
22 Tahun Sengketa, KPK Dorong Penyerahan 33 Aset Pemkab Sorong Ke Pemkot Sorong .
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong penyerahan 33 aset dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sorong ke Pemerintah Kota (Pemkot) Sorong. Diketahui aset terkait pemekaran tersebut menjadi sengketa di antara kedua Pemda itu selama 22 tahun.
“Kita tidak sedang mencari ini kesalahan siapa. Kita sedang mencari solusi konkret dari masalah aset ini karena sengketa aset berkepanjangan berpotensi moral hazard yang sebabkan hilangnya aset. Ujungnya tujuan melayani masyarakat tidak tercapai. Intinya kita mau tertib administrasi pencatatan,” ujar Ketua Satuan Tugas Koordinasi Supervisi Pencegahan Wilayah V KPK Dian Patria.
Hal itu dikatakannya dalam rapat koordinasi terkait aset bersama perwakilan ATR/BPN dan Kejaksaan Negeri Sorong, di Kantor Wali Kota Sorong, Jumat (11/6).
Dari data yang diberikan oleh Pemkot Sorong, dari 33 aset tersebut, baru 6 aset yang diketahui memiliki luas 765 ribu meter persegi atau 76,5 hektar. Sisanya, 27 aset, belum dilakukan pengukuran luas.
Selain tanah, 33 aset tersebut terdiri dari rumah jabatan bupati, wisma, kantor, mess pemda, gedung serba guna, gedung diklat, hotel, perumahan, perkebunan, terminal pengujian kendaraan bermotor, rumah panti, balai benih ikan, tambak udang, sanggar seni, gedung olah raga dan beberapa pasar.
Terdapat juga aset tanah HPL seluas 600 ribu meter persegi atau 60 hektar yang terletak di Distrik Maladumes sudah diserahkan oleh Bupati sebelumnya seluas 10 hektar. Sedangkan sisanya, 50 hektar perlu dilakukan pengukuran kembali, mengingat kemungkinan 70 persen sudah terbit sertifikat atas nama masyarakat.
Dari laporan Pemda, saat ini sudah banyak ditemukan permasalahan terkait 33 aset tersebut. Di antaranya, sebagian bidang tanah telah diserahkan kepada pihak lain yang tidak berhak, telah terbit SK penyerahan aset kepada individu mantan pejabat yang tidak berhak, sebagian tanah telah dijual kepada PNS atau oknum mantan pejabat yang tinggal di lokasi tersebut, hingga sertifikat dikuasai pihak lain, dan sebagainya.
KPK pun merekomendasikan beberapa rencana aksi atas tindak lanjut dari pertemuan ini. Pertama, maksimal satu bulan ke depan, Walikota mengadakan pertemuan dengan Bupati untuk bahas masalah aset pemekaran ini mengingat selama ini belum pernah dilakukan.
Kedua, untuk beberapa aset yang sudah disepakati dalam rapat, Pemkab Sorong mulai menyiapkan SK penyerahannya.
“Mau tercatat di BMD atau tidak, mau ada sertifikat atau tidak, yang penting serahkan dulu kepada yang berhak. Jangan ditahan-tahan lah, buat apa? Masalah administrasi dengan ATR/BPN bisa jalan paralel. Ada penerimaan masuk ga atas aset-aset tersebut? Nanti kita cek ke Bapenda ya. Kalau tidak ada, lebih ngeri lagi, karena artinya aset tidak dimanfaatkan secara maksimal dan terjadi pembiaran,” tutup Dian.
Asisten 1 Pemkot Sorong Rahman meminta penyerahan aset dilakukan tanpa syarat dan tanpa biaya. Sebab, hal itu bisa berpotensi jadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). “Tidak boleh Pemkot ada pengeluaran atau anggaran untuk ganti rugi,” harapnya.
Sementara Asisten 1 Pemkab Sorong merangkap Plt Inspektur Kab Sorong Adi Bremantyo berharap, penyerahan aset pemekaran ini dapat segera terselesaikan secara baik-baik.
Setelah ini, pihaknya akan segera berkoordinasi dengan Bupati membawa hasil rapat. Secara prinsip, sambungnya, Pemkab siap untuk menyerahkan aset-aset tersebut guna pengelolaan dan pemanfaatan yang maksimal ke depan.
Wali Kota Sorong Lambert Jitmau yang juga hadir dalam acara itu menyampaikan, regulasi tentang penyerahan aset pemekaran sebenarnya sudah jelas. Masalah aset pemekaran itu harusnya sudah selesai maksimal 5 tahun sejak terbitnya Undang-Undang Nomor 45 tahun 1999 tentang Pembentukan Kota Sorong.
“Dari segi hukum sudah memadai. Ini hanya masalah warisan saja. Sebaiknya diserahkan saja sehingga bisa memaksimalkan Kota Sorong demi keseimbangan dan kebersamaan,” imbau Lambert. [OKT]
]]> .
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong penyerahan 33 aset dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sorong ke Pemerintah Kota (Pemkot) Sorong. Diketahui aset terkait pemekaran tersebut menjadi sengketa di antara kedua Pemda itu selama 22 tahun.
“Kita tidak sedang mencari ini kesalahan siapa. Kita sedang mencari solusi konkret dari masalah aset ini karena sengketa aset berkepanjangan berpotensi moral hazard yang sebabkan hilangnya aset. Ujungnya tujuan melayani masyarakat tidak tercapai. Intinya kita mau tertib administrasi pencatatan,” ujar Ketua Satuan Tugas Koordinasi Supervisi Pencegahan Wilayah V KPK Dian Patria.
Hal itu dikatakannya dalam rapat koordinasi terkait aset bersama perwakilan ATR/BPN dan Kejaksaan Negeri Sorong, di Kantor Wali Kota Sorong, Jumat (11/6).
Dari data yang diberikan oleh Pemkot Sorong, dari 33 aset tersebut, baru 6 aset yang diketahui memiliki luas 765 ribu meter persegi atau 76,5 hektar. Sisanya, 27 aset, belum dilakukan pengukuran luas.
Selain tanah, 33 aset tersebut terdiri dari rumah jabatan bupati, wisma, kantor, mess pemda, gedung serba guna, gedung diklat, hotel, perumahan, perkebunan, terminal pengujian kendaraan bermotor, rumah panti, balai benih ikan, tambak udang, sanggar seni, gedung olah raga dan beberapa pasar.
Terdapat juga aset tanah HPL seluas 600 ribu meter persegi atau 60 hektar yang terletak di Distrik Maladumes sudah diserahkan oleh Bupati sebelumnya seluas 10 hektar. Sedangkan sisanya, 50 hektar perlu dilakukan pengukuran kembali, mengingat kemungkinan 70 persen sudah terbit sertifikat atas nama masyarakat.
Dari laporan Pemda, saat ini sudah banyak ditemukan permasalahan terkait 33 aset tersebut. Di antaranya, sebagian bidang tanah telah diserahkan kepada pihak lain yang tidak berhak, telah terbit SK penyerahan aset kepada individu mantan pejabat yang tidak berhak, sebagian tanah telah dijual kepada PNS atau oknum mantan pejabat yang tinggal di lokasi tersebut, hingga sertifikat dikuasai pihak lain, dan sebagainya.
KPK pun merekomendasikan beberapa rencana aksi atas tindak lanjut dari pertemuan ini. Pertama, maksimal satu bulan ke depan, Walikota mengadakan pertemuan dengan Bupati untuk bahas masalah aset pemekaran ini mengingat selama ini belum pernah dilakukan.
Kedua, untuk beberapa aset yang sudah disepakati dalam rapat, Pemkab Sorong mulai menyiapkan SK penyerahannya.
“Mau tercatat di BMD atau tidak, mau ada sertifikat atau tidak, yang penting serahkan dulu kepada yang berhak. Jangan ditahan-tahan lah, buat apa? Masalah administrasi dengan ATR/BPN bisa jalan paralel. Ada penerimaan masuk ga atas aset-aset tersebut? Nanti kita cek ke Bapenda ya. Kalau tidak ada, lebih ngeri lagi, karena artinya aset tidak dimanfaatkan secara maksimal dan terjadi pembiaran,” tutup Dian.
Asisten 1 Pemkot Sorong Rahman meminta penyerahan aset dilakukan tanpa syarat dan tanpa biaya. Sebab, hal itu bisa berpotensi jadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). “Tidak boleh Pemkot ada pengeluaran atau anggaran untuk ganti rugi,” harapnya.
Sementara Asisten 1 Pemkab Sorong merangkap Plt Inspektur Kab Sorong Adi Bremantyo berharap, penyerahan aset pemekaran ini dapat segera terselesaikan secara baik-baik.
Setelah ini, pihaknya akan segera berkoordinasi dengan Bupati membawa hasil rapat. Secara prinsip, sambungnya, Pemkab siap untuk menyerahkan aset-aset tersebut guna pengelolaan dan pemanfaatan yang maksimal ke depan.
Wali Kota Sorong Lambert Jitmau yang juga hadir dalam acara itu menyampaikan, regulasi tentang penyerahan aset pemekaran sebenarnya sudah jelas. Masalah aset pemekaran itu harusnya sudah selesai maksimal 5 tahun sejak terbitnya Undang-Undang Nomor 45 tahun 1999 tentang Pembentukan Kota Sorong.
“Dari segi hukum sudah memadai. Ini hanya masalah warisan saja. Sebaiknya diserahkan saja sehingga bisa memaksimalkan Kota Sorong demi keseimbangan dan kebersamaan,” imbau Lambert. [OKT]
]]> .
Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID .