laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada 2015.
Dinas Perumahan dan Gedung DKI Jakarta diketahui membeli lahan seluas 4,6 hektar di Cengkareng, Jakarta Barat. Rencananya lahan ini untuk rusun. Lahan dibeli dari Toeti Noeziar Soekarno, warga Bandung melalui perantara. Harganya Rp 668 miliar.
Berdasarkan audit BPK, lahan itu merupakan milik Dinas Kelautan Pertanian dan Ketahanan Pangan (KPKP) DKI Jakarta. Sengketa kepemilikan lahan antara Dinas KPKP DKI dan Soekarno itu tengah bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Usai transaksi pembelian ini, Kepala Dinas Perumahan dan Gedung, Ika Lestari Adji menerima uang Rp 9,6 miliar. Gratifikasi ini dilaporkan ke KPK. Belakangan, Ika dicopot dari jabatannya. Hingga kini, KPK belum mengumumkan hasil penyelidikannya atas gratifikasi itu. [GPG]
]]> .
Pengusutan kasus korupsi pengadaan lahan rumah susun di Cengkareng sudah berjalan 5 tahun. Namun belum ada tanda-tanda kepolisian bakal menuntaskannya. Yang terjadi, justru penanganan perkara ini berpindah-pindah. Kini, diusut Badan Reserse Kriminal (Bareskrim). Sebelumnya, Polda Metro Jaya.
Pengalihan perkara ini diinformasikan kepada pihak kejaksaan —selaku penuntut umum. “Informasi yang masuk ke Kejati menyebutkan penanganan perkara tersebut sudah diambil alih oleh Bareskrim sejak 1 Maret 2021,” kata Ashari Syam, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta.
Sebelumnya, Kejati DKI menerima pemberitahuan bahwa perkara lahan Cengkareng ditangani Polda Metro Jaya. Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) diterima pada 2 Oktober 2020.
Dalam SPDP disampaikan Polda Metro Jaya baru melakukan penyidikan umum. Belum ada yang ditetapkan tersangka. Lantaran pengusutan perkara ini telah berpindah tangan, kejaksaan hendak mengembalikan SPDP itu ke Polda Metro Jaya. “Atau diambil sendiri untuk ditarik oleh kepolisian,” kata Ashari.
Mabes Polri membenarkan pengambilalihan pengusutan kasus lahan Cengkareng oleh Bareskrim. “Mabes Polri punya kompetensi mengambil alih dan mensupervisi perkara oleh Polda-Polda,” kata Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Inspektur Jenderal Argo Yuwono.
Menurutnya, langkah ini agar pengusutan perkara bisa berjalan dengan baik. Kasus lahan Cengkareng semula diusut Kejaksaan Agung dengan diterbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik). “Kami sidik. Sejak 26 Juni 2016,” kata mendiang Arminsyah yang saat itu Jaksa Agung Muda Pidana Khusus.
Kejaksaan sudah memberitahukan pengusutan kasus ini kepada kepolisian dan KPK. Penyidik Gedung Bundar sempat memeriksa 11 orang saksi. Belakangan, kejaksaan menyerahkan pengusutan perkara ini kepada Bareskrim.
Alasannya, Korps Bhayangkara lebih dulu menelisik. “Toh nanti bermuara ke sini juga,” kata M Prasetyo, Jaksa Agung saat itu.
Pengusutan yang dilakukan Bareskrim sudah sampai memeriksa Basuki Tjahaja Purnama, Gubernur DKI saat itu. Belakangan, Bareskrim melimpahkan pengusutan kasus ini ke Polda Metro Jaya. Sejak itu, tak diketahui perkembangan pengusutan kasus ini.
Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) mencurigai kasus ini mandek. Perkumpulan yang dipimpin Boyamin Saiman itu pun mengajukan gugatan praperadilan. Bahkan sampai enam kali.
“Sudah lima tahun ditangani kepolisian, progresnya tidak ada kemajuan atau mangkrak,” nilai Boyamin. Ia berharap KPK mengambil alih penanganan kasus ini.
Namun Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan kembali menolak gugatan MAKI dalam perkara ini. Dalam pertimbangan putusannya, hakim tunggal Fauziah Hanum mengutarakan, berdasarkan bukti persidangan tidak ditemukan adanya pemberitahuan penghentian penyidikan yang dikeluarkan termohon, yakni penyidik dan Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Metro Jaya.
“Maka secara hukum permohonan praperadilan belum ada obyek hukumnya. Dengan kata lain, praperadilan tidak mengenal adanya penghentian penyidikan secara materiil atau diam-diam,” kata Fauziah.
Boyamin menghormati putusan hakim. Ia berencana kembali mengajukan gugatan praperadilan kasus ini. “Jangankan enam kali ditolak, 20 kali, 100 kali akan saya ajukan perkara ini, sampai diproses lebih lanjut,” tekadnya.
Kasus ini bermula dari temuan dalam laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada 2015.
Dinas Perumahan dan Gedung DKI Jakarta diketahui membeli lahan seluas 4,6 hektar di Cengkareng, Jakarta Barat. Rencananya lahan ini untuk rusun. Lahan dibeli dari Toeti Noeziar Soekarno, warga Bandung melalui perantara. Harganya Rp 668 miliar.
Berdasarkan audit BPK, lahan itu merupakan milik Dinas Kelautan Pertanian dan Ketahanan Pangan (KPKP) DKI Jakarta. Sengketa kepemilikan lahan antara Dinas KPKP DKI dan Soekarno itu tengah bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Usai transaksi pembelian ini, Kepala Dinas Perumahan dan Gedung, Ika Lestari Adji menerima uang Rp 9,6 miliar. Gratifikasi ini dilaporkan ke KPK. Belakangan, Ika dicopot dari jabatannya. Hingga kini, KPK belum mengumumkan hasil penyelidikannya atas gratifikasi itu. [GPG]
]]> .
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID .